Paleoantropologi seolah takdir yang digariskan bagi Marie Eugene Francois Thomas Dubois atau Eugene Dubois. Januari 1858, setahun sebelum terbitnya on the Origin of Species, ia lahir di Limburg, dekat Pegunungan St. Peters, selatan Belanda. Masa remajanya hangat oleh iklim perbincangan seputar manusia dalam teori evolusi. Praduga Ernst Haeckel tentang “the missing link” di negeri tropis seperti Asia Tenggara dan Afrika, serta temuan rangka Homo neanderthalensis di Belgia membuat minatnya mencari fosil nenek moyang kian semai dan menajam. Tahun 1884, Dubois menyelesaikan pendidikan kedokteran di Universitas Amsterdam dan dalam dua tahun telah menjadi pengajar anatomi, sebelum ia mencapai titikbalik dan memutuskan untuk bertolak ke Hindia-Belanda: mengejar obsesi.
Di tahun keempatnya di Indonesia, Dubois berhasil mengangkat fosil yang memperkuat dugaannya akan nenek moyang manusia: sosok “matarantai yang hilang” dari Trinil. Tahun 1894, risalah ilmiah atas temuan itu dipublikasikan. Risalah itu berisi paparan mengenai bukti fisik untuk mendukung pentingnya fosil Trinil dan analisis posisinya dalam rantai evolusi manusia. Selain itu, melalui tulisannya, Dubois mengusulkan nama takson baru: Pithecanthropus, bagi figur tersebut.
Atas kontribusinya, pada 1896 ia dianugerahi Medali Paul Broca oleh Pusat Penelitian Ilmiah Nasional, Paris, dan setahun kemudian Universitas Amsterdam memberinya gelar doktor kehormatan dalam bidang botani dan ilmu hewan. Antara tahun 1895 – 1900, Dubois menulis 19 artikel ilmiah seputar Pithecanthropus erectus.
Sayang, gencarnya kritik atas Manusia Jawa yang dipercayainya sebagai “matarantai yang hilang” mengubah hidup Dubois. Kepercayaan dirinya goyah. Antara 1901 – 1923, dari 116 karangan yang ditulisnya, hanya tiga yang membahas temuan Trinil. Bahkan keluarga pun tak mampu menghiburnya. Anna Geertruida Lojenga, perempuan yang dinikahinya tahun 1886, kelak dianggapnya “dangkal” dan tak mampu memahami obsesinya.
Temuan Pithecanthropus lain dari Jawa membuatnya terlibat perseteruan dengan von Koenigswald, nyaris di sepanjang sisa hidupnya, sampai ia berpulang pada Desember 1940. Bagaimanapun, temuan dan pemikirannya banyak diperbincangkan hingga ber-dekade kemudian. Risalah awal yang dipublikasikan tahun 1894: Pithecanthropus erectus, Eine Menschenähnliche Übergangsform aus Java, memperkenalkan apa yang kini dalam analisis biologi disebut sebagai alometri: metode pengukuran dan perbandingan (skala). Metode baru yang diterapkannya dalam penulisan risalah tersebut membuatnya layak dipandang sebagai peletak dasar ilmu paleoantropologi. (ISB)
(Display 1, Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Ngebung)