Revitalisasi situs dan cagar budaya harus meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Semua tahu, Sangiran merupakan situs bersejarah dan fenomenal. Lokasi ini bagian penting dari penelitian dunia tentang manusia purba. Di situs Sangiran ini, arkeolog asal Jerman, Von Koenigswald menemukan fosil rahang bawah Pithecanthropus Erectus. Manusia purba ini merupakan salah satu spesies dalam taxon Homo Erectus.
Situs Sangiran adalah salah satu situs warisan dunia Unesco yang ada di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Museum Sangiran dan situs arkeologinya menjadi objek wisata sekaligus objek penelitian dunia tentang kehidupan prasejarah yang tak pernah habis. Sebab, situs Sangiran dianggap yang paling lengkap di Asia, bahkan di dunia.
Sudah pasti cagar budaya ini harus dilestarikan. Namun, apakah melestarikannya cukup dengan menjaga aspek kebendaanya saja atau justru dampak sosial hingga ekonomi terhadap masyarakat sekitar yang menjadi titik pentingnya.
Arkeolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Daud Aris Tanudirja mengatakan, pelestarian cagar budaya sangat perlu memikirkan masyarakat di sekitarnya. Di dalam pelestarian, masyarakat juga harus diberdayakan dan mendapatkan manfaat dari proses revitalisasi sebuah cagar budaya.
Di dalam kajian warisan budaya internasional, kata Daud, revitalisasi adalah proses pemaknaan baru. Pemaknaan baru ini artinya warisan budaya tidak hanya dilihat sebagai bendanya saja namun juga dampaknya terhadap lingkungan. Saat ini ada kesadaran baru bahwa nilai-nilai dari warisan budaya itu harus dikembangkan supaya bermanfaat pada masyarakat.
“Keberhasilan pelestarian warisan dunia kalau menurut Unesco adalah menjadikan warisan dunia sebagai sumber daya pembangunan berkelanjutan,” kata Daud, dalam sebuah diskusi daring ‘Revitalisasi Nilai Situs Manusia Purba Sangiran’, Rabu (27/5).
Daud mengatakan, sebuah revitalisasi pada cagar budaya harus memberikan manfaat dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Selain itu, revitalisasi juga harus mempertahankan budaya lokal. “Kalau kita merevitalisasi, tapi masyarakat tidak merasakan, itu sebetulnya percuma,” kata Daud.
Kasi Pengembangan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, Septina Wardhani, mengatakan, beberapa langkah untuk mengikutsertakan masyarakat sudah dilakukan. Dia mencontohkan, perempuan di sekitar situs memiliki kerajinan tenun. Menurutnya, potensi ini bisa dikembangkan ke depannya untuk memajukan cagar budaya sekaligus menguntungkan masyarakat.Siswa mengamati fosil kepala kerbau purba pada pameran purbakala Situs Sangiran di Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (25/2/2020). Pameran kepurbakalaan rutin digelar Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran di berbagai daerah di Indonesia, setiap tahunnya, dengan tujuan menyebarluaskan nilai penting situs purbakala di nusantara kepada masyarakat – (Destyan Sujarwoko/ANTARA FOTO)SHARE
Selain BPSMP Sangiran, menurut Septina, pemerintah Sragen juga telah berupaya mengikutsertakan masyarakat. Pemerintah Sragen juga mencoba untuk merevitaliasi nilai situs Sangiran melalui media batik. “Media kain yang menggambarkan tentang evolusi manusia purba dan gading-gading yang ditemukan di Sangiran,” kata Septina.
Dia menambahkan, suasana di sekitar situs Sangiran juga sangat menarik untuk dinikmati. Di Sangiran, masih banyak ditemukan rumah kayu sederhana dan suasana masyarakat desa yang bercocok tanam di sawah. “Suasananya alami dan itu tidak dibuat-buat,” kata dia.
Sumber: republika.id