Dinamika keagamaan sendiri tidak terlepas dari perubahan kekuasaan atau dalam kaitannya untuk menjaga keseimbangan kekuasaan masa kolonial. Agama Islam mulai dikenal di Manado pada tahun 1684 setelah kedatangan buruh-buruh yang didatangkan VOC untuk mendirikan brikade atau benteng kayu. Agama Islam mengalami perkembangan sekitar tahun 1740 setelah kedatangan orang-orang Arab di Manado untuk berdagang yang kemudian menetap (Kampung Islam Tuminting) dan kemudian membuat perkampungan tersendiri di bagian Timur Benteng Amsterdam, berdekatan dengan pelabuhan di muara Sungai Tondano.
Berangkat dari sudut perkembangan Islam terjadi peningkatan signifikan setelah tokoh-tokoh ulama dari berbagai daerah yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial diasingkan ke Minahasa. Tondano merupakan tempat pengasingan para tokoh-tokoh Islam, seperti Kyai Modjo bersama para pengikutnya pada tahun 1830 diasingkan dan menetap di Tondano. Beberapa pengikutnya kemudian melakukan perkawinan dengan gadis-gadis Tondano,sehingga hasil perkawinan campuran (amalgamasi) tersebut telah menciptakan berbagai nama keluarga atau fam, seperti Tumenggung Zess, Modjo, Pulukadang, dan Baderan.
Demikian pula Pangeran Diponegoro bersama para pengikutnya diasingkan di Tondano. Para pengikutnya juga melakukan perkawinan dengan gadis-gadis Tondano, kemudian menurunkan keluarga Djoyosuroto, Sataruno, Mertosona, Nurhamidin, Banteng, dan Sataruno. Terjadinya perkawinan antara para pengikut Kyai Modjo dan Pangeran Diponegoro dengan gadis-gadis Tondano menjadikan tempat mereka menetap berkembang dan kemudian dikenal dengan nama Kampung Jawa Tondano atau disingkat Jaton.
Selain Kyai Modjo dan Pangeran Diponegoro, beberapa tokoh-tokoh Islam lainnya yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial juga diasingkan di Tondano, dan keluarga serta pengikutnya melakukan perkawinan dengan gadis-gadis Jawa Tondano. Pada 1846, Kyai Hasan Maulani dari Lengkong, Cirebon diasingkan ke Tondano. Tahun 1848, Pangeran Ronggo Danupoyo (Surakarta). Kemudian Imam Bonjol (Sumatra Barat) dikenal dengan perang Padri (1821-1838). Beliau diasingkan di Minahasa dan wafat 6 Nopember 1864, dikebumikan di Desa Lotak, Pineleng. Tahun 1861, K.H. Ahmad Rifa’i (Kendal, Jawa Tengah). Di Kampung Jawa Tondano beliau aktif memperkenalkan kesenian rebana. Tahun 1880, Sayid Abdullah Assagaf (Palembang) adalah keturunan Arab, dan melakukan percampuran budaya Arab dan Jawa, yang sebelumnya kental dengan budaya Jawa. Tahun 1884,Gusti (Pangeran) Perbatasari (Banjarmasin), dan tahun 1895, Tengku Muhammad atau dikenal dengan nama Umar (Aceh) diasingkan ke Tondano namun tidak mempunyai keturunan di Kampung Jawa Tondano. Selain itu pada tahun 1889 terdapat kelompok dari Banten yang diasingkan juga di Jawa Tondano.
Peradaban Islam di Manado mengalami perkembangan setelah masuknya pelayaran dan perdagangan yang dilakukan oleh para pedagang Islam. Mereka kemudian menetap dan dikembangkan menjadi sebuah perkampungan yang namanya disesuaikan dengan daerah asalnya di sekitar kawasan pelabuhan, sesuai dengan mata pencahariannya sebagai pedagang.
Graafland memberi pemahaman tentang perkampungan-perkampungan orang Islam di Manado. Di Kampung Islam terdapat dua pasar yakni pasar untuk barang kering khusus penjualan pakaian, dan pasar untuk barang basah. Belakang pasar terdapat sungai Manado yang dekat dengan muara, kedua sisi sungai Manado merupakan pemukiman orang Ternate. Perkampungan lainnya adalah Kampung Arab yang letaknya tidak jauh dari benteng dan berada dekat pasar tempat mereka beraktifitas. Pedagang atau nelayan dari Ternate, Makassar, dan Gorontalo bermukim di bagian Timur Sungai Tondano dikenal dengan Kampung Ternate Tua, dan Ketang Tua.
Selain keberadaan perkampungan Islam, peradaban Islam dapat ditelusuri dengan didirikannya mesjid di perkampungan Islam sebagai tempat ibadah. Mesjid dalam perkembangan selanjutnya selain sebagai fungsi ibadah, juga berperan dalam sosialisasi Islam. Keberadaan perkampungan Islam dan mesjid sebagai tempat ibadah turut mewarnai perkembangan kota, dan meninggalkan jejak-jejak peradaban Islam. Unsur-unsur kebudayaan bercorak Islam antara lain terwakili dalam kehidupan masyarakat dan arsitektur bangunan yang terdapat pada mesjid dan makam sekarang ini.
Beberapa tempat peninggalan sejarah yang telah didata dan diiventarisir mempunyai arti penting bagi kehidupan penduduk Sulawesi Utara khususnya maupun bangsa Indonesia pada umumnya. Untuk itu keberadaan peninggalan sejarah dapat memupuk rasa persatuan dan kebanggaan nasional serta memperkokoh jatidiri bangsa. Namun demikian, perhatian dan pengetahuan tentang sejarah bangsa, di kalangan masyarakat khususnya siswa SMA/SMK dan guru umumnya sangat terbatas. Hal ini tentunya terkait dengan kesadaran akan kurangnya pengetahuan dan pemahaman makna suatu peristiwa sejarah di daerahnya.
Sehubungan dengan uraian di atas, maka tema yang dipilih dalam kegiatan Lawatan Sejarah Daerah di Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara adalah ”Menyusuri Jejak Peradaban Islam di Sulawesi Utara”. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa di Sulawesi Utara terjadi interaksi dengan peradaban Islam yang turut mewarnai kehidupan masyarakat dan perkembangan daerah Sulawesi Utara.
Pelaksanaan kegiatan Lawatan Sejarah ditujukan bagi para siswa SMA/SMK dan guru se Provinsi Sulawesi Utara sejumlah 100 peserta, meliputi 80 siswa dan 20 guru. Dengan perincian bahwa setiap sekolah mengutus 4 siswa yang mempunyai prestasi serta 1 orang guru utamanya mengajar di bidang sejarah. Para peserta dari 20 sekolah berasal dari Kota Tomohon, Manado, Kabupaten Tondano, Minahasa Utara, Minahasa Selatan, dan Minahasa Utara.
Lokasi kegiatan Lawatan Sejarah adalah tempat-tempat bersejarah yang ada di Sulawesi Utara antara lain: Kota Manado, Kota Tomohon, dan Kabupaten Minahasa. Adapun tempat-tempat bersejarah yang dikunjungi yaitu:
- Kampung Jawa Tomohon di Tumatangtang, Kota Tomohon.
- Makam Sam Ratulangi di Tondano, Kabupaten Minahasa.
- Makam Kyai Modjo di Jawa Tondano, Kabupaten Minahasa.
- Masjid Al-Falah Kyai Modjo, di Jawa Tondano, Kabupaten Minahasa.
- Kesenian Hadrah di Jawa Tondano, Kabupaten Minahasa.
- Makam Imam Bonjol di Lotta, Pineleng, Kabupaten Minahasa.
- Makam Ratu Sekar Kedaton di Kota Manado.
- Masjid Raya di Kota Manado.
- Masjid Awwal Fathul Mubhien di Kota Manado.
- Masjid Al Mashyur di Kampung Arab, Kota Manado.