Jeruk nipis atau spesies nama latinnya adalah Citrus aurantifolia adalah tanaman asli dari wilayah Asia Tenggara, termasuk juga banyak tumbuh dan ditemukan di wilayah Indonesia. Kandungannya antara lain adalah karbohidrat, dan lemak, jeruk nipis juga memiliki kandungan asam selain vitamin C yang disebut sebagai asam sitrat (C6H8O7). Selain digunakan sebagai bahan minuman dengan rasa yang segar, ternyata jeruk nipis juga bisa digunakan untuk memandikan fosil. Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, pada tanggal 14 sampai dengan 19 September 2020 lalu, melaksanakan bantuan fasilitasi di Museum Trinil di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Kegitan fasilitasi yang dilaksanakan diantaranya adalah kegiatan konservasi koleksi fosil, khususnya fosil temuan baru dan koleksi yang mengalami penurunan pada segi kualitasnya. Kegiatan tersebut dimulai dengan observasi terhadap kondisi awal fosil temuan baru, kerusaan yang timbul pada koleksi fosil, metode dan cara kerja, konsep kedepan serta rekomendasi.
Setelah di laksanakan observasi secara menyeluruh pada koleksi fosil Museum Trinil, ternyata dijumpai terdapat beberapa fragmen yang merupakan temuan baru, sehingga kondisi fosil masih terbungkus oleh matriks atau sedimen tanah dimana fosil tersebut ditemukan. Di saat inilah waktu yang tepat dalam menentukan pilihan penerapkan aplikasi jeruk nipis sebagai bahan konservan. Pada mulanya Fosil dibersihan dengan metode fisis, yaitu menggunakan sikat ijuk atau gigi yang berguna untuk melepaskan matriks tanah yang masih mudah terlepas. Dengan demikian setelah aplikasi tersebut selesai yang tersisa tinggal matrik yang keras dan susah dibersihkan dengan metode fisis. Kegitan selanjutnya adalah pengaplikasian jeruk nipis, dengan cara mengiris jeruk nipis menjadi dua bagian, kemudian diperas secara perlahan, hingga airnya membasahi permukaaan fiosil yang akan di bersihkan. Setelah didiamkan beberapa saat dengan maksud agar terjadi reaksi, kemudian mulai dilakukan pembersihan dengan dental tool (alat yang sering digunakan oleh dokter dalam membersihkan gigi) dan juga dengan sudip bambu. Kegitan ini dilakukan secara berulang-ulang hingga matriks tanah yang menempel lambat laun terlepas hingga bersih. Sebagai kegiatan akhir adalah dengan mencucinya dengan aquades, dengan tujuan untuk menghilangkan asam sitrat pada permukaan fosil.
Penemuan penggunaan jeruk nipis ini dimulai sejak sekitar 3 tahun yang lalu, atas kerjasama kajian dengan Balai Konservasi Borobudur. Pada kajian bersama tersebut menghasilkan penemuan bahwa kandungan asam sitrat pada jeruk nipis ternyata juga bisa melarutkan matriks tanah yang menempel dan susah dihilangkan pada fosil. Penemuan ini sekaligus mampu menyetarai kualitas bahan kimia pabrikan yang biasa untuk membersihkan matriks tanah pada fosil sebelumnya. Sebagai bagian dari kekayaan alam nusantara dan tidak memiliki efek terhadap lingkungan dan manusia, maka konservasi pembersihan fosil dengan menggunakan bahan jeruk nipis, merupakan salah satu alternatif konservasi berbasis bahan alam yang baik. Disamping sebagai pembersih fosil, sebelumnya jeruk nipis juga sudah sering digunakan sebagai pembersih material berbahan logam, seperti keris, mata uang, dan lain sebagainya. Secara umum maka penggunaan bahan alam jeruk nipis juga akan melengkapi dalam meningkatkan nilai fungsi dan kegunaan jeruk nipis, sehingga mendorong budidaya tanaman asli nusantara tersebut. Dengan demikian perlunya penelitian dan pengembangan lebih lanjut secara teknis dan laboratoris untuk dapat diproduksi secara massal. (Dody W)