Hieroglyph, Penyelamatan Fosil Dan Hari-Hari Di Kamp Tawanan Perang

0
412

1939 Perang Dunia II dimulai. Hari-hari buruk di Eropa menular ke Indonesia. Sepanjang tahun 1940, setelah Jerman menduduki Belanda, von Koenigswald yang berkebangsaan Jerman ditahan tak boleh keluar Jawa oleh Pemerintah Hindia Belanda dan dipekerjakan di kantor penerjemahan. Untungnya, ia sempat membuat cetakan fosil untuk temuan-temuannya di Hindia Belanda. Sebagian cetakan berhasil dikirimkannya kepada Weidenreich, yang lain disimpan di Jawatan Geologi Bandung.

Sesaat sebelum Jepang masuk ke Jawa, sepucuk surat dari East Indies Institute of America beserta memorandum Weidenreich menyarankannya untuk mengevakuasi koleksi fosil temuan ke Amerika Serikat, sebagai langkah antisipasi semasa perang. Ia bahkan tak sempat membalasnya. Maret 1942, Jepang menduduki Jawa, menggiringnya paksa bersama non-pribumi lainnya masuk kamp tawanan perang.

Bersama Dr. W. Mohler, seorang geolog Swiss dan Rolf Blomberg, jurnalis Swedia, Lutti berhasil mengamankan koleksi berharga Koenigswald. Rahang atas Sangiran 4 tak pernah keluar dari kantung baju Lutti selama pendudukan Jepang. Sedangkan seluruh fosil gigi terisolasi, dimasukkan Mohler ke dalam botol susu besar dan dikubur diam-diam di halaman rumahnya. Ketika Perang Pasifik berakhir, seluruh fosil temuannya terselamatkan, kecuali satu fosil tengkorak hominin Ngandong (seusai perang, fosil ini ditemukan di museum pribadi Kaisar Jepang dan akhirnya berhasil kembali kepadanya).

Awal Agustus 1945, bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Jepang menyerah. Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Ralph yang kurus dan lemah dibebaskan dari interniran, setelah ditawan selama 32 bulan. Tetapi bahkan waktu yang panjang itu tak menyurutkan minatnya pada paleontologi.

Di interniran, ia belajar membaca hieroglyph. Betapa sukacitanya ia ketika mengetahui simbol untuk sabit besar pada huruf Mesir kuno itu diambil dari figur rahang!

Sumber: Museum Manusia Purba Klaster Ngebung