Anjungan Kabuh

0
1747

Anjungan ini berdiri diatas lapisan tanah yang terbentuk 730.000 tahun lalu

Kabuh, adalah babakan geologi sebelum Notopuro. Sebagaimana Notopuro, penamaan ini diambil dari nama desa di Mojokerto. Selain di Mojokerto, lapisan tanah ini juga terlihat di Sangiran.Sandi Stratigrafi ini mulai digunakan sejak tahun 1936, saat penelitian kandungan tanah dilakukan di Sangiran.

Sejak itu, nama-nama ini dipakai sebagai nama sandi dalam urusan “kalender geologi” Sangiran. Meski kenyataannya, Kabuh bukan saja terdapat di desa bersangkutan.

Sangiran pada masa 730 – 250 ribu tahun lalu merupakan kawasan aliran sungai yang cukup hijau, dengan dominasi rerumputan berseling pohon besar. Hewan herbivora seperti banteng, badak, dan gajah purba bergerombol merumput di bawah pohon rindang yang berseling semak belukar.

Kelompok manusia Homo erectus pun acapkali menyeruak dan menghalau hewan untuk mempertahankan relung hidupnya.

Kadangkala dari atas bukit, Homo erectus menuruni lembah tepian sungai besar untuk membuat alat batu dan mengumpulkan makanan seperti kacang-kacangan, umbi dan telur. Mereka kadang memburu hewan-hewan antara lain babi hutan, kerbau, kijang, dan sapi.

Para pemburu lincah dan cekatan ini sanggup memojokkan hewan buruannya, sebelum menujah mereka dengan kayu runcing atau merajamnya dengan batu.

Sungai yang lebar berkelok menyediakan air yang berlimpah bagi hewan dan manusia yang hidup pada masa itu. Lingkungan seperti ini juga menjadi habitat yang baik bagi buaya dan kuda sungai.

Selama 500 ribu tahun banyak peristiwa alam dan perubahan iklim terjadi sehingga lingkungan Sangiran pun kerap berubah-ubah. Menjelang akhir Kala Plestosen Tengah aktivitas gunung api meningkat. Letusan-letusan dahsyat berasal dari gunung-gunung api tua, khususnya Gunung Lawu Purba.

Lapisan Kabuh merupakan endapan yang merekam jejak kehidupan dinamis di Sangiran, 750 – 250 ribu tahun lalu. Pada awal Kala Plestosen Tengah ini, Sangiran menjadi sabana yang subur dengan aliran sungai besar berkelok-kelok. Sungai ini membawa materi erosi dari Pegunungan Kendeng Utara dan Pegunungan Sewu, lalu terendapkan menjadi lapisan lempung di bagian bawah lapisan ini. Seiring dengan itu proses geologi mengangkat daratan, menimbulkan pelipatan yang membentuk kubah Sangiran.

Sesekali erupsi gunung api Lawu Purba memasok material pasir dan kerakal ke sungai-sungai yang mengalir ke Sangiran dan terekam di bagian tengah Lapisan Kabuh setebal 30-50 meter.

Berada di wilayah beriklim tropis yang lembab, sabana Sangiran menjadi tempat hidup yang menyenangkan bagi satwa dan manusia kala itu. Tidak mengherankan di Lapisan Kabuh ini terkandung begitu banyak fosil, termasuk Homo erectus.

Pada saat itulah diperkirak an kehidupan di Sangiran mengalami puncaknya.

Situasi tersebut mulai berubah menjelang akhir Kala Plestosen Tengah ketika gunung-gunung meletus bergantian menjadikan Sangiran sebagai dataran yang gersang.

endapan yang merekam jejak kehidupan dinamis di Sangiran, 750 – 250 ribu tahun lalu.

Sumber: Museum Manusia Purba Sangiran Klaster Dayu