Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, dan Wakil Gubernur Steven Kandouw mendapat gelar adat dari masyarakat adat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Gelar adalah Ki Doni Kiombu dinobatkan kepada gubernur Sulut. Kemudian Wakil gubernur menerima gelar Kiapango Doni Kiombu.
Prosesi ini berlangsung di Rumah Komalig RS Pontoh Kaidipang Besar, (16/10/2018), dahulunya adalah istana kerajaan Kaidipang.
Kepada Gubernur Sulut diserahkan sebuah tongkat adat sebagai tanda gelar Ki Doni Kiombu.
Penobatan adat juga kepada Bupati dan Wakil Bupati Bolmut periode 2018-2023. Gelar Ki Doni Pangulu Agu untuk Bupati Bolmut Depri Pontoh, dan Wakil Bupati Amin Lasena menerima gelar Apango Doni Pangulu.
Sebelumnya rombongan pejabat yang datang disambut payung adat kebesaran, irama kulintang yang terbuat dari perunggu, tarian ‘Tinggulu dan Tobugu’ sebuah tarian perang. Lalu disambut dengan ‘Sasamoto’ atau kata-kata jemputan mengandung makna puji-pujian serta harapan kepada pemimpin.
Prosesi adat yang kusyuk ketika Bupati dan Wakil Bupati Bolmut dibersihkan dengan air bersih ditaburi ramu-ramuan untuk menjadikan diri pemimpin bersahaja, berwibawa, berkarisma, memiliki daya supranatural, dan dijauhkan dari malapetaka.
Ritual sakral ini disebut ‘Kiombu Ai Tabonga’. Dan prosesi ‘Sinuloka’ sebagai rangkaian upacara tabongo, bermakna penolakan diri dari segala angkara murka yang bisa menimpa saat menjalankan tugas.
Selanjutnya adat ‘Niukata’ yaitu sebuah ucapan-ucapan untuk bupati dan wakil bupati bersedia menerima tahta sebagai ‘Kidoni Pangulu’.
Pada akhirnya kedua pemimpin dipasangkan mahkota kebesaran serta selendang, ini disebut ‘Mopoguli Makuta’ simbol bahwa bupati dan wakil bupati adalah pemimpin yang patut dihormati dan mengayomi masyarakatnya dengan arif dan bijaksana.
Setelahnya prosesi adat ‘Molulugu Keleso’ berupa penyerahan keris kebesaran. Dan prosesi adat ‘Molulugu Sungguru’ penyerahan tongkat kekuasaan.
Lalu prosesi adat ‘Molulugu Boneha’, yakni penyerahan bendera kedaulatan. Berikutnya adat ‘Ni Udi-Udia’ yaitu kata penobatan oleh punggawa yang mengandung nasihat dan sumpah adat. Bupati dan wakilnya harus menjalankan amanah rakyat jikalau melanggarnya akan mendapat sangsinya.
Sumpah tersebut bunyinya “Menjadi Hitam Seperti Arang, Menjadi Kuning Seperti Kunyit, Akan Larut Seperti Garam, Diserap Tanah Seperti Air dan Akan Kering Seperti Kayu”.
Prosesi adat ini dilengkapi dengan pergelaran seni budaya tradisi kerajaan Kaidipang. Pertama tarian Giomu sebagai simbol kesatuan kaum perempuan dan laki-laki. Dan adat Turunani, seni tradisional bernuansa islami.
Adat dan tradisi di Bolaang Mongondow Utara yang terus berlangsung dalam era modern ini. Sebuah kelanjutan dan pemertahanan budaya dari wilayah yang dahulunya adalah kerajaan Kaidipang dan kerajaan Bintauna.
Penulis : Steven Sumolang