PESERTA WHCI 2016 BELAJAR MEMAHAMI KONDISI LAPANGAN DI SITUS SANGIRAN

0
1121
Foto 1 Situs Pucung

WHCI 2016 di Sangiran dibuka pada hari Selasa, 8 November 2016 bertempat di Museum Manusia Purba Klaster Dayu. Pada hari kedua Rabu, 9 November 2016 dilaksanakan kegiatan di lapangan. Para peserta diajak untuk mengunjungi Situs Pucung yang berlokasi di Dusun Pucung, Desa Dayu, Kec. Gondangrejo, Kab. Karanganyar. Peserta menyusuri Kali Pucung sejauh ± 500 m sebelum sampai di Situs Pucung.

Pucung merupakan salah satu tempat yang dijadikan penelitian dari tahun ke tahun oleh Puslit Arkenas dengan MNHN. Dr. Andri Purnomo (pengajar UKSW-Salatiga) selaku narasumber telah menerangkan proses dan hasil penelitian yang pernah dilakukan di Pucung. Lokasi Pucung tersebut dekat dengan lokasi penemuan tengkorak S 17. Kemudian pesreta mengunjungi lokasi penemuan S 17 tersebut. Setelah selesai dari Situs Pucung maka peserta berjalan kaki menuju Museum Dayu. Peserta akan mendapatkan ilmu tentang stratigrafi Situs Sangiran dan tinggalannya melalui display Museum Dayu.

Foto 1 Situs Pucung
Foto 1 Situs Pucung
Foto 2 Lokasi Temuan S 17
Foto 2 Lokasi Temuan S 17

Acara pada siang harinya yaitu berkunjung ke Museum Ngebung yang terletak di Dusun Grasak, Desa Ngebung, Kec. Kalijambe, Kab. Sragen. Lokasi Ngebung adalah lokasi yang sangat penting bagi kemajuan Situs Sangiran, karena di sini awal mula penemuan alat serpih oleh Von Koenigswald pada tahun 1934. Kemudian peserta juga dibekali oleh narasumber tentang perjalanan ilmu tersebut. Pada ruang display Museum Ngebung telah diceritakan perjalanan mengenai “balung buto” dari nilai magis-ekonomis-ilmiah. Selain itu, telah terjadi perkembangan ilmuwan yang berdatangan ke Situs Sangiran baik dalam negeri maupun luar negeri.

Acara pada malam harinya yaitu terdapat kuliah umum yang disampaikan oleh Dr. Daud Aris Tanudirjo (pengajar UGM) tentang “Mengetahui Arti dan Konsep Warisan Dunia (Nominasi Warisan Dunia)”.  Tujuannya yaitu menyampaikan kepada anak-anak muda mengenai pentingnya warisan dunia supaya mereka dapat menjaga serta melestarikannya (situs-situs warisan dunia atau Benda Cagar Budaya) untuk anak cucu mendatang. (Metta Adityas)