Damau – Pelaksanaan Rumah Budaya Nusantara yang difasilitasi Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dilaksanakan di Desa Damau Kabupaten Talaud. Wilayah Talaud sendiri adalah kawasan paling utara di Indonesia timur, berbatasan dengan daerah Davao Pilipina. Dan Desa damau adalah salah satu desa di Talaud di pulau Kabaruan sebuah pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Amerika Serikat yakni Pulau Guam.
Saat ini keterpencilan Desa Damau dan segala keterbatasan infrastrukturnya, justru di jaman dahulu Damau adalah tempat yang ramai dari aktivitas pelintasan bangsa-bangsa dunia. Adapun di desa Damau pernah didatangi oleh 5 bangsa yakni; bangsa Portugis, bangsa Belanda, bangsa Spanyol, Inggris dan China. Mereka datang sebagai penyiar agama dan pedagang, seperti penyebar agama Kristen pertama di Indonesia yakni Fransiskus Xaverius pernah menghuni desa ini.
Beberapa peninggalan berupa artefak yang dapat disaksikan saat ini yakni sisa-sisa kehidupan serta peralatan hidup yang mereka gunakan. Terdapat tulang belulang orang Eropa di Gua Arandangan, kuburan di Maluto di makamkan Lumenten yaitu tempat dikuburkannya orang-orang Maluku, adanya peninggaran putri raja Gorontalo yang terdampar di desa ini yaitu Spelanangin.
Bangsa Eropa yang datang di Indonesia dan tiba di desa Damau pada tahun 1534 masehi,dengan maksud berdagang dan menjual rempah-rempah selain itu mereka juga membawa misi keagamaan. Desa damau mempunyai pelabuhan laut yang bernama Maleburen yang berarti pertemuan dari 5 bangsa. Agama yang pertama masuk dan diterima di desa Damau adalah agama Kristen Katholik tahun 1534 dan diterimah oleh Ratu Papussya.Yang membawa masuknnya agama Katholik di desa damau adalah :Santo Fransiskus Xaverius dari Portugis, Santo Mariono dari Belanda, Santo Vlantein dari Spanyol.
Rumah Budaya Nusantara (RBN) di Desa Damau bernama Rumah Budaya Napombaru, mengambil nama pulau pasir putih yang ada di depan Desa. Dengan difasilitasi oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan, mereka melaksanakan pergelaran Seni Budaya Talaud, Pelatihan Seni Budaya, pembuatan film documenter, dialog budaya, selain itu mengunjungi tempat-tempat cagar budaya dan pariwisata alam yang berada di Desa Damau. Atraksi seni budaya yang ditampilkan seperti Tari Gunde, Tari Perang Baara, Garis Dobol, Tari kreasi baru.
Salah satu kegiatannya pergelaran seni budaya yang berlangsung di tahun 2014 ini dilangsungkan di pendopo kecamatan Damau, berlangsung meriah dipadati pengunjung dan kelompok budaya yang berasal dari belasan desa di pulau Kabaruan atau Damau tersebut. Dihadiri juga oleh Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Manado, dan dari Perguruan Tinggi yakni Universitas Sam Ratulangi.
Ratumbanua (istilah Kepala Adat Desa) Desa Damau Arvan Bawangun menjelaskan bahwa seni budaya Talaud masih bertahan di Desa Damau, meski perhatian pemerintah begitu kurang. Padahal daya tarik Desa Damau sangat besar, mengingat dalam perjalanan sejarah bangsa asing masuk di Indonesia salah satunya banyak yang menyinggahi Desa Damau.
“Kami sangat berterima kasih kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah membantu atau memfasilitasi penyelenggaraan Rumah Budaya Nusantara, dimana ada banyak kelompook seni budaya di Pulau ini perlu iven-iven yang akan melestarikan seni budaya Talaud, apalagi di Pulau Kabaruan atau Damau ini sebagai daerah perbatasan yang memiliku beberapa bentuk seni budaya khas setempat.” Ucap Arvan.
Pengajar Antropologi yang juga Wakil Dekan FISIP Unsrat Heny Pratiknjo, bersama Ricky Rumagit dari BPNB Manado yang memberikan materi pengembangan nilai budaya dalam Dialog Budaya Damau tersebut, sama-sama memberi apresiasi kepada kelompok-kelompok seni budaya di Desa Damau yang jauh dari ibu kota Kabupaten Talaud Melonguane, tapi sangat bersemangat menampilkan berbagai atraksi seni pertunjukan tradisional.
Pada akhirnya Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Manado, Rusli Manorek, di sela-sela Pergelaran Budaya menjelaskan, pelestarian seni budaya di Pulau Kabaruan ini perlu dipacu terus menerus, agar tidak hilang sebagai warisan luhur budaya bangsa. “Kami yang bekerjasama dengan pemerintah dan kelompok budaya setempat untuk memperkuat seni budaya di daerah-daerah kepulauan di perbatasan, karena dengan ketahanan budayanya semakin memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia”.*** (Steven)