Keramahan Sultan Tidore Menerima Peserta Ekspedisi Jalur Rempah 2018

0
2210
Sultan Tidore ke-37 Husain Alting Sjah (Foto by Ahmad Syafii, peserta EJR 18)

Ekspedisi Jalur Rempah yang diadakan di empat pulau yakni Ternate, Tidore, Jailolo dan Makian memiliki kisah yang cukup menarik di dalamnya, khususnya kegiatan yang diadakan di wilayah Tidore Kepulauan. Siapa sangka, peserta Ekspedisi Jalur Rempah 2018 diundang oleh Sultan Tidore ke-37, Husain Alting Sjah di sela-sela acara Kirab Satu Negeri (KSN) yang diadakan oleh GP Ansor. Para peserta diwajibkan memakai kain adat khas Tidore sebelum memasuki area Keraton kesultanan Tidore. Sultan Tidore sangat dihormati oleh masyarakat Tidore pada umumnya, khususnya oleh tetua adat Sangaji Laho, tetua adat di Kampung Mareku, tempat para peserta menetap selama seminggu dalam mencari potensi daerah di Tidore.

Kain yang digunakan oleh pengunjung wanita
Kunjungan Peserta Ekspedisi Jalur Rempah 2018 ke Kesultanan Tidore (1)

Dalam sambutanya, Sultan Tidore menjelaskan bagaimana sejarah wilayah kesultanan Tidore diserahkan kepada pemerintahan NKRI dengan ikhlas oleh Sultan Zainal Abidin Sjah yang kemudian menjadi Gubernur Irian Barat pertama dalam perjuangan pembebasan Irian Barat yang teruang dalam TRIKORA di masa pemerintahan Soekarno. Sultan Husain Sjah juga menuturkan bahwa PBB sendiri yang menanyakan nasib Irian Barat kepada Sultan Zainal Abidin Sjah sebagai pemilik kekuasaan Irian Barat pada saat itu, dan kemudian Sultan Zainal Abidin Sjah dengan ikhlas bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Begitu besarnya kontribusi rakyat Tidore kepada NKRI, namun kami tidak sama sekali menutut apa-apa, semua kami berikan ikhlas untuk keutuhan bangsa Indonesia pada saat itu” lanjut Sultan Husain Sjah dengan semangatnya menceritakan sejarah Tidore kepada para Peserta Ekspedisi Jalur Rempah. Tak lupa beliau juga menceritakan di Tidore tepatnya di Kampung Mareku pernah menjadi tempat dikibarkannya bendera merah putih pertama kali di wilayah Timur Indonesia. “Bahkan sebelum wilayah Sumatera dan Jawa lainnya, Bendera Merah Putih telah berkibar di Bumi Kie Raha” lanjut Sultan Husain Sjah sembari menyuguhkan para peserta kue-kue Kenari khas Maluku Utara.

Sultan Tidore didampingi Pemerintah Kota Tidore (kiri) dan Sangaji Laho Umar (kanan)

Sultan Tidore juga menjelaskan orang-orang yang berjasa bagi masyarakat Tidore, salah satu pahlawan Nasional asal Tidore bernama Sultan Nuku. Sultan yang mempunyai nama asli Sultan Saidul Jehad el Ma’bus Amiruddin Sjah Kaicil Paparangan ini merupakan sultan Tidore yang punya sejarah panjang dalam kisahnya. Sultan Nuku dikenal sebagai sosok yang tegas dan berani menentang pemerintahan Kolonial Belanda demi menjaga rakyat Tidore yang ia cintai. Sultan Nuku juga dikenal sebagai Jou Barakati yang artinya “Tuan yang Diberkati”. Menurut penuturan Sultan Tidore, julukan Jou Barakati disematkan kepada Sultan Nuku bukan tanpa sebab. Dikisahkan Sultan Nuku terkepung pasukan Belanda saat pelayarannya menuju tanah Papua, tepatnya diantara pulau Makian dan Moti. Seluruh awak kapalnya telah habis oleh Pasukan Belanda, tak ada jalan keluar sama sekali. “Namun atas izin Allah SWT, Sultan Nuku berdoa bersama guru spiritualnya, memohon pertolongan, seketika itu datang badai besar menghempaskan semua kapal milik Belanda, bahkan seketika itu pula Sultan Nuku dan gurunya dapat tiba di tanah Papua” lanjut Sultan Husain Sjah. Kemudian Sultan Tidore juga menceritakan kisah pahlawan nasional Afrika Selatan bernama Tuan Guru Imam Abdullah Qadhia Abdusalam yang berasal dari Tidore. Imam Abdullah yang diasingkan ke Afrika Selatan setelah sebelumnya diasingkan di Ambon, kemudian dibawa lagi ke Batavia karena pada saat itu pengaruh gaungnya sangat berbahaya menurut Belanda. Hal itu terbukti bahkan di Cape Town sendiri Imam Abdullah menentang politik Apartheid yang menginspirasi Nelson Mandela. “Namun sayangnya belum ada penyematan tanda Pahlawan Nasional untuk Tuan Guru mengingat jasanya yang besar dalam perjuangan melawan penjajah di Tidore bahkan hingga ke Afrika Selatan” ungkap Sultan Tidore. Sultan Tidore menerima dan menyambut baik acara Ekspedisi Jalur Rempah 2018 dengan harapan generasi muda dapat lebih memahami sejarah demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ilustrasi Sultan Nuku (sumber: fkai.org diakses pada 9 Oktober 2018)

Ekspedisi Jalur Rempah merupakan sebuah upaya diseminasi ilmu kesejarahan yang telah dilangsungkan pada tahun 2017 di Maluku dan dilanjutkan ke Maluku Utara di tahun 2018 dengan lokasi tujuan Pulau Ternate, Tidore Kepulauan, Jailolo dan Pulau Makian. (MHW)

Kunjungan Peserta Ekspedisi Jalur Rempah 2018 ke Kesultanan Tidore (2)