Upacara tradisional masih dipegang teguh oleh masyarakat di sekitar Situs Sangiran. Salah satu yang masih dilaksanakan oleh sebagian besar warga adalah ruwahan yang diadakan menjelang bulan puasa. Ruwahan berasal dari kata “ruwah” merupakan bulan urutan ke tujuh, dan berbarengan dengan bulan Sya’ban tahun Hijriyyah. Kata “ruwah” sendiri memiliki akar kata “arwah”, atau roh para leluhur dan nenek moyang. Konon dari arti kata arwah inilah dijadikan sebagai bulan untuk mengenang para leluhur. Tradisi ini pada intinya melambangkan kesucian dan rasa sukacita memasuki ibadah puasa yang merupakan bentuk iman kesalehan individual dan kolektif.
Unsur kebudayaan yang menarik ini salah satunya terdapat di Dusun Ngampon, Desa Krikilan. Ruwahan diadakan oleh suatu keluarga yang mengundang tetangga sekitar 40 kepala keluarga/laki-laki perwakilan keluarga. Dalam upacara ini terdapat ubarampe antara lain :
- Nasi dalam encek (anyaman bilah bambu berukuran kurang lebih 40 cm) beralaskan daun jati. Terdapat 4 encek nasi gunungan, 1 encek nasi golong (berbentuk 5 bulatan), nasi gurih. Di atas gunungan ada daun pisang yang diberi sayur, gereh/ikan asin, jeroan ayam, rempeyek, tahu bacem, rambak, kedele hitam.
- Ayam ingkung
- Sayur jipan
- Kerupuk merah
- Buah-buahan (biasanya pisang)
- Segelas air kembang 7 rupa
Prosesi :
Semua ubarampe ditempatkan di tengah tamu yang hadir, Pak Bayan mengikrarkan tujuan syukuran agar diberkahi. Setelah didoakan bersama/ membaca tahlil, nasi dan lauknya dibagi untuk undangan. Hampir sebagian besar masyarakat melaksanakan ruwahan ini. Ruwahan sebagai sarana syukuran menjelang Ramadan. Bagi masyarakat yang melakukan upacara ini, biasanya sore hari sebelumnya mereka kirim doa / nyekar di makam keluarga. Ruwahan merupakan salah satu dari sekian banyak budaya yang memperkaya Kawasan Situs Sangiran, sebagai local wisdom yang patut kita lestarikan bersama. (Duwiningsih)