Budaya alat serpih Sangiran, Sangiran flakes industry, merupakan budaya pembuatan alat serpih paling tua di Indonesia. Budaya ini telah ada sejak 1,2 juta tahun silam dan terus berkembang hingga 250.000 tahun yang lalu. Pada ekskavasi arkeologis tahun 2002 di Dayu ditemukan 220 buah alat serpih dari bahan rijang dan kalsedon dengan ukuran antara 2-5 cm. Perkakas Homo erectus tersebut terendapkan secara in-situ pada lapisan pasir vlufio-volkanik di bawah lapisan lempung hitam Formasi Pucangan.
Alat batu mempunyai tanda khas pengerjaan dan pemakaian, sehingga dapat dikenali sebagai artefak buatan manusia. Tanda-tanda itu antara lain bentuk dataran bekas pukul bagian dorsal berfaset, dan bagian ventral yang justru mulus tanpa faset. Biasanya pada sisi-sisi yang tajam tampak ada bekas aus pemakaian, yang disebut perimping.
Homo erectus memiliki pengetahuan tentang bahan dasar pembuatan alat Mereka memilih bahan-bahan dari Kalsedon, Gamping kersikan, tuff kersikan, dan andesit kersikan. Bahan-bahan tersebut banyak mengandung silika sehingga dengan sedikit pemangkasan mereka sudah mendapatkan tajaman.
Produk litik yang mereka dapatkan cukup banyak yaitu serpih berukuran besar dan kecil, bilah, serut, kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, dan bola batu. Perkakas batu berukuran kecil tersebut digunakan untuk pekerjaan ringan seperti mengiris, menyayat, dan memotong serta menghaluskan benda yang lunak. Alat batu berukuran besar digunakan untuk pekerjaan seperti memotong kayu, tulang, serta memecah biji-bijian berkulit keras.
Selengkapnya silahkan klik disini