SANGIR merupakan singkatan dari “Sarapan Ning Punden Tingkir”, diisi oleh kuliner istimewa khas Sangiran seperti dawet, gendar pecel, tahu kupat, jajanan pasar, balung kethek, sego plontang, dan bukur. Kuliner istimewa tersebut dapat dijumpai di SANGIR yang diadakan setiap hari minggu pagi di Punden Tingkir.
Kuliner yang dapat dijumpai di acara SANGIR untuk mengingatkan masyarakat untuk mengenal kembali jajanan tradisional. Kuliner yang di sajikan di SANGIR, ada 3 sajian khas akan diulas dalam artikel ini yaitu Bukur, Sego Plontang, dan Balung Kethek.
Bukur merupakan filosofi Desa Krikilan yang artinya “Budaya Akur”. Dalam hal ini Bukur dianalogikan sebagai perekat masyarakat. Masyarakat diajak untuk akur dalam menghadapi berbagai masalah yang ada. Dalam mencapai asa dan cita sebagai desa wisata, Desa Krikilan harus mampu menyuburkan budaya akur.
Bukur sendiri merupakan sejenis kerang-kerangan yang yang mirip dengan kerang laut tetapi bentuknya lebih kecil. Di Desa Krikilan, hewan ini banyak hidup di saluran irigasi dan hidupnya musiman. Bukur menjadi ikon kuliner khas Desa Krikilan yang menjadi bahan masakan berbagainproduk kuliner. Biasanya bukur ini dimasak menjadi sayur asem-asem, botok, hingga digoreng kering dengan tepung ala ayam goreng.
Selain Bukur, terdapat juga Sego Plontang yang dikenal juga dengan sebutan Sego Takir. Sego Plontang memiliki keunikan pada wadahnya yang terbuat dari daun pisang. Wadah Sego Plontang memiliki makna yaitu masyarakat Jawa yang sedang mengarungi bahtera kehidupan yang terus menerus sambil menata pikiran. Bentuknya yang menyerupai prahu dilambangkan bahwa sebagai manusia itu hidup mengikuti alur perjalanan yang sudah digariskan oleh Yang Masa Esa yang mana mudah saja untuk terpontang-panting mengikuti gelombang kehidupan. Selain itu, wadahnya pun mempunyai tiga makna, yang pertama daun disebut pupus yang berarti dalam mengarungi bahtera kehidupan harus senantiasa berserah diri pada Yang Maha Esa, dan selalu tawakal kepada-Nya. Kedua, daun pisang berwarna hijau tua disebut ujungan. Ujungan dalam bahasa Jawa bermakna penyerahan, yang dalam hal ini dimaksudkan bahwa seorang hamba harus menyerahkan diri (menghamba) kepada Tuhan Yang Esa. Yang ketiga daun yang kering disebut klaras. Klaras berasal dari kata nglaras yang berarti santai, yang dalam hal ini dimaksudkan bahwa hidup itu haruslah dibawa santai, dan tidak perlu tergesa-gesa.
Makanan ini berisi beberapa macam jenis masakan, yaitu nasi uduk atau orang Jawa biasa menyebutnya sego gurih, potongan ayam, kedelai hitam yang digoreng, ikan wader, peyek kacang tanah dan krupuk. Sego plontang selalu disajikan di setiap ritual-ritual Jawa seperti suroan yaitu ritual yang dilakukan masyarakat Jawa untuk berterimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kerukunan dan kekompakan dalam masyarakat dan juga memperingati adat istiadat setempat yang dilakukan pada Bulan Suro (Muharram).
Balung kethek atau masyarakat setempat biasa menyebutnya bribil, kalau dalam bahasa Indonesia balung berarti tulang, sedangkan kethek berarti monyet. Namun, makanan ini tidak berarticamilan dari tulang monyet, melainkan camilan ini mempunyai tekstur sangat keras, menyerupai tulang.
Balung kethek terbuat dari singkong yang dikukus setelah itu dijemur terlebih dahulu sampai kering lalu digoreng. Karena dijemur itulah yang membuat tekstur balung kethek ini menjadi lebih keras. Camilan satu ini sangat akrab di kalangan nenek moyang kita, bahkan di masa sekarang pun masih banyak dijumpai. Tidak banyak kalangan muda yang menyukai camilan ini karena teksturnya yang keras. (Wiwit Hermanto)