Rodat
Sebagian masyarakat di Situs Sangiran masih melestarikan kesenian tradisional. Seni rodat merupakan salah satu kesenian tradisional di kalangan umat Islam. Kesenian ini berkembang seiring dengan tradisi memperingati Maulid Nabi di kalangan umat Islam.
Tarian yang dilakukan para rodat memiliki filosofi tersendiri, tidak hanya asal menari. Nama rodat berasal dari Bahasa Arab dari kata Rodda yang artinya bolak-balik. Para penari itu memang selalu bolak-balik dalam menggerakan tangan, badan serta anggota tubuh lainnya.
Rodat merupakan bentuk seni tradisi masyarakat Sragen yang berkembang seiring masuknya Islam ke wilayah itu. Seni tradisi ini menggabungkan seni musik rebana, jidor (semacam beduk), dan gong dengan tarian yang dimainkan pria. Berdasar wawancara dengan tokoh masyarakat Desa Manyarejo, kesenian ini merupakan media untuk menyebarkan ajaran Islam serta sarana perjuangan pada masa sebelum kemerdekaan. Sragen menjadi titik penting dalam perkembangan kesenian rodat karena di wilayah ini rodat dimanfaatkan sebagai sarana perjuangan yang efektif. Pertunjukan rodat biasanya diadakan semalam suntuk yang bertujuan untuk mengelabui Belanda yang sedang berpatroli. Kesenian ini bisa dijumpai di Desa Sambirembe, Kecamatan Kalijambe. Terdapat kelompok rodat perempuan Al Hidayah yang biasa diiringi musik kotekan lesung dari Desa Saren. Sebagai aset budaya kawasan terdekat dengan Museum, maka kesenian ini ditampilkan dalam rangka menyambut tamu resmi negara. (Duwiningsih)