Mengikuti jejak Eugene Dubois: melacak tinggalan manusia purba di Asia.
Impian masa muda itu kembali bergema dalam kepala Gustav Heinrich Ralph (G.H.R) von Koenigswald, doktor di bidang paleontologi, ketika ia—bergabung dengan survey Jawatan Geologi Hindia Belanda—tiba di Indonesia. Lahir di Berlin, 13 November 1902, von Koenigswald menyelesaikan studinya di bidang geologi dan paleontologi di Berlin, Tubingen, Cologne dan Munich, sebelum “berlayar” di usia 28 tahun untuk program pemetaan Pulau Jawa. Salah satu kiprahnya dalam program ini adalah identifikasi moluska dan vertebrata temuan LJC van Es di Sangiran.
Ketertarikannya pada lingkungan purba sudah dimulai sejak remaja. Di Mauer, ia berhasil mendapatkan geraham badak—temuan ini menandai awal mula kegemarannya mengoleksi fosil vertebrata. Tetapi di jawa, von Koenigswald tak hanya menemukan fosil vertebrata. Tahun 1931, ia turut mempersiapkan 11 fosil atap tengkorak Homo soloensis temuan Ter Haar dari Ngandong, untuk diteliti lebih lanjut. Pada 1935, artikelnya tentang fosil gigi terisolasi yang ditemukan dari penelusuran di toko-toko obat Cina dipublikasikan; menurutnya, gigi itu berasal dari individu hominid raksasa yang dinamainya Gigantopithecus blacki (sebagai penghormatan atas Davidson Black, penemu Manusia Peking). Tahun 1936, dinamika hubungannya dengan Eugene Dubois dimulai, ketika ia mengumumkan temuan tengkorak kanak-kanak dari Perning, Mojokerto, sebagai Pithecanthropus erectus, genus yang diciptakan Dubois untuk temuannya di Trinil.
Tahun 1937, dengan dukungan dari Yayasan Carnegie, von Koenigswald mendapat kesempatan untuk fokus pada penelitian manusia purba di Sangiran. Sejak itu, sejumlah fosil hominin pen ting yang kini dikenal sebagai Sangiran I s.d Sangiran 7 berhasil ditemukan dan menjadi koleksi von Koenigswald. Sewaktu ia berkesempatan mengunjungi rekannya, Franz Weidenreich di Peking.
Februari 1939, kedua ilmuwan itu segera menyadari kemiripan antara fosil hominin jawa yang dibawa von Koenigswald dengan temuan hominin Zhoukoudian. Mereka kemudian memutuskan untuk memasukkan temuan-temuan Thiongkok di bawah nama Sinanthropus ke genus Pithecanthropus.
Sumber: Museum Manusia Purba Klaster Ngebung