Olimpiade Sejarah Nasional 2018 diikuti oleh peserta yang berasal dari siswa-siswi SMA/SMK/MA sederajat. Di dalam pembukaan acara yang berlangsung pada tanggal 28 Agustus 2018 di Gedung IX FIB Universitas Indonesia terdapat sesi kuliah umum. Di dalam sesi tersebut hadir sebagai pembicara Hilmar Farid selaku Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kuliah ini dibuka dengan ajakan untuk memandang pentingnya karakter seperti apa yang tercermin di dalam pelaksanaan Asian Games dan pentingnya karakter dalam kehidupan sehari-hari. Hilmar berharap peserta yang hadir di Olimpiade tumbuh menjadi manusia yang berkarakter solid dan teguh ketika mengarungi kehidupan.
“Banyak diantara kita yang mendapat banyak persoalan, dari yang urusan asmara menjadi galau, urusan pekerjaan menjadi galau, pokoknya serba galau. Kegalauan itu tidak lain karena ketika berdiri pijakan kita itu belum mantap (solid) sehingga selalu saja mudah terombang-ambing dan itu sebetulnya karakter yang tergambar dari masyarakat kita hari ini. Kita itu hidup di satu zaman dimana informasi itu tanpa batas. Dulu orang sulit dan minim informasi, sekarang, informasi itu berlimpah bahkan kita kewalahan. Kalau dulu kita butuh ketajaman untuk mencari, justru saat ini kita perlu ketajaman untuk menyaring dari apa yang kita peroleh”, kata Hilmar.
Menurut Hilmar, ketajaman untuk menyaring informasi ini penting khususnya dalam bidang sejarah. Kini muncul banyak sekali spekulasi-spekulasi tentang sejarah sehingga kalau itu tersampaikan berkali-kali di sosial media dan dari orang ke orang lama kelamaan menjadi dipertanyakan. Boleh dibilang kelebihan informasi itu membuat kehidupan menjadi cair dan di dalam situasi seperti itu orang menjadi mudah terombang-ambing.
Untuk menyaring informasi, ilmu sejarah bisa sangat membantu. Di dalam ilmu sejarah itu ada yang disebut kritik sumber. Hilmar mencontohkan seorang sejarawan yang melakukan penelitian tentang laporan mengenai sebuah peristiwa. Maka yang pertama-tama harus dia pertanyakan setelah membaca laporan itu bukan informasinya akan tetapi akurasi mengenai informasi tersebut. Bagaimana cara mengujinya, yakni dengan mencari tahu siapa yang menulis dan untuk apa orang itu menulis laporan. Bahkan dengan penelusuran itu apa yang didapat bisa memberi pemahaman yang utuh, yang abstrak bisa menjadi real (nyata). Dengan kritik sumber semacam ini seseorang akan bisa menguji apakah informasi yang sampai kepadanya bisa diyakini kebenarannya, tidak bias kepentingan macam-macam dan sebagainya.
“Jadi kritik sumber akan sangat berpengaruh pada cara seseorang menyaring informasi dan itu adalah satu ketrampilan yang sangat diperlukan. Tanpa itu kita akan galau abadi karena tidak pernah bisa memfilter dengan benar dan tidak pernah punya posisi yang jelas di dalam masyarakat”, tambahnya.
Ia juga menyinggung bahwa secara simbolik dalam pembukaan acara, seluruh hadirin berdiri dan menyanyikan lagu Indonesia Raya 3 Stanza dengan sangat baik. Dari lagu Indonesia Raya 3 stanza itu menurutnya bisa ditangkap makna keseluruhannya. Di dalam stanza pertama tersebut “mari kita berseru Indonesia bersatu” di stanza kedua tersebut “mari kita mendoa agar Indonesia bahagia” dan di stanza ketiga tersebut “mari kita berjanji agar Indonesia abadi”. Ini adalah sebuah pernyataan sikap nilai-nilai keindonesiaan yang pada akhirnya akan membentuk karakter bangsa melalui lagu. Ketika seseorang sudah memahami sejarah dari lagu Indonesia Raya mungkin sikap orang tersebut terhadap lagu ini juga akan berbeda disebabkan lagu Indonesia Raya ini diciptakan dalam suasana batin yang sangat menggetarkan.
Masih terkait lagu Indonesia Raya jelasnya lebih lanjut bahwa di masa kebangkitan nasional muncul sebuah lagu yang memberi inspirasi kepada anak-anak Indonesia untuk menumbuhkan semangatnya. Ini semuanya adalah seruan dan panggilan kepada pemuda di zaman itu. Mengenai sejarah lagu itu, ketika lagu ini diperdengarkan pertama kali di dalam Kongres Pemuda Kedua pada 28 Oktober 1928 dengan cepat lagu ini menyebar dan diperdengarkan dimanapun. Anak-anak pramuka menyanyikan lagu itu dan disenandungkan ketika aksi militer Belanda sampai suatu kemudian menteri pemerintah jajahan menulis suatu laporan akan keresahan yang timbul akibat lagu Indonesia Raya yang dianggap sebagai ancaman terhadap keberadaan mereka. Menurut Hilmar lagu Indonesia Raya merupakan pernyataan kebangsaan yang ditulis pada tahun 1928 dan dikenal sampai sekarang ini sebagai tonggak dalam perjalanan sejarah yang membentuk bangsa Indonesia.
Rasa kebangsaan itu muncul karena tumbuh dan pelan-pelan bahkan seseorang terkadang tidak menyadarinya, tidak muncul yang prosesnya seperti jatuh dari langit atau spontan dan pembawaan dari lahir. Bagi Hilmar, rasa kebangsaan itu tumbuh karena ada rasa kesadaran akan sejarah. Kesadaran sejarah ini diperoleh, dibentuk, dan tumbuh dalam berbagai kesempatan dan berbeda-beda. Yang diperlukan agar pengalaman-pengalaman seseorang, pengetahuan apa yang diserap dapat berkembang menjadi kesadaran sejarah adalah suatu kualitas yang ada di dalam diri seseorang untuk memahami dan menangkap makna dari masa lalu untuk masa sekarang. Menjelaskan keadaan dirinya sekarang ini berdasarkan apa yang terjadi di masa lampau. Ini yang disebut sebagai karakter bangsa. Orang yang berkarakter berarti orang yang memiliki pijakan yang mantap.
Hilmar menyampaikan “apa yang kita hadapi seperti sekarang ini adalah produk dari masa lalu. Dengan kata lain masa depan kita bergantung pada apa yang kita lakukan sekarang. Ini adalah suatu rangkaian. Sejarah itu terdiri atas peristiwa-peristiwa dan proses di masa lalu yang penting dan siginifikan sehingga membentuk kita sekarang ini. Ini yang perlu kita pahami, mengerti, pelajari dan kemudian masuk ke dalam kesadaran kita sehingga ketika kita mengarungi jalan ke depan sudah jauh lebih jelas dan mantap.”
Dirjen Kebudayaan itu juga berharap peserta Olimpiade yang hadir dan berperan aktif dalam kegiatan tersebut adalah memang orang yang memiliki ketertarikan lebih untuk belajar sekaligus mengarungi lautan informasi sejarah dan bukan sekedar asal ikut lomba yang kemudian menang. Olimpiade sejarah bukan kompetisi untuk mengalahkan, akan tetapi membangun semangat untuk menjadi yang terbaik dari yang baik. Ini juga yang mesti dibedakan bahwa memahami sejarah dengan menghafal sejarah adalah dua pandangan yang berbeda. Memiliki kesadaran sejarah dengan memiliki pengetahuan tentang masa lalu juga merupakan dua barang yang berbeda.
Bagi Hilmar, Olimpiade saat ini adalah satu langkah maju dan langkah berikutnya adalah bersama-sama memperdalam pemahaman kita mengenai sejarah. Mengakhiri kuliah umumnya, Hilmar berpesan kepada peserta: “kenali dirimu apa yang kamu inginkan, pilih jalan yang tepat dengan apa yang kamu nilai baik, dan sekali memilih jalan itu, istiqomah (teguh hati) mencapai apa yang ingin dituju. Insya Allah jika ini yang dipilih, jalan kalian akan terang dimana kalian berada.” (A.H)