Dapat dikata, Sangiran baru benar-benar menyeruak cemerlang sejak tahun 1934, ketika G.H.R von Koenigswald (1902-1980) menemukan alat-alat serpih kalsedon di perbukitan tandus di Desa Ngebung, bagian barat laut Kubah Sangiran. Koenigwald adalah ahli paleontologi yang menerima doktor pada tahun 1927 di usia ke-25 dari Universitas Munich, yang sejak Januari 1931, bekerja untuk Jawatan Pertambangan Hindia Belanda. Tugas utamanya adalah mengembangkan bio-stratigrafi Pulau Jawa, yang saat itu merupakan unit pendukung litho-stratigrafi dalam program pemetaan Pulau Jawa. Berbekal buku van Es itulah, dia mencermati endapan-endapan purba Sangiran, hingga dia menemukan alat-alat paleolitik non-masif itu di Ngebung. “Ini adalah alat serpih perkakas manusia purba. Di sini –suatu saat nanti—akan ditemukan fosil manusia purba sang pemilik alat-alat serpih ini”, ujarnya di siang yang panas, di puncak bukit ketika itu. Alat-alat serpih berwarna kuning kemerahan dari batuan kalsedon yang ditemukan di permukaan tanah itu sangat khas ukuran dan tenologinya, yang kelak di kemudian hari menjadi sangat terkenal dengan sebutan “Sangiran Flake-industry”, alat serpih Sangiran.