Situs-situs warisan dunia di Indonesia secara khusus dan Asia Tenggara pada umumnya mengalami permasalahan yang sama terkait dengan pemanfaatan warisan dunia tersebut sebagai tujuan wisata. Warisan dunia paling terkenal di Indonesia, Candi Borobudur, menurut Badan Otoritas Borobudur dikunjungi sekitar 4,6 juta orang pertahun dengan komposisi 90% wisatawan lokal dan 10% wisatawan asing. Sementara itu dari data BPS Kabupaten Sleman, jumlah pengunjung Candi Prambanan yang juga menjadi warisan dunia, pada tahun 2016 telah dikunjungi sebanyak 208.090 wisatawan asing dan 1.887.038 wisatawan lokal. Terjadi peningkatan jumlah pengunjung di Candi Prambanan dari tahun sebelumnya, yaitu 192.409 wisatawan asing dan 1.705.064 wisatawan lokal. Untuk pengunjung Situs Sangiran pada tahun 2018 mencapai jumlah 405.174 wisatawan asing dan lokal.
Jumlah pengunjung yang sangat banyak akan mengancam kelestararian warisan dunia itu sendiri, meskipun di sisi lain besarnya jumlah wisatawan akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di mana warisan dunia itu berada. Menurut hasil kajian, Candi Borobudur sebagai warisan dunia jumlah pengunjung ini telah melampaui kapasitas beban bangunan candi yang hanya mampu menahan beban 128 orang per hari, atau 21.120 orang per tahun. Dengan kondisi seperti inilah ancaman kelestarian situs menjadi lebih beresiko dan jika tidak diambil tindakan yang bijak, tidak menutup kemungkinan terjadi degradasi warisan dunia.
Visitors Management Assesment
Tidak seperti di Candi Borobudur, kunjungan di Situs Sangiran dikelola dengan membatasi lokasi-lokasi yang dapat dikunjungi oleh wisatawan, yaitu hanya di museum-museum yang dibangun sebagai bagian dari intrepretasi situs dan pusat informasi kepada masyarakat/pengunjung. Daerah-daerah di luar museum tidak dikembangkan untuk wisata namun dikembangkan sebagai daerah konservasi dan pemanfaatan untuk pendidikan dan ilmu pengetahuan. Namun dinamika masyarakat di Situs Sangiran yang terjadi tidak dapat menghindari keinginan warga untuk dapat mengembangkan destinasi wisata alternatif lain di luar museum. Pengembangan ini tentu akan berdampak pada warisan dunia Situs Sangiran, sehingga perlu dilakukan penilaian-penilaian tertentu untuk meminimalkan dampak yang akan terjadi di masa mendatang.
UNESCO telah mengembangkan suatu instrumen untuk memberikan penilaian pengelolaan pengunjung pada suatu warisan dunia budaya dan alam dan pada awal bulan November telah disosialisasikan kepada pengelola situs-situs warisan dunia di Asia Tenggara melalui workshop pengenalan Visitors Management Assessment Toolkit (VMAT). Tools tersebut merupakan perangkat yang dikembangkan oleh UNESCO untuk melakukan penilaian terhadap dampak visitors melalui 4 kriteria penilaian, yaitu Basic Assessment, Advanced Assessment, Appraisal, dan Strategy. (Dian/ISB)