Mitos Balung Buto Diceritakan Kembali Oleh Sanggar Sangir

0
369

Situs Sangiran memberikan keistimewaan yang dapat memberi pengetahuan dan pemahaman tentang kehidupan prasejarah. Berbagai bukti kehidupan manusia purba berjenis Homo erectus disajikan di situs ini dengan berbagai temuannya. Hal ini menjadikan situs ini diakui sebagai Warisan Budaya Dunia oleh Unesco pada tahun 1996 dengan No. C593.
Selain keistimewaan tersebut, masyarakat yang hidup di Situs Snagiran juga memiliki keistimewaan, salah satunya dalam bidang kesenian. Kesenian masyarakat banyak yang mengambil tema tentang kehidupan masa lalu, salah satunya terkait dengan sebuah mitos yang dikenal masyarakat. Mitos tersebut dikenal dengan Balung Buto, sebuah mitos yang dikenal oleh masyarakat secara turun menurun.
Sanggar Sangir merupakan sebuah kelompok kesenian yang terinspirasi oleh mitos ini, mitos yang sudah mulai terlupakan. Mitos Balung Buto ini memberi inspirasi dalam karya mereka yang dapat memberikan pengetahuan pada para penikmat kesenian yang dibawakan kelompok ini. Dalam pementasannya, sanggar ini acap kali menampilkan lagu yang diciptakan sendiri, dengan mengambil cerita tentang mitos masa lalu.
Cerita tentang mitos Balung Buto merupakan sebuah cerita yang dipercayai tentang kejadian pada masa lalu. Diceritakan bahwa dahulu masyarakat di Sangiran mengenal fosil-fosil yang berserakan di sekitar mereka sebagai balung buto (tulang raksasa). Menurut Bambang Sulistyanto, seorang peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, tulang raksasa yang tersebar di berbagai tempat di Sangiran itu akhirnya oleh penduduk dinamakan Balung Buto.
Balung buto ini dimanfaatkan masyarakat sebagai obat berbagai macam penyakit. Penyakit yang dapat diobati itu, seperti demam, sakit perut, encok, bisul, disentri, pusing, sakit gigi, gatal-gatal, keseleo/retak tulang, gigitan hewan berbisa, dan juga guna membantu ibu-ibu yang susah melahirkan.
Kisah Balung Buto tersebut merupakan kisah yang dipercaya masyarakat Sangiran di masa lalu sebelum para peneliti asing datang pada tahun 1930-an. Kedatangan para peneliti ini mengubah persepsi masyarakat akan Balung Buto. Hingga sekarang, masyarakat sudah banyak yang tidak mengetahui tentang mitos ini.
Mitos ini dibawakan kembali oleh Sanggar Sangir dalam berbagai penampilan mereka diberbagai tempat. Mitos Balung Buto ini menjadi salah satu karya mereka dalam bidang seni, sebagai salah satu sumbangan bagi upaya mengenalkan kembali mitos dari masa lampau sekaligus sebagai sebuah karya yang membanggakan dari masyarakat lokal. (Wiwit Hermanto)