Museum sebagai salah satu model pengelolaan informasi sejarah budaya harus memiliki daya tarik bagi pengunjungnya, baik melalui penataan koleksi, bentuk arsitektur bangunan dan lingkungan, serta pelayanan. Beberapa museum mengembangkan pengelolaannya secara berbeda-beda dan dinamis, dengan demikian museum akan mampu memiliki daya tarik tersendiri. Dengan demikian warna museum yang berbeda-beda ini akan mampu memenuhi selera serta menyeimbangkan tingkat kebosanan pengunjung pada museum. Sangiran sebagai sebuah Situs Warisan Budaya yang telah diakui dunia mengelola 5 (lima) Museum Klaster sebagai sarana informasi, edukasi, dan hiburan bagi pengunjung. Ke-lima klaster museum tersebut, antara lain: Museum Manusia Purba Klaster Krikilan, Klaster Ngebung, Klaster Bukuran, dan Museum Lapangan Manyarejo. Kelima Museum Klaster tersebut memiliki keunggulan lokasinya, yaitu berada pada wilayah pedesaan yang berudara segar. Lahan pertanian, perkebunan, dan masih banyaknya pepohonan besar seperti jati, beringin, dan lain sebagainya, maka tidak heran bila sering dijumpai mata air pada beberpa tempat. Dengan demikian lokasi Museum Klaster sangat menjadi salah satu unggulan dalam menepis isu global warming akibat peningkatan pencemaran udara, seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan konsep-konsep kesehatan manusia terkini, yaitu: udara bersih dan psikis yang sehat.
Sejak sekitar satu tahun yang lalu Pemerintah Desa Krikilan meyiapkan lahan untuk transit pengunjung dan didukung serta oleh Dinas Perhubungan yang mulai membuka trayek Bus Trans Jateng melayani kunjungan khususnya ke Museum Klaster Krikilan. Seiring dengan penataan arus pengunjung tersebut, maka sekarang lahan parkir yang biasanya penuh dengan armada seperti: bus, kendaraan pribadi, sepeda motor, dan lain sebagainya menjadi lengang. Suara bising akibat armada yang parkir, polusi udara dari berbagai jenis kendaraan, sampah yang sebagian dibawa oleh pengunjung, dan resiko keamanan para pengunjung menjadi berkurang drastis. Hanya ada kata nyaman, sejuk, dan segar yang biasa terlontar dari para pengunjung. Kondisi seperti inilah yang sangat di harapkan oleh pengelola dan pengunjung, karena dengan kenyamanan, keamanan, serta kebersihan udara, pengunjung akan mendapat nilai lebih dari sekedar berkunjung ke museum. Hal ini tentunya sangat penting, karena efek positif pengunjung ketika nyaman, maka mereka akan betah untuk beraktivitas di halaman parkir yang telah berubah menjadi Ruang Terbuka Hijau Publik.
Kedepan juga akan dirancang penataan guna mengisi konten Ruang Terbuka Hijau Publik tersebut, dengan berbagai macam atraksi seperti: taman arkeologi untuk beredukasi sambil santai, atraksi foto selfie dengan fauna purba, dan arena bermain yang bernuansa kepurbaan. Dengan demikian sebagai konsep awal museum situs, tentunya tetap mempertahankan dan juga menyajikan tata ruang terbuka sehat berudara bersih dan juga memberikan citra sebuah situs manusia purba. (Dodyw).