Abstrak
Situs Sangiran merupakan salah satu situs prasejarah penting di dunia. Situs ini terletak
dalam wilayah Cekungan Solo sebagai salah satu lingkungan pengendapan pada Kala
Plestosen di Pulau Jawa. Secara geologi Sangiran mengalami proses pengkubahan yang
kemudian tererosi di bagian puncaknya, sehingga menyebabkan tersingkapnya formasi
batuan dari bawah ke atas yang menunjukkan urutan tua ke muda. Salah satu formasi
batuan yang mengandung banyak tinggalan arkeologi adalah Formasi Kabuh berusia
sekitar 0,9 hingga 0,49 juta tahun yang lalu. Formasi Kabuh tersusun oleh lapisan-lapisan
batupasir silang-siur yang disisipi oleh beberapa lapisan tuff.
Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi sejarah perkembangan sekuen penyusun
Formasi Kabuh serta mengetahui karakter lingkungan pengendapan data arkeologinya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan geoarkeologi dengan data primer berupa data
stratigrafi terukur pada singkapan-singkapan, stratigrafi pada kotak-kotak ekskavasi,
dan temuan arkeologis hasil ekskavasi. Analisis stratigrafi menggunakan konsep sekuen
stratigrafi endapan darat yang dikembangkan oleh Wright dan Marriot. Konteks dan jejakjejak tafonomi pada temuan arkeologi dan lingkungan pengendapannya juga dianalisis
dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Formasi Kabuh di Sangiran terdiri dari dua urutan
pengendapan. Urutan pertama dimulai sekitar 0,9 juta tahun yang lalu dalam lingkungan
pengendapan sungai teranyam selama fase lowstand systems tract (LST). Fluktuasi kenaikan level dasar erosi menyebabkan perubahan lingkungan pengendapan sedimen ke dalam sistem sungai bermeander dan anastomatik selama fase transgressive systems tract (TST) dan hingstand systems tract (HST). Urutan pertama berakhir sekitar 0,78 juta tahun yang lalu saat terjadi pengendapan middle tuff (MT). Urutan kedua dimulai saat MT selesai
diendapkan dengan pola yang sama dengan urutan pertama, dan berakhir sekitar 0,49 juta
tahun yang lalu saat diendapkan breksi laharik Formasi Notopuro.
Hasil kajian konteks dan jejak-jejak tafonomi tinggalan arkeologi memperlihatkan
adanya suatu pola yang berkorelasi dengan fase sekuen. Lingkungan pengendapan
rezim aliran deras dalam fase LST menghasilkan endapan sedimen berbutir kasar yang
mengandung fosil fauna dan manusia yang sangat fragmentaris, sehingga sulit ditentukan
asosiasinya dengan temuan arkeologis lainnya. Sementara itu, lingkungan pengendapan
rezim aliran lemah dalam fase TST dan HST menghasilkan endapan sedimen berbutir
halus hingga sedang yang mengandung sisa fauna dan manusia yang cenderung berukuran
besar dengan asosiasi arkeologis yang lebih jelas. Analisis terhadap tinggalan arkeologi
dan lingkungan pengendapannya di Grogolan Wetan, Grogolan Kulon, dan Tanjung
menunjukkan bahwa awal sekuen kedua terjadi pada kurun waktu sekitar 0,78 juta tahun
yang lalu, dan segera setelah pengendapan tuff berakhir, sedimen yang terbentuk digunakan sebagai area aktivitas manusia.
Kata Kunci: Situs Sangiran, Formasi Kabuh, tinggalan arkeologi, urutan stratigrafi,
lingkungan pengendapan
Abstract
Sangiran Site is one of the most important prehistoric sites in the world. The site is located
within the Solo Basin, one of the depositional environment during the Pleistocene period in
Java Island. Doming process was occured at Sangiran which then was eroded and exposed
rock formations sequentialy from old to young. One of the rock formations that contain many archaeological remains is the Kabuh Formation, dated to 0.9 to 0.49 MYBP. The Kabuh Formation is generally composed of cross-bedding sandstone layers intercalated by several tuff layers.
This research aims to reconstruct the development of Kabuh Formation sequence as well as
to know the character of depositional environment of the archaeological data. This research
uses geoarchaeological approach with primary data from measured stratigraphy, stratigraphic layers from excavation pits, and archaeological finds from excavations. Stratigraphic analysis uses the concept of continental sequence stratigraphy developed by Wright and Marriot.
Contextual and taphonomic analyses on archaeological remains and its depositional
environments were also applied in this study. The result shows that Kabuh Formation in Sangiran consists of two sequences of depositions. The first sequence started about 0.9 MYBP sedimentation in the braided stream depositional environment during lowstand systems tract (LST). Fluctuation of increasing rates of based level erosion led the changes of the depositional environment into the meandering and anastomosing river systems during the transgressive systems tract (TST) and highstand systems tract (HST).
The first sequence finished about 0.78 MYBP when the middle tuff (MT) occured. The second sequence began when the MT was deposited in the same pattern as the first. This sequence finished about 0.49 MYBP when the laharic breccia of Notopuro Formation deposited.
The results of contextual and taphonomic studies of archaeological remains show a pattern
that correlates with the sequences phases. Depositional environment of upper flow regime in LST resulting a coarse-grained sediments containing very fragmentary faunal and human remains that are difficult to determine their association with other archaeological finds. However, the lower flow regime depositional environment in the TST and HST phases resulting fine to medium sedimentary deposits containing larger faunal and human remains that tend to have clearer associations with other archaeological finds. Analyses on archaeological remains and depositional environments at Grogolan Wetan, Grogolan Kulon, and Tanjung indicate that the second sequence was started around 0.78 million years ago, and soon after tuff deposition finished, sediments formed were used as area of human activity.
Keywords: Sangiran site, Kabuh Formation, archaeological remains, sequence stratigraphy,
depositional environment (Suwita Nugraha)
Selengkapnya, silahkan klik