Diskusi Sejarah Museum Sangiran Bersama SMA Negeri 1 Tempel

0
1588

Dalam sesi diskusi dan tanya jawab di Ruang T. Jacob Museum Manusia Purba Sangiran, banyak pertanyaan menarik yang dilontarkan oleh beberapa siswa SMA Negeri 1 Tempel pada Iwan Setiawan Bimas, S.S. sebagai narasumber. Dean, salah satu siswa SMA N 1 Tempel bertanya:

Siapa yang memiliki gagasan mendirikan Museum Sangiran?

Pertanyaan itu merupakan sebuah kisah sejarah panjang yang perlu dijelaskan pada publik agar publik memahami dan menghargai arti penting sebuah perjuangan panjang berdirinya Museum Sangiran. Museum yang menjadi pusat informasi yang menceritakan kehidupan purba dikala 2 juta tahun yang lalu. Sejarah Museum Sangiran sebagai wahana pengetahuan dan wisata menjadi subyek pertanyaan menarik dari salah satu siswa.

Perjalanan Museum Sangiran, diawali dengan penelitian yang dilakukan von Koeningswald dengan melibatkan masyarakat lokal sehingga ia mendapatkan banyak temuan fosil. Untuk melibakan masyarakat lokal, von Koeningswald bekerjasama dengan Toto Marsono yang kala itu menjadi Lurah Dera Krikilan. Dengan pengaruhnya Toto Marsono berhasil mempengaruhi warga masyarakat untuk mau diajak melakukan penelitian di Situs Sangiran.

Pada waktu itu, sekitar tahun 1930an masyarakat masih percaya bahwa fosil merupakan benda gaib, sebagai sarana pengobatan dan juga sebagai jimat. Kala itu masyarakat menyebutnya sebagai Balung Butho. Masyarakat menganggap Balung Butho sebagai sesuatu yang sakral dan masih banyak ditemukan disekitar mereka. Anggapan ini kemudian mulai diubah oleh von Koeningswald dan Toto Marsono, bahwa anggapan itu salah dan meyakinkan masyarakat bahwa Balung Butho itu adalah fosil yang dapat mengungkap kehidupan masa lalu. Dengan pengubahan anggapan masyarakat ini membuat mereka bersedia membantu penelitian yang dilakukan von Koeningswald yang didukung Toto Marsono.

Masyarakat membantu dengan menyerahkan fosil-fosil yang ditemukannya pada von Koeningswald dan Toto Marsono dengan sejumlah imbalan. Fosil-fosil yang ditemukan masyarakat ini semakin lama semakin banyak dan diletakkan di Pendopo Kelurahan Krikilan. Pada waktu itu banyak wisatawan yang datang berkunjung ke tempat tersebut, maka muncullah ide untuk membangun sebuah museum. Museum dibangun diatas tanah seluas 1.000 m2 yang saat ini digunakan sebagai Balai Desa Krikilan dan Museum tersebut diberi nama ”Museum Plestosen”. Dari waktu ke waktu, koleksi museum bertambah banyak sehingga museum tidak mampu menampungnya. Kemudian pemerintah mendirikan bangunan yang lebih representatif yang kemudian makin berkembang hingga saat ini.

Jadi museum yang saat ini dijumpai dan dikunjungi publik, merupakan suatu perjalanan panjang yang dimulai dari penelitian von Koeningswald dan Toto Marsono. Saat ini Museum Sangiran sudah berkembang dengan memanfaatkan teknologi guna melengkapi koleksi kehidupan purba yang tersaji dimuseum. (Wiwit Hermanto)