Falsafah Mekakendage

Mekakendage adalah falsafah hidup orang sangihe sejak dahulu dan diwariskan dari generasi ke generasi hingga sekarang ini. Sejak kapan ungkapan ini berlaku  tidak diketahui  secara jelas karena tidak dalam tulisan yang menjadi dokumen yang dapat dipegang. Namun menurut penuturan informan ungkapan ini sudah digunakan sejak dahulu para leluhur orang Sangihe ketika akan memberikan nasehat atau wejangan dalam setiap aktivitas yang akan dilaksanakan. Mekakendage bukan sekedar ungkapan tetapi telah dijiwai oleh para leluhur orang Sangihe sejak dahulu sehingga setiap aktivitas selalu dilandasi dengan falsafah tersebut. Hingga kini ungkapan ini sering disampaikan oleh para pemuka adat, agama, pemerintah, dalam setiap acara-acara baik resmi atau tidak resmi apabila ada kesempatan memberikan wejangan.

Mekakendage atau kasih mengasihi.

Ungkapan hikmat dari para leluhur  orang Sangihe ”Mekakendage” merupakan kekayaan budaya yang memiliki makna, suatu petuah tentang hidup yang dilandasi kasih mengasihi dan kerja sama. Kehidupan yang bernuansa kebersamaan dan kasih sudah lama dikenal dan didipraktekan oleh orang sangihe yang merupakan warisan yang sangat mahal diturunkan kepada anak cucu hingga sekarang. Kehidupan yang dijiwai oleh kebersamaan meliputi seluruh aspek kebutuhan masyarakat. Kerja sama ini juga disemangati oleh jiwa “Mepalose” yang menjadi cirri khas orang sangihe dalam melaksanakan aktivitas selalu dalam konteks kebersamaan dan bermotifkan makna kekeluargaan yang diwujudkan dalam kerjasama seperti saling membantu membuat perahu, membuat alat tangkap tradisional (seke) membangun rumah tempat tinggal, membuat jembatan atau kepentingan hidup bersama dalam masyarakat, kerja bersama bila terjadi musibah bencana alam serta kerjasama bila terjadi peristiwa kematian salah satu anggota keluarga. Demikian pula bila ada peristiwa perkawinan, mulai dari persiapan, sampai pada tradisi mencari tau silsilah rumpun keluarga kedua calon pengantin, sampai pada pelaksanaan pesta perkawinan.

Nilai kebersamaan ini diletakan pada poros kehidupan sehingga hasilnya dapat dinikmati secara merata dan kebersamaan. “Mekakendage” (kasih mengasihi) sangat Nampak pula ketika seseorang atau sekelompok orang baru tiba dari melaut sebagai nelayan disambut oleh masyarakat dengan mengangkat perahu secara bersama sambil menjemur pukat, setelah itu hasil ikan tangkapan dibagi secara merata dan semua orang berada diseputar perahu  mendapat bagian yang dibawa pulang kerumah masing-masing. Demikian pula seorang petani ketika baru saja pulang dari kebun sebelum menikmati hasilnya bersama anggota keluarga maka ada bagian yang diberikan kepada tetangga-tetangga, tindakan ini adalah amanat dari para leluhur . Tindakan ini menandakan secara sadar orang Sangihe memahami bahwa hidup yang dijalani itu bukan hanya milik sendiri tetapi dengan falsafah hidup  “Mekakendage”  hidup harus berlandaskan kasih mengasihi kebersamaan.

Ungkapan tradisional ini sering disampaikan oleh orang tua pada anak-anak sebagai ajaran , petuah dan nasehat juga sering diungkapkan dalam pemberian petuah pada pesta perkawinan, pesta adat, kematian dan acara-acara ritual lainnya. Ungkapan tersebut biasanya disampaikan oleh para toko adat, tokoh agama dan pemerintah.