Lawongo adalah seorang pemuda yang dikenal pemberani dan ulet. Pada suatu pagi yang cerah bersama ke dua belas ekor anjingnya yang galak pergilah ia ke hutan untuk berburu babi. Namun hari ini merupakan hari yang sial baginya karena tak seekorpun buruan yang berhasil diperoleh. Matahari makin tinggi dan udara pun makin panas, bersama anjing-anjingnya ia beristirahat di bawah pohon yang besar dan rindang di tepi sungai yang lebar. Karena sejuknya tiupan angin sepoi-sepoi ia pun tertidur, ketika ia terjaga dari tidur hari hampir malam dan sadarlah ia kalau ia sudah berada disekitar wilayah Maleburen. Ia mau kembali kedesanya Maleburen tetapi pasti ia akan kemalaman dalam perjalanan. Lalu ia teringat akan kekasihnya Yainsemaren yang tinggal di Nanginan. Lawongo pun pergi ke Nanginan disana ia disambut oleh kekasihnya dengan mesra. Malam itu dilaluinya dengan penuh kegembiraan bersama kekasih hatinya mereka saling memadu cinta. Pada malam itu Lawongo tertidur disamping kekasihnya, alat berburunya berada dekat tempat tidurnya. Lawongo sangat lelah setelah seharian berburu sehingga malam itu ia tertidur pulas dan lupa akan segalanya. Yainsemaren pun tertidur dengan pulas sehingga mereka tak menyadari kalau sesuatu akan terjadi. Malam itu Lawongo bermimpi ia sedang berkelahi dengan seekor babi hutan yang sangat besar dan ganas mengamuk dengan sangat marah. Mereka saling menyerang dan Lawongo kewalahan menangkis serangan dari babi hutan itu. Ia pun mengambil alatnya dan ditusukkan ketubuh binatang itu dengan perhitungan pasti babi itu akan mampus. Ternyata tusukan meleset tidak mengenai sasaran, binatang itu menjadi lebih ganas dan kembali menyerang Lawongo. Ia pun teringat akan kerisnya yang ada di dekatnya.
Malam itu awan hitam menutupi Nanginan sehingga gelap gulita, petir sambar menyambar diikuti bunyi gemuruh halilintar yang begitu keras seakan-akan ingin membelah bumi. Hujan pun turun dengan sangat deras disertai angin yang kencang menyebabkan warga Nanginan tertidur dengan lelap. Berdasarkan pengalaman warga apabila terjadi hal demikian kemungkinan ada sesuatu yang terjadi dalam lingkungan raja atau keluarga bangsawan. Tangan Yainsemaren menyentuh tangan Lawongo untuk membangunkannya dan bertepatan dengan itu dalam keadaan bermimpi Lawongo menancapkan kerisnya pada binatang itu, akan tetapi bukan babi hutan yang ditikamnya melainkan tubuh gadis pujaannya.
Lawongo mencabut kerisnya dan walaupun dalam keadaan belum sadar ia mengambil tombak lalu bersama anjing-anjingnya ia pergi lagi berburu.
Mayat Yeinsemaren kemudian dimasukkan ke dalam peti lalu ditutup. Dalam suasana sibuk secepat kilat Lawongo sudah berada disamping kekasihnya dalam peti jenazah. Tak seorang pun yang melihatnya sehingga peti pun ditutup dan di paku sehingga tidak mudah dibuka kecuali dipecahkan dengan kapak. Peti mayat langsung diusung ke Maleburen untuk dimasukkan kedalam liang lahat dalam gua Arandaganua yang berhadapan dengan Napombalu. Walaupun upacara pemakaman telah selesai tetapi Yainsemaren tetap tinggal di dekat pusara kekasihnya. Ia sangat sedih selalu menangis. Satu hari, dua hari dan seterusnya bunyi bansi masih terdengar. Pada hari keenam nada bansi terputus-putus dan pada malam hari sudah mulai sayup-sayup terdengar. Pada hari ketujuh waktu subuh ia terjaga dari tidurnya dan bunyi bansi tidak terdengar lagi. Hal ini menandakan bahwa Lawongo telah meninggal dunia sesuai dengan apa yang dikatakannya. Yainsemaren menangis sekuat-kuatnya tak seorangpun dapat menghiburnya sampai ia pingsan tak sadarkan diri. Saat ia sadar ia menangis lagi dan matanya melirik kearah selatan jauh dikaki langit kelihatan air laut berbuih seperti disembur oleh jutaan ikan paus dan seakan-akan terjadi keajaiban. Yainsemaren tidak ingat pesan kekasihnya tanpa sadar tangannya terangkat dan jarinya menunjuk ke arah keajaiban itu maksudnya untuk memberitahu orang tuanya dan juga kepada perempuan yang sedang mencuci di muara sungai Maleburen. Akan tetapi keajaiban itu tiba-tiba berhenti, barulah Yeinsemaren ingat pesan kekasihnya. Sekiranya Yeinsemaren tidak menunjuk ke tempat kejadian itu mungkin akan terjadi sebuah pulau seperti yang direnung oleh Lawango, waktu ia berdiri di pantai Maleburen sebelum ia pergi berburu yang kemudian mengalami musibah. Yainsemaren memberitahukan kepada orang tuanya dan menyuruh beberapa orang laki-laki yang berani untuk menyelidiki tempat terjadinya keajaiban itu. Kepada beberapa wanita diperintahkan untuk menyiapkan bekal dan air secukupnya karena belum diketahui secara pasti jauhnya tempat itu.
Pada suatu hari yang cerah bertolaklah beberapa orang lengkap dengan perbekalan menuju laut lepas di kaki langit sebelah selatan dari Maleburen. Mereka berlayar mengikuti angin utara. Setelah tiga jam berlayar dari jauh mulai nampak daratan tanahnya putih menyilaukan mata dan sebatang pohon tumbuh disana. Setelah mendarat terkagum-kagumlah mereka melihat pemandangan alam dihadapan mereka sebab yang kelihatan putih menyilaukan dari kejauhan ternyata adalah pasir dan kerikil. Mereka pun cemas karena tempat ini ternyata hanya bukit pasir yang dikelilingi oleh samudra raya sehingga apabila air pasang pasti daratan ini akan hilang. Mereka tidak tinggal lama disitu, tetapi segera kembali ke Maleburen untuk menyampaikan hasil penyelidikan mereka kepada kepala yang memberi tugas. Sebelum meninggalkan tempat itu mereka memberi nama Napombalu sebagai nama tempat itu. Napo artinya pulau karang, balu artinya perubahan yang terjadi tiba-tiba. Jadi Napombalu berarti pulau karang yang terjadi kerena perubahan tiba-tiba. Tempat ini terletak di sebelah selatan desa Damau yang jaraknya kira-kira tiga mil dari desa Damau.
Cerita ini mengandung pesan atau larangan sepasang kekasih yang belum menikah dilarang untuk tidur bersama.