Usaha manusia untuk mempertahankan kerajinan yang bisa meringankan pekerjaan di kebun dan pekarangan dilakukan semenjak nenek moyangnya. Pembuatan bika dilakukan secara turun temurun sudah dilakukan oleh penduduk di wilayah perbatasan Indonesia-Filipina. Di pulau Marore pulau di Ujung Utara pulau Sulawesi dan menjadikan pulau terluar menjadikan masyarakat bisa beradaptasi untuk memanfaatkan segala bahan dan potensi di pulau yang jauh dari pusat pemerintahan atau teknologi modern.
Anyaman bika berupa wadah kerajang adalah salah satu pewarisan generasi ke generasi yang mana orang tua memberikan pengetahuan terhadap anaknya dan seterusnya anaknya ke pada cucunya hingga bika yang bahannya dalam alam sekitarnya tetap lestari dipertahankan menjadi alat wadah yang berguna di kebun, pekarangan.
Bika adalah wadah tempat menaruh dari memetih hasil dari kebun seperti ubi, batata, kelapa, sayur-sayuran dan buah-buahan. Bika sebutan bahasa sangihe di pulau Marore adalah wadah yang sudah jadi berbentuk keranjang persegi empat dengan lebar 50 cm dan tinggi 120 cm, ada juga yang agak kecil bentuknya tergantung kebutuhan dan kegunaannya.
Pembuatan bika memerlukan keahlian dan ketelitian serta kesabaran, pertama uahe yang dipotong dari kebun atau hutan disekitar tempat tinggal dibelah menjadi dua atau tiga bagian, setelah itu uahe dianyam dengan cara saling menyilang dan diberi rongga dalam anyaman lain dengan ayaman tikar pada umumnya. Penganyaman dilakukan untuk keranjang/wadah, dalam penganyaman diperlukan ketelitihan dan kesabaran agar ayaman terlihat rapi dan kuat nantinya apabila digunakan sebagai wadah.