Sebagai sebuah lembaga, museum mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pendidikan, dan kesenangan. Artinya, paradigma museum telah berkembang menjadi lebih terbuka kepada berbagai kepentingan. Tidak hanya berkecimpung sebagai tempat memamerkan koleksi-koleksi terbaiknya, museum sekarang telah menjadi tempat rekreasi yang menyenangkan dan tempat belajar bidang-bidang ilmu pengetahuan tertentu. Selain itu, museum di Indonesia juga telah menjadi tempat untuk melakukan kajian-kajian. Tidak hanya untuk meningkatkan pelayanan kepada pengunjung, melainkan juga untuk menggali lebih dalam lagi nilai-nilai penting dari koleksi-koleksinya.
Ketentuan Umum dalam Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2015 mengamanatkan agar Pengkajian Museum dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untuk memperoleh data, informasi, dan keterangan bagi kepentingan pelestarian. Lebih jauh lagi, dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa, kajian dapat dilakukan terhadap koleksi, pengelolaan, pengunjung, dan program.
Pengkajian koleksi dilakukan untuk meningkatkan potensi nilai, informasi koleksi untuk dikomunikasikan kepada masyarakat melalui peningkatan kualitas informasi dalam pembuatan label, grafis, penataan ruang yang baik agar masyarakat lebih mudah memahami informasinya. Produk ini memerlukan proses ilmiah yang panjang dengan metode-metode tertentu.
Pengkajian pengelolaan dilakukan untuk meningkatkan pengembangan lembamuseum, mengukur kinerja pengelola dan pengembangan kebijakan pengelolaan museum.
Pengkajian pengunjung dilakukan untuk mengetahui indeks kepuasan pengunjung terhadap pelayanan dan penyajian, mendapat masukan dari harapan pengunjung terhadap pelayanan dan penyajian koleksi, serta mengukur tingkat pemahaman pengunjung terhadap informasi yang disajikan.
Demikian juga dengan pengkajian program untuk mengetahui tingkat keberhasilan program serta sebagai media untuk monitoring dan mengevaluasi program yang telah dilaksanakan agar dapat memenuhi harapan masyarakat.
Terkait dengan Pengkajian Koleksi, Significance 2.0 adalah panduan yang disusun oleh Dewan Koleksi, Australia untuk mengkaji nilai penting suatu koleksi. Menjadi semacam instrumen, Significance 2.0 akan memandu pengguna untuk menggali sebanyak mungkin informasi yang berhubungan dengan koleksi tersebut. Tahapan-tahapan dalam Significance 2.0 adalah sebagai berikut:
1) Collate atau menyusun beberapa dokumen yang terkait dan membandingkannya;
2) Research/Review adalah mencari dan meninjau sejarah dan asal usul dari objek yang akan diteliti;
3) Consult atau mencari informasi dari seseorang yang ahli dalam bidang koleksi tersebut;
4) Explore menyelidiki konteks dari objek atau koleksi;
5) Analyse atau menjelaskan struktur dan kondisi dari objek koleksi;
6) Compare atau membandingkan objek koleksi yang serupa dengan objek koleksi dari museum lain;
7) Identify atau mengidentifikasi objek koleksi contohnya seperti lokasi tempat penemuan objek tersebut;
8) Assess atau menilai objek koleksi;
9) Write atau menulis secara ringkas dan jelas mengenai pernyataan arti penting dari objek tersebut;
10) Action atau tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
Memang harus ada penyesuaian-penyesuaian dengan situasi di Indonesia, namun secara umum tahapan-tahapan Significance 2.0 dalam melakukan penilaian terhadap satu koleksi dapat meningkatkan nilai informasi dari koleksi tersebut. Namun keunggulan Significance 2.0 ternyata tidak hanya itu. Hasil Significance 2.0 dapat dijadikan dasar merawat koleksi. Kedalaman pendiskripsian kondisi benda pada tahap Collate (penyusunan data/dokumen dari berbagai sumber) dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kerusakan benda/koleksi tersebut sehingga rekomendasinya dapat diarahkan untuk menindaklanjuti kegiatan konservasi apa yang paling tepat dilakukan agar kondisi suatu koleksi dapat tetap terjaga. Dan tentu saja masih banyak lagi keunngulan Significant 2.0 lainnya. (ISB)