Ritual Mappandesasi dan Nelayan Mandar di Kecamatan Abeli Sulawesi Tenggara Oleh: Hasmah

 

Ritual Mappandesasi dan Nelayan Mandar

di Kecamatan Abeli Sulawesi Tenggara

 

Mappandesasi Ritual and Fisherman in Ablei District,

Southeast Sulawesi, Mandar

 

Oleh:

Hasmah

 

Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan

AlamatJalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km.7 Makassar

Telepondan Faksimili: (0411) 865166

hasmahmawi@gmail.com

 

 

ABSTRACT

Mappandesasi ritual is an oral folklore tradition, a folklore which form is a compiled of oral and non-oral elements. Oral tradition connects generation of past, present and future. Oral tradition inherited from generation to generation, in everyday life, thoughts, sayings, and behavior of individual or group is the real implementation of the text. This research is a qualitative-descriptive research and uses deep interview and observation method. The result of this research show that the ritual is usually performed before fishermans goes fishing, as a gesture of asking for safety and fortune to the sasi guardian and also performed after fishing to thank the sasi guardian for granting them safety and fortune. In mappandesasi ritual, the people prepare some equipment as a ritual medium. It consist of cattle, beke, and mannu as the sacrificial animal.

Keywords: ritual, sasi, fisherman, and Mandar

 

ABSTRAK

Ritual mappandesasi merupakan tradisi lisan folklor, yaitu folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan.Tradisi lisan menghubungkan generasi masa lalu, sekarang dan masa depan. Tradisi lisan itu diturunkan dari generasi ke generasi, dalam kehidupan sehari-hari, pemikiran, perkataan, dan perilaku secara individu dan kelompok adalah implemtasi senyatanya dari teks-teks tulisan itu. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan pergelaranritualinidilakukanbiasanyasebelum melakukanpelayaranuntuk menangkap ikan sebagai bentuk permohonan keselamatan dan rezeki yang banyak kepada penjaga sasidansetelahmelakukanpelayaranmenangkapikan sebagai bentuk rasa syukur para nelayan kepada penjagasasi atas berkah yang telah dia berikan kepada nelayan. Dalam pelaksanaanritualmappandesasimasyarakatmenyiapkanbeberapaperlengkapan sebagaisaranaritual.Perlengkapantersebutterdiriatassapi, beke,danmannusebagaibinatang sesembahan.

 

Kata kunci: ritual, sasi, nelayan, dan Mandar

 

 

Latar Belakang

BudayaetnikMandarmerupakansalahsatu kekayaanbudayabangsayangbelum didokumentasikan. Sebagai masyarakat yang memiliki identitasnya sendiri, Kelurahan Bungkutokodihuniolehsalahsatudiantaranya adalahetnikMandar,mayoritasberagamaIslam.Halinidapatdijumpaidalamkehidupanmerekasehari- hari yang masih mempraktikkan kepercayaanlokal(religi)danmasih animisme dan dinamisme, seperti memberikan sesajenterhadap penguasa laut.

Salah satu tradisi yang masih dipertahankan dalam masyarakat etnik Mandar di KelurahanBungkutokohinggasaatiniadalahritual Mappandesasi.yaitusuatutradisi kepercayaan masyarakatnelayan etnik Mandar terhadap laut yanghinggakinimasihdipegang teguh. Menurut masyarakat pemiliknya prosesi ritual memberi makan laut ini sudah dilaksanakan sejak nenek moyang yang bermukim di daerah Mandar dan diwariskan secara turun-temurun hingga saat ini.

MasyarakatnelayanetnikMandarsangatmempercayaiadanyaritual mappandasesasi. Prosesi ritualmapandasesasidipimpinolehseorangsansro‘dukun’yangberasaldarietnik Mandar.Dukunatausandrodalam kehidupansehari-harinyahidupbersamadenganmasyarakat padaumumnyadanmempunyaimatapencaharian sepertimasyarakatlainnya,yaknisebagai nelayan.Akantetapi,seorang sandrobiasanya adahal-haltertentuyangmembedakannyadenganmasyarakatpadaumumnya,yakniseorangsandrodapatberhubungandenganroh-rohhaluspara leluhur yang dianggap membantu dan melindungi masyarakat Mandar.

Lampe (2004:7) menyatakan bahwa nelayan dan pelaut-pelaut dari Sulawesi Selatan mempercayai keyakinan dan praktik agama sebagai model penyelamatan serta keberuntungan ekonomi. Dengan keyakinan, doa, dan mantra dapat dihindarkan ancaman ganasnya gelombang laut, badai, pusaran air, dan arus besar. Kekuatan do’a dapat menghindarkan diri (nelayan) dari gangguan raksasa laut (gurita, hiu) dan menjinakkan gelombang, bahkan menaklukkan hantu-hantu laut di lokasi-lokasi penangkapan yang kaya dengan sumber daya bernilai ekonomi tinggi. Spirit agama dipadukan dengan mental untuk menggerakkan usaha lainnya seperti keberanian menanggung resiko ekonomi. Keteguhan mental, persaingan, adanya adaptasi, wawasan luas, dan lain-lain menjadi modal sosial masyarakat Mandar.

Ritual mappandesasi merupakan tradisi lisan folklor, yaitu folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Yang termaksud folklor sebagian lisan adalah kepercayaan rakyat, adat-istiadat, permainan rakyat, upacara pesta rakyat, (Dananjaja 1986:22). Unsur lisan dari ritual mappandesasi terletak dalam doa/mantranya, nyanyian rebana. Unsur bukan lisan dapat dilihat dalam sesaji, pemotongan kurban, pembakaran dupa (kemenyan), kepercayaan adanya penjaga laut.

Tradisi lisan menghubungkan generasi masa lalu, sekarang dan masa depan. Tradisi lisan itu diturunkan dari generasi ke generasi, dalam kehidupan sehari-hari, pemikiran, perkataan, dan perilaku secara individu dan kelompok adalah implemtasi senyatanya dari teks-teks tulisan itu. Pudentia (2008; 4) menegaskan bahwa tradisi lisan bisa dipandang sebagai rangkaian berkesinambungan dari dokumen sejarah, yang kemudian dapat dijadikan sebagai bukti sejarah; sejarah keberlangsungan hidup dan kehidupan sebuah suku bangsa.

Salah satu upacara ritual adat warisan dari nenek moyang yang diturunkan secara internalisasi dari generasi ke generasi dan masih dipertahankan dan dilaksanakan hingga saat ini oleh masyarakat etnik Mandar di Kelurahan Bungkutoko adalah mappandesasi. Mappandesasi, yaitu suatu tradisi kepercayaan masyarakat nelayan etnik Mandar terhadap laut yang hingga kini masih dipegang teguh. Menurut masyarakat pemiliknya prosesi ritual ini sudah dilaksanakan sejak nenek moyang mereka yang bermukim di daerah Mandar. Masyarakat Bungkutoko, khususnya masyarakat nelayan Mandar tidak terlepas dari berbagai ritual upacara yang dilakukannya. Nelayan etnik Mandar mempercayai adanya penghuni laut yang disebut Penjaga Sasi. Sebagaimana halnya suku Mandar yang beraktivitas sebagai nelayan, rutinitas dalam melakukan upacara-upacara selalu dilakukan untuk kesuksesan pekerjaan sebagai nelayan. Hal ini dilakukan karena dianggap sangat penting sehingga pelaksanaannya pun melibatkan tokoh-tokoh adat yang berasal dari Mandar.

Pengetahuan tradisional masyarakat Mandar tentang ekologi kelautan merupakan pengetahuan tradisional yang sifatnya turun-temurun. Nelayan etnik Mandar sangat percaya bahwa betapapun kuatnya tantangan dalam mengarunginya, laut tetap menawarkan peluang keberhasilan bagi nelayan dalam mencari nafkah, dengan berbagai sumber daya laut yang terkandung di dalamnya. Agar memperoleh hasil tangkapan yang banyak, masyarakat nelayan etnik Mandar harus memiliki daya juang, yakni ulet meskipun hanya memanfaatkan terknologi tradisional andalan masyarakat. Nelayan etnik Mandar umumnya masih memegang aturan-aturan, mekanisme alamiah (natural), pedoman-pedoman tradisi leluhur dalam melaut, seperti kepercayaan tentang roh dan penguasa laut. Musim penangkapan ikan berdasarkan arah dan kekuatan angin, pengetahuan tentang gelombang laut, badai, dan sebagainya.

Ritual mappandesasi(memberi makan laut), merupakan suatu bentuk upacara khas yang bersifatsakral(suci)bagimasyarakatnelayan etnik Mandar di mana pun berada. Ritual mappandesasimerupakan media komunikasi masyarakat etnik Mandar dengan lingkungan laut, sehingga sangat penting ritual ini dilakukan. Pelaksanaan ritualmappandesasi terhadap masyarakatnelayanMandarbertujuanuntukmemintakepadapenjaga sasiagar diberikan keselamatandalam melautdanmendapatkanhasiltangkapanyangbanyak.Dengandemikian, masyarakatnelayanetnikMandardiKelurahan Bungkutokomasihtetapmempertahankanritual mappandesasi di era globalisasi seperti sekarang ini, meskipun pelaku ritual telah berkurang.

Masyarakat etnik Mandar sangat meyakini ritualMappandesasisebagai salah satu media yangmenghubungkanmerekauntukberkomunikasidenganpenjaga sasi. Dengan ritual mappandesasi masyarakat etnik Mandar dapat menjinakkan ganasnya air laut menjadi bersahabat dengan nelayan, dapat terhindar dari ancaman gurita besar, gelombang besar, dan bias mempermudahdatangnyarezeki.

Konsepsi Ritual Mappandesasi

Ritual adalah upacara kurban untuk pemulihan dan pemeliharaan keharmonisan hubungandenganTuhan,leluhurdandenganalam.Di dalamnyatermaksudtuntutanpemujaan dalamupacarauntukberkomunikasidenganalam semestaataudenganTuhandalamkonteks budayasuatu masyarakat, misalnya upacara adat keanekaragaman, upacara keagamaan (Fox,1984 : 16 Halliday, 1997 : 12).

Mappandesasi merupakan suatu upacara berupa serangkaian tindakan yang dilakukan sekelompok orangmenurutadatkebiasaaansetempat,yang menimbulkan rasa hormat yang luhur sebagai suatu pengalaman suci.Endaswara (2003 : 175) mengklasifikasiritualmenjadidua. Pertama,ritualkrisishidup, artinyaritualyangberhubungandengankrisishidupmanusia.Manusiapadadasarnyaakanmengalamikrisishidup,ketikamasukdalam peralihan.Padamasaini,diaakanmasukdalam lingkupkrisiskarenaterjadiperubahantahapanhiduptermaksuddalam lingkupiniantaralain kelahiran, pubertas dan kematian. Keduaritualgangguan,yakniritualsebagainegosiasidengan rohagartidakmengganguhidupmanusia.Ritual semacam inidalam masyarakatMandarsering diwujudkan dalamtradisi selamatan.

Tradisi ritual tersebutdi atas, ternyata memiliki fungsi bagi keberlangsungan hidup di antaranya :

  1. ritualakanmampumengintegrasikandanmenyatukanrakyatdenganmemperkuatkuncidan nilaiutamakebudayaanmelampauidandiatas individudankelompok,berartiritualmenjadi alat pemersatu atau interaksi.
  2. ritualjugamenjadisaranapendukunguntukmengungkapkanemosikhususnyanafsu-nafsu negative; dan
  3. ritual akan mampumelepaskantekanan tekanan sosial.

Dalam sistemupacarakeagamaan terkandungempataspek,yaitu(1)tempatupacarakeagamaan,(2)tempatpelaksanaanupacara, (3) waktu pelaksanaan upacara, dan (4) benda-benda dan peralatan upacara serta orang yang melakukan dan memimpin jalannya upacara.

MappandasesasiberasaldaribahasaMandar,yaknidarikatamayangberarti‘me’, pande berarti‘berimakan’dansasi berarti‘laut’. Katamappandasesasibermakna‘memberimakan laut’.Kata mappandasesasi‘memberi makan laut’ merupakan salah satu tradisi masyarakat nelayanetnikMandaryangbermukimdidaerah Mandardandiwariskansecaraturun-temurun, serta masih tetap dipertahankan keberadaan walaupun bukan di kampung sendiri.

 

METODEPENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitianyangmenghasilkandatadeskriptifberupadatatertulisataulisandariorang-orang yang diamati. Berdasarkan filsafat rasionalisme bahwa suatu ilmu yang valid diperoleh dari pemahamanintelektualdankemampuanberargumentasisecaralogis.Dalam realitasempirik adalahtunggal(samadenganpositivism penganutpaham monism)tetapirealitastersebuttidak diinterpretasikan dari prespektif (Muhadjir, 2000 : 83-84).

Metodekualitatif adalahmetodepengumpulandatamelaluipengamatan,wawancaraatau penelaahandokumen.Metodeini digunakan karena beberapapertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua,metodekualitatifmenyajikansecara langsunghakikathubunganantarapenelitidan informan.Ketiga,metodekualitatif inilebihpekadanlebihdapatmenyesuaikandiridengan banyakpenajamandenganpengaruhbersamaterhadappola-polanilaiyangdihadapi.Melalauimetodekualitatif,memungkinkan peneliti untuk menata,mengkritisi,dan mengklarifikasikan data yang menarik. Dengan demikian, penelitian kualitatif ini membimbing peneliti untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis yang baru (Endraswara, 2003:14-15).

RitualMappandesasi

Ritualmappandesasiadalahsalah saturitualtradisimasyarakatnelayanetnikMandar yakni memberi makan laut dengan cara memberi sesajen kepada laut. Pelaksanaan ritual mappandesasidipimpinolehseorangdukun(sandro) yang memang didatangkan dari tanah Mandar.Ritualmappandesasibertujuanuntukmemintakepadapenjaga sasiyangbiasadisebut setassasi,agarnantidalam melaksanakanaktivitas melautparanelayansenantiasadiberikan keselamatan dan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak.

Dukun (sandro) yangmenjadipemimpinupacaraadalah masyarakat biasa yang hidup bermasyarakatsepertiparanelayan.Biasanyapekerjaan sandrodalam masyarakatadalahbertani ataujugabisasebagainelayan.Akantetapi,orangmenjadisandroharusmelaluikesepakatan paratokohadatdantokohmasyarakat.Seseorangapabiladinobatkanmenjadi sandroharus memiliki bebrapa criteria, seperti harus beribadah kepada Allah SWT, berprilaku sopan terhadap sesama, baik dan rendah hati, serta memiliki kelebihan dalam hal menyembuhkan atau mengobati orang sakit.

Tidakhanyaitu,yangmenjadisandroatau pemimpindalam pelaksanaanritual mappandesasiadalahbenar-benarorangyangmemilikikelebihandalam halmenghadirkanroh- rohparaleluhurdanbisaberkomunikasisecaralangsungdenganroh-rohtersebut.Termasuk jugasandrotersebutbisaberkomunikasidengansetassasimelaluikemampuanilmuspritual yangdiamiliki.Sandroyangmenjadipemimpindalam ritualmappandesasidalammasyarakat nelayan etnik Mandar di Kelurahan Bungkutoko adalahsandroyang selalu didatangkan dari Mandar Sulawesi Barat. Hal ini diakibatkan oleh kemampuan ilmu spritual yang dimilki oleh sandro di Kelurahan Bungkutoko belumbisa mengantarkan mereka untuk berkomunikasi dengan roh para leluhur dansetassasi.

Agarkeinginanparanelayanituyaknikeselamatandanhasiltangkapanyangbanyak makadalamupacaraitu diadakanpemotonganhewansebagaikorban.Setelahdipotonghewan korbantersebutdibuangkelaut.Apabilahewantersebuttenggelam makaitupertandabahwa hewanyangmenjadisesembahanditerimaoleh setassasi.Dengandemikian,makaparanelayan tidakakanmendapatkankesialanlagidalam melautkarenamenurutnelayanetnikMandar kesialanitusudahtenggelam bersamahewankorbanyangdibuangkelautolehsandro.Hewan yangmenjadibahansesajendalam ritual mappandesasitersebutterdiriataskambing(beke)dan ayam (manu).Keduajenishewantersebutdisembeliholehdukun(sandro).Sebelum disembelih hewantersebutterlebihdahuludimandikanoleh sandrodenganairbersihdanairtersebutsudah dibacakanmantraolehsandro.Hewantersebutdisiramiairdarikepalasampaiujungkakidan hal tersebut (memandikan hewan) diulangi sampai tiga kali, semua itu dilakukan olehsandro.

Ayam yangdijadikankurbandalamritualiniadalahayamyangkeseluruhanbulunya berwarnaputih,tetapidiketiakayamtersebutterdapatsehelaibuluhhitam.Bisasebaliknya, ayam yangkeseluruhanbulunyaberwarnahitam,tetapidiketiakayam tersebutterdapatsehelai buluhberwarnaputihataudisebutsebagaibulusirua.Ayamyangdijadikansebagaihewan korban dalam ritualmappandesasi haruslah ayam jantan, sedangkan kambing yang dijadikan sebagai hewan kurban, yaitu kambing jantan yangmasihmuda.Menurut salah seoerang tokoh adatetnikMandarterkaitdenganmengapaayam dankambingyangdikorbankanharussama- sama jantan. Hal ini terkait dengan aktivitas melaut yang dilakukan oleh kaumlaki-laki.

Hari pelaksanaan ritual mappandesasi ini harus ditentukan oleh sandro. Biasanya pelaksanaan ritualiniselalujatuhpadahariKamissampaimalam Jum’at,yangmenurutsandro hariituadalahhariyangbaik dalam perputaranhari.Untukmentukanbulanberapadantanggal berapasertahariapapelaksanaan ritualmappandesasiini,biasanyasandromenggunakan penghitunganatauperputaranwaktupadahitungan10ataulebihbulandilangit.PelaksanaanritualmappandesasijatuhpadahariKamisdanpuncakritualdilakukanpadamalam Jum’atyang disebut pangudunna allo atau malam istimewa.

Proses Pelaksanaan RitualMappandesasi

Terdapat beberapa ketentuan yang perlu mendapat perhatian setiap orang bila hendak mengikutiritual mappandesasi. Orang yang hendak melakukan ritual mappandesasiperlu mempersiapkandiri(sehatjasmanidanrohani).Selainkesehatanjasmanidanrohani,orang- orangyang hendak melakukan ritual mappandesasi harus menyiapkan benda-benda sebagai prasaratsahnyaritual.Syaratsahnyaritualiniterdiriatas bebrapajenis,mulaidaribinatang sebagai sesembahan, dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan.

Upacaraatauritual mappandesasimerupakansalahsatutradisimasyarakatnelayanetnik Mandar di mana pun berada, termasuk di Kelurahan Bungkutoko Kecamatan Abeli, Kota Kendari.Ritualini(mappandesasi) diwariskan secara lisan dan turun-temurundarigenerasike generasi,dandiyakiniolehmasyarakatpendukungnya(nelayanetnikMandar)sebagairitualuntukmenolakbalaataumenghindarimalapetaka selamamelakukanaktivitasmelaut.Selainitu, ritual mappandesasi diyakini oleh masyarakat pendukungnya (nelayan etnik Mandar) sebagai ritual yang dapat mempermudah datangnya rezeki. Artinya, bahwa dengan melakukan ritual mappandesasi maka orang yang melaut akan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak. Pelaksanaan ritualmappandesasi terdiriatasbeberapa tahapan,yaknimengumpulkan sumbangan, memotong hewan kurban, pelaksanaan ritual mappandesasi, meletakkan sesaji, acara makan bersama.

Pertama kali yang dilakukan oleh warga etnik Mandar dalam mempersiapkan pelaksanaanritualmappandesasiadalahmengumpulkansumbangan.Sumbangan inibiasanya dalambentukuang,tetapiadajugadalambentukbarang.Sumbangandalambentukbarang sepertikambing,(beke),ayam (mannu)ataubahanperlengkapanrituallainnyasepertiberas. Pengumpulansumbangantidakmelaluirumahkerumah,tetapimelaluikapal,artinyasemua kapal yang pemiliknya dari etnik Mandar dan digunakan sebagai alat untuk menangkap ikan dimintaiuangdemilancarnyapelaksanaanritualmappandesasi.Artinya, setiapkapalmilik nelayanetnikMandardikenakaniuranuntukbiayapelaksanaanritual mappandesasi,dan biasanya satu kapal dimintai uang sejumlah Rp 400.000,00.

Semuakebutuhandalam ritualmappandesasimulaidaripengadaanbinatangyangakan dijadikan sebagai binatang kurban sampai dengan sesembahan diadakan. Pembelian kambing (beke)danayam (mannu)selaluterpenuhiolehuangsumbangandariparapesertaritual.Akan tetapi,dalamkondisiyangmodernsepertiini, tuntutankebutuhanekonomiyangsemakinhari semakin berat membuat salah satu tahapan dalam pelaksanaan ritual mappandesasi hilang tergilas roda modernisasi yang cenderung membuat manusia untuk mendahulukan sifatindividual.Tahapandalamprosespelaksanaanritualmappandesasiyanghilangadalahkebiasaan masyarakatdalammengumpulkansumbangan.

Pergeseraninimembuatprosespelaksanaanritual mappandesasikhususnyadalam mengumpulkansumbangansudahberkurang.Dalam eramodernsepertisekarangtidaklagi semeriahdulu.Pelaksanaanritualmappandesasi,sekarangdilakukan secaraindividu-individu atau perseorangan. Hal ini terjadi karena masyarakat nelayan etnik Mandar banyak yang beralih mata pencaharian. Dulunya mata pencaharian masyarakat etnik Mandar hanyalah melaut atau sebagainelayan,sehinggapelaksanakanritual mappandesasisangatmeriah.Nelayanetnik Mandar banyak yang beralih mata pencaharian dari nelayan menjadi pekerja yang tidak berhubungan lagi dengan laut. Dari nelayan mejadi tukang ojek, buruh bangunan, serta semakin banyaknyaetnikMandaryangberprofesisebagaisopirangkot (angkutankota).Kondisiini diakibatkan oleh faktor kebutuhanekonomi(uang).Apabilamereka sebagainelayanmakahasil yangdidapatkanhariininantibeberapamingguatausatubulanbarudapat.Kalaumenjadi tukang ojek dan sopir angkot setiap hari mendapatkan uang, menjadi buruh bangunan setiap tiga harisudahmenerimahasilnya.Kondisiinilah yangmemotivasiparanelayanetnikMandaruntuk beralih mata pencaharian. Desakan kebutuhan ekonomi inilah yang membuat masyarakat nelayanetnikMandarkebanyakanberpindahmatapencaharian.Selain itu, ungkapan di atas juga menunjukkan bahwa karena uang masyarakat nelayan etnik Mandar rela meninggalkan tradisi ritualmappandesasi.Demimendapatkanuangtiapharinelayan etnik Mandar harus terserabut dariakarbudayadanmengalamipergeseranidentitasbudayakarenatidak lagimelakukanritual mappandesasi yang semua itu diakibatkan oleh globalisasi. Kondisi ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Storey (2007:54). di mengatakan bahwa globalisasi telah membersihkan hampir semua jenis tatanan sosial tradisional dan menggiring umat manusia pada pola persamaan budayaatauhomogenitasbudayayangmenentang nilai-nilaidanidentitaskelompok.Halini mengakibatkan atau mangancam eksistensi budayalokalmenjadirusakataubahkan mengantarkan budaya lokal menuju kepunahan.

Meminjam istilah Kleden (2000:138) yang mengatakan bahwa kondisimasyarakatyangmengalamiperubahanmencakup hampirsemuakebudayaankendatipunditataransistem budayayangabstrakdanyangmendasar dalam kehidupandandemikebutuhankepribadianmanusiasecarakolektif.Dengandemikian, secaraumumsamadenganpendapatSairin (2001:191) bahwaperubahandalam dimensi atau sosok nonmaterial meliputi perubahan pola pikir, cara hidup, sikap dasar, orientasi dan pola perilaku.

Binatang Kurban dalam RitualMappandesasi

Awalnyasyaratsah ritualiniterdiriatassapi, kambing(beke),danayam (mannu).Ketiga jenisbinatanginimerupakanprasyaratutamadalamritual mappandesasikarenaketigajenis binatangininantidijadikansebagaibinatangsesembahan.Apabiladalammelakukanritualinidantidakdilengkapidenganbinatangsebagaisesembahan,makaritualinidianggaptidaksah dandalam pelaksanaanyaterjadihambatansepertiadadiantarapesertaritualyangjatuhatau kapalnyaterbalikkelautmaka nelayan tersebut meninggal.

MasyarakatnelayanetnikMandaryangdulunyamelakukanritual mappandesasi selalu menggunakan binatang sebagai sesembahannya, seperti sapi, kambing (beke), dan ayam (mannu).Tigajenisbinatang inimerupakanhargamatidalam ritual mappandesasi.Artinya, bahwatigajenisbinatangsesembahaninimerupakansyaratsahnyaritual mappandesasi.Bahan- bahan yang lain itu hanyalah pelengkap dan bisa digantikan denganjenisataubahan-bahanlain. Apabiladalamritualmappandesasi,binatangsesembahantidaklengkapataudaritigajenisitu adayangkurangsalahsatusepertitidakadaayam (mannu)atautidakadakambing(beke)maka sudah bisa dipastikan ritual mappandesasi tidak bisa dilaksanakan. Sapi, kambing (beke), dan ayam (mannu)yangdigunakandalamritualmappandesasiharusberjeniskelaminjantan.Ayam jantanyangdigunakanharusayam jantanyangberwanahitamdansedikitmemilikibuluputihdi bagian

ketiaknya atau etnik Mandar menyebutnya buluhsirua.

Apabila dari tiga jenis binatangsesembahanini,sapi,kambing(beke),danayam (mannu)jantanbulusiruatidakada, maka ritual mappandesasi pun secara otomatis harus ditunda pelaksanaanya, menunggu sampai binatang sesembahan tersebut lengkap. Selain itu, ritual mappandesasi ini sudah dianggap sebagaipandanganhidup(worldview) bagimasyarakatnelayanetnikMandar,sehinggamereka selalumelakukannyadarigenerasikegenerasidanmembudaya.Meminjam istilah atau konsep Manuel Casstel (2001:39), komunitas seperti ini bisa disebut sebagai komunitas budaya, yakni komunitas yang dibentuk dan dikonstruksi oleh budaya. Komunitas yang diorganisir melalui sejumlahtatanilaisertamaknadengan sharing-nyaditandaiolehbeberapakodeidentifikasidiri, sepertikomunitaskaum beriman,ikon-ikonnasionalismedanlokalitas.Komunitasbudayayang saya asumsikan sebagai bagian dari identitas diri bagi masyarakat nelayan etnik Mandar di KelurahanBungkutokodalam sikapkeberagamanyangdidasariolehsebuahpandangan kosmologi atau keyakinan tertentu adalah mappandesasi.

Meskipun ritual mappandesasi sudah menjadi bangunan world view bagi masyarakat nelayanetnikMandar,akantetapidengankemajuanglobalisasidewasaini,ritual mappandesasi mengalamipenurunanentitasdalammasyarakat.Penurunanitudapatkitalihatdalam jenis binatangsesembahanmisalnya,padamulanyamelaksanakan ritual mappandesasidiKelurahan Bungkutoko dan sampai pada beberapa generasi menggunakan sapi, kambing (beke), dan ayam (mannu)jantanbulu siruasebagaibinatangsesembahannya.Namun,sekarangbinatang sesembahan itu sudah digampangkan yakni cukup dengan menggunakan kambing (beke), dan ayam(mannu)jantanbulusirua.Halini,diakibatkanolehdesakankebutuhanekonomiyangsemakin hari semakin berat.

Sudahterjadi penguranganataupenggampangandalam jenisbinatangsesembahan.Halinidiakibatkanoleh desakankebutuhanekonomi,danpengaruhpengetahuangenerasimudakhususnyadalam hal agama,sangatberpengaruhdalam perubahansebagiantatacaradanpelaksanaanritual mappandesasidalam masyarakatnelayanetnikMandardiKelurahanBungkutoko.Dengan demikian,dibagaintertenturitual mappandesasiinitelahterjadiproseselaborasidengannilai- nilaidalam ajaranIslam.Uangkapandiatas sejalandenganpandangan Soedjono Tirtokoesoemo dalam Abdullah, (2002:12) yang mengatakanbahwaritualjugabisadiubahdandisesuaikan dengantadisi Islam.Selainitu,ungkapandiatasjugasekaligusmenunjukkanbahwabetapa ajaranIslam menjadibagianintegraldanesensialdariadatistiadatmasyarakat setempat Pelras, (2006:4).

Sebagiantahapanprosespelaksanaandalam ritualmappandesasisudahdigerogotidengan nilai-nilaiajaranagamaIslam,sehinggaritualmappandesasi sudahmenjadisebagaisalahsatu ritualyangsudahberelaborasidenganritual-ritualdalam Islam.Maknadariritualmappandesasi adalahtandaatau pesankeselamatanhidup,mempermudahdatangnyarezekisertadoapanjang umurbagimasyarakatnelayanetnikMandardiKelurahan BungkutokoKecamatanAbeli,Kota Kendari.

Memotong Hewan Kurban

Mengingat puncak pelaksanaan ritual mappandesasi yang selalu dilaksanakan pada malamhariyaknimalamJum’at,makapemotonganhewankurbanuntuksesembahandalam ritualmappandesasidilakukan pada hari Kamis, yaitu padasorehari.Pemotonganhewankurban selaludidahuluiolehpemotongansapi, setelahitumenyusulpemotongankambing(beke),dan yang terakhir pemotongan ayam (mannu). Semua hewan sesembahan ini dipotong oleh seorang sandro yang sudah ditugasi oleh pemimpin sandro.Semuajenisbinatangyangmenjadi sesembahandalam ritualmappandesasiharuslahjantan.Haliniterkaitdenganaktivitasmelaut yangselaludilakukanolehkaum laki-laki.Sandrodalammelaksanakanritualmappandesasi terdiri atas lima orang dan setiapsandro sudah memiliki tugas masing-masing.

Semuadoa-doadalamritualmappandesasiiniditurunkanolehgenerasituasecaralisan kegenerasimudadanterjadisecaraturun-temurun.Doa-doatersebut selaluditurunkanatau diwariskanmurnisecaralisan.Kebiasanaaninisudahterjadiselamabeberapagenerasi,hanya saja generasi muda yang sekarang sudah tidak mau mempelajari kebiasaan ini karena dianggap tidak bermanfaat buat mereka. Generasi muda lebih memilih belajar budaya pop seperti musik karena musik bisa membuat mereka (generasi muda) menjadi populer dan terkenal. Bagi generasi muda yang memiliki pemahaman terhadap ajaranagama, khususnya agama Islam, merekajugatidakmaumempelajarinyakarenamenganggapdoa-doadanperilakudalam ritual mappandesasi sebagai sebuah perilaku yang mengarah pada kemusyrikan. Kondisi ini diperkuat lagi oleh pemahaman generasi muda dengan melihat mantra-mantra yang digunakan dalam memotong binatang sesembahan yang telah mencampurkanayat-ayatsuciAlqur’andengan bahasa yang tidak jelas berasal dari mana.

Darahbeke dandarahmannuyangdipotongolehsandrotidakdibuangketanahtetapi ditadah dalam satu tempat, karena darahnya juga berfungsi sebagai salah satu peralatan ritual, yakni dicampur dengan beberapa bahan lainnya lalu dilumuri atau dioleskan di perahu yang nelayangunakanpadasaatmelaut.Salahsatujeniscampurandarahdaribekedanmannuadalahrumput ‘pennu-pennu’ (panno-panno). Menurut masyarakat nelayan etnik Mandar penggunaan rumputpennu-pennuatau panno-panno, ini memilki mitos yang terkait dengan hasil tanggkapan para nelayan. Panno-panno menurutparanelayansamaartinya dengan penuh-penuh. Artinya, denganmenggunakanjenisrumputinidiharapkan nantihasiltanggakapannyaakansepertinama rumput itu, yakni pennu-pennu. Nanti diharapkan perahu atau kapal yang digunakan untuk menangkap ikan nanti akan penuh dengan hasil tangkapan melaut.

Darah beke dandarahmannuyangdioleskandibodi kapalmemilikimaknasupayakapalatauperahuyangdigunakannelayan dalam menangkapikan selalu cerah. Adapun rumput panno-panno memiliki makna yang terkait dengan hasil tangkapan. Dengan mencat atau mengoleskan hasil tumbukan rumput pennu-pennuatau panno-panno bermakna agar nanti mendapat hasil tangkapan yang banyak, perahunya penuh. Ungkapan di atas sejalan dengan pendapat M. Rais Amin (2008:148) yangmengatakanbahwa setiap jenis benda- bendayangdisajikandalam ritual,baikituyangberbentukmakananmaupunyangberbentuk benda,sepertidaunsirih,dupa,dan binatang sesembahanmemilikimaknatersendiriyangtidak jauhdaripemaknaansecarakontekstual.BetapapunsituasidankondisimasyarakatnelayanetnikMandardiKelurahanBungkutoko,ketikainginatau tibawaktunyauntukmelaksanakanritual mappandesasi harus menyiapkan makanan dengan segala kelengkapannya dan menyempurnakan segala rangkaian prosesi jalannya ritual.

Sepertiyangtelahdiuraikandalampembahasansebelumnya,bahwasebelumsampai pada puncak pelaksanaan ritual, terlebih dahulu masyarakat nelayan etnik Mandar menyiapkan beberapa sarana dan perlengkapan ritual seperti yang disebutkan dalam pembahasan terdahulu dalamtulisanini.Setelahsemuaperlengkapan upacaraterpenuhi,makatahapanselanjutnya adalahpuncakpelaksanaanritual mappandesasi.Padahakikatnyapuncakpelaksanaanritualini terdapat di dua tempat, yakni di rumah dan di tempat yang dianggap keramat seperti di pelabuhan. Ritualmappandesasidilaksanakandalamrumahyangsudahditunjukolehsandro sebagaitempatpelaksanaanritualdandilaksanakanpadawaktumalam hari,yaknipadamalam Jum’at. Proses yang mengawali aktivitas dalam pelaksanaan puncak ritual ini adalah menyediakan hidangan makanan dan peralatan ritual lain seperti dupa. Menu makanan yang disajikanuntukperalatanritual mappandesasi berdasarkanjenismakananyangselamaini dipraktikkan secaraturun-temurunolehmasyarakatnelayan etnikMandar.Salahsatusumber (sandro) mengatakan bahwa “makanan yang selama ini dimasak untuk hidangan pada saat prosesipuncakritualharussemuamerupakanmakanankesukaanpenjaga sasi, karena itu, setiap masakan harus disesuaikan dengan selera penjaga sasi”.

Setelahsemuamakananitujadi(selesaidimasak),kemudiandiletakkan di atas piring dan disatukandalam bakibesar.Makananyangtelahdisiapkankemudiandisajikanuntukdimantrai olehsandro dandisaksikanolehsemuamasyarakat atautokoh-tokohyangmenjadiperwakilan darimerekayangmelakukanritual. Prosespelaksanaanritualnyadiawalidenganpembacaan doa-doakeselamatandankesyukurankepadayangmelakukanhajatandenganmenggunakan ayat-ayatsuciyangdipadukandenganmantra-mantraberbahasadaerahMandar.Pengucapandoa-doatersebutdibarengidenganritual mengangkatdupayangberasapsambilmenggerak- gerakkanmengelilingikanandankirimakananyangdisajikandalam ritual.Halinidilakukan sebanyaktigakaliputaran.Prosespelaksanaanpuncakritual mappandesasiinidilakukandalam rumahtempatmelakukanritual,setelahdidalam rumahdikutidenganpeletakansesajiditempat keramat atau tempat yang menurut masyarakat dihuni oleh penjaga sasi seperti di pelabuhan .

 

Meletakkan Sesaji

Sebagaimanayangtelahdiuraikandalam pembahasansebelumnya,bahwapuncak pelaksanaanritualyaitupadamalamhari(malam Jum’at)dandilaksanakandidalam rumah. Puncakpelaksanaanritualini adalahsemacam baca-bacadoabiasa,hanyasemuabahan-bahan yangmenjadiperlengkapanupacaratermasukhewansesajenturutdibaca-bacakandoa.Setelah di baca-bacakan doa, maka hewan sesajen dengan perlengkapan ritual lainnya disimpan di atas anja lalu dibawa ke tempat yang dianggap keramat lalu disajikan untuk penjagasasi.

Meletakkan sesajen ini dipimpin oleh seorangsandro. Sebelum meletakkan atau menyimpan sesajen terlebih dahulu meniatkan agar sesajen yang diberikan itu diterima dengan baik oleh panjaga sasi. Lafaz niat tersebut sebagai berikut: “wahai penjaga sasi, kami datang untukmemberimakanankesukaanmu.Semogasetelahmenerimasesembahankamiini,kamu bisasenangdanakanselalumenjagadarimaharabahayasertamemberikamirezekiyang banyakdalammelaut”.Setelahberniatsepertidiatas,sandrolangsungmengeluarkansesajen daridalam anjauntukdiletakkandiatasrakitsebagaipertandabahwaparanelayantelah melakukan ritual mappandesasiatau memberimakan laut. Niat ini sandro perolehsecaraturun temurundarinenekmoyangatauorangtuayangmendahuluinya.peralatan ritual mappandesasi yang diletakkan di atas rakit, yaitu bahan-bahan tersebut, seperti daun sirih (pamera), pinang (taru’), daun lontara, rumput pennu-pennu (panno-panno), daun waru, janur (pusuk manyang), bambu (taroda), jahe (layya),tembakau(bakal),sokko yangterdiriatasempatwarnayaitu,merah, kuning,hitam danputih,sertadupaataukemenyan,kapur(pallili),gambir(gambiri).Untuk sesajenbagipenjagasasi.Semuasesembahanyangadadiatasrakitmerupakansaranaritual yang disusun oleh sandro dan dibantu oleh beberapa orang perempuan seperti yang ditampilkan dalamgambar di depan.

Kondisiyangtampakdalam gambar di atas sejalan dengan pendapat Baedawi (dalam Abdullah 2008:31) bahwa masyarakat yang mempunyai kepercayaan terhadap kekuatan gaib akan sering melakukan upacara tertentu dengan memberikan sesajikepadakekuatangaibdengan maksud agar hubungan baik dengan kekuatan-kekuatan itu terjalin dan masyarakat bisa

dijauhkandaribencana.HalinilahyangmemotifasimasyarakatnelayanetnikMandaryang masihberaktivitassebagainelayantetapmempertahankanritual mappandesasi danmasih melakukannya secara berulang-ulang.

Makan Bersama

Setelah semua rangkaian dalam pelaksanaan ritual mappandesasi terlaksana seperti dalam tahapan-tahapanyangtelahdiuraikandiatas,makaaktivitas selanjutnyadarisemuawarga yangikutdalam ritualmappandesasiadalahacaramakanbersamainimerupakansebuahbentuk rasasyukurparanelayankarenaritual mappandesasiyangdilakukanberjalandenganlancar, tanpaadahambatan.Makanbersamainidilakukandiataskapalatauperahuyangdigunakan padasaatmeletakkansesajendipelabuhanatau dibawahlampumerahatauyangdianggapoleh para nelayan etnik Mandar ada penjaga sasi atau keramat.

Wajahyangberseri-seriyangditampilkanolehparapesertadansandro,menunjukkanbahwamerekadengansenanghatiuntuk menyantapmakananyangdihidangkan.Itupertandabahwaritualyangdilakukantelahselesai dan berjalan sesuai dengan rencana.

Gambardiatasmenunjukkanrasasenangyangdirasakan(paranelayanetnikMandar yang telah selesai melakukan ritual mappandesasi) tidak bisa disembunyikan. Tampak dari wajah masyarakat nelayan etnik Mandar yang berseri-seri. Dalam gambar di atas nampak seorangimam atauUstadzdenganmenggunakanbajuputihdankopiahyangmembacadoa sebelummakanbersama.Tujuannyaadalahagarkesyukuranparanelayanyangmengadakan ritualbisadinikmatiolehsemuaorang.MelaluidoayangdibacakanolehImam atauUstadz merekaberharapagarapayang dihajatkanolehparanelayanetnik Mandarbisadisampaikan kepadaAllahSWT.Selainitu,sebagiandipahami kalau pembacaan doa itu dikirimkan atas nama Nabi Muhammad SAW. Fenomena seperti dalam gambar di atas sejalan dengan Pelras (2006:4) yang mengatakan bahwa ajaran Islam menjadi bagian integral dan esensial dari adat-istiadat dan budayamasyarakatsetempat.Selainitu,maknadariritual mappandesasiadalahtandaataupesan keselamatan hidup, serta menjadi sarana untuk meminta agar dimudahkan rezeki bagi masyarakat nelayan etnik Mandar.

Masyarakat nelayan etnik Mandar di Kelurahan Bungkutoko Kecamatan Abeli, Kota Kendari,melaksanakanritualmappandesasimerupakansuatukeharusan.Halinidisebabkan oleh adanya keyakinan masyarakat nelayan etnik Mandar mengenai adanya kekuatan yang ada di laut yang sewaktu-waktu kekuatan itu bisa membahayakan para nelayan. Untuk menjinakkan kekuatan yang ada di laut agar bisa bersahabatdengan para nelayan maka masyarakat nelayan etnikMandarmelakukanritualmappandesasi. NelayanetnikMandarmeyakiniritualinibisa membuat mereka melakukan aktivitasnya sebagai nelayan dengan merasa aman. Masyarakat nelayan etnik Mandar di mana pun berada, selalu memitoskan laut sebagai sesuatu yangmemilikikekuatanmahadahsyatdansewaktu-waktukekuatantersebutbisa mengancam keamanan nelayan etnik Mandar dalam menjalankan aktivitasnya sebagai nelayan. Agar kekuatanyangdimilikiolehlautitutidakmenggangguparanelayan dalam melaut,maka masyarakat nelayan etnik Mandar melakukan ritual mappandesasi.

Simpulan

Ritual mappandesasi adalah sebuah ritual yang dimiliki oleh nelayan etnik Mandar, ritual selalu dilakukan sekali dengan menggunakan jangkawaktu tertentu. Jangka waktu tersebut ditentukanolehsandrosebagaipemimpindalam pelaksanaan ritualtersebutdenganberdasarkan kesepakatannyadenganpenjaga sasiatausetasasi.Biasanyaritualmappandesasiinidilakukan olehnelayanetnikMandarsekalidalamsetahunatauberdasarkanhasilperjanjian sandrodengan penjagasasi.Pergelaranritualinidilakukanbiasanyasebelum melakukanpelayaranuntuk menangkap ikan sebagai bentuk permohonan keselamatan dan rezeki yang banyak kepada penjaga sasidansetelahmelakukanpelayaranmenangkapikan sebagai bentuk rasa syukur para nelayan kepada penjagasasi atas berkah yang telah dia berikan kepada nelayan.

Ritual mappandesasiini selalu dilakukan dimulai pada hari Kamis dan puncak pelaksanaanritualmappandesasi,yaknipadamalamhari(malamJum’at).HariKamisdan malam Jum’atyangdipilihtidaksembaranghariKamisataumalam Jum’at,tetapihariKamis yangdipilihadalahharusbertepatandenganpenghitungan10 bulandilangit.Puncaknya dilakukanpadamalamharikarenapadamalamJum’atyangbertepatandenganhitungan10 bulandilangitdianggapolehnelayanetnikMandarsebagaimalamyangpenuhberkahataubiasa disebut dengan pangguduna alo.

Dalam pelaksanaanritualmappandesasimasyarakatmenyiapkanbeberapaperlengkapan sebagaisaranaritual.Perlengkapantersebutterdiriatassapi, beke,danmannusebagaibinatang sesembahan.Akantetapi,sekarangsapisudahtidakdigunakanlagikarenaharganyamahal.Selainbinatangsesembahan,saranaritual mappandesasiterdiri atas daun sirih (pamera), pinang (taru’),daunlontara,rumputpennu-pennu(panno-panno), daun waru, janur (pusuk manyang), bambu(taroda),jahe(layya),tembakau(bakal),sokkoyangterdiriatasempatwarna,yaitu merah, kuning, hitam, dan putih, serta dupa atau kemenyan, kapur (pallili), gambir (gambiri).

Pelaksanaan ritual mappandesasiterdiri atas lima tahapan,yaknitahapanpengumpulan sumbangan, tahapan pemotongan binatang sesembahan, tahapan pelaksanaan ritual mappandesasi, tahapan meletakkan sesajen, dan tahapanakhiradalahacaramakanbersama. Pelaksanaan ini dipimpin oleh seorang pimpinan ritual yang disebut sandro. Tiap tahapan dalam pelaksanaanritualmappandesasiinimemilikisandro masing-masing,terkecualitahapan pengumpulan sumbangan. Tahapan ini dipimpin oleh salah seorang masyarakat yang ditokohkan dalam masyarakat.

Saran

Fenomena keterancaman ritual dalam masyarakat sudah menjadi tontonan yang biasa bagi setiap masyarakat. Akan tetapi, tidak semua masyarakat pendudukung kebudayaan menganggap keterancaman itu sebagai hal yang biasa. Banyak masyarakat yang justru resah dengan fenomena keterancaman ini, karena mengakibatkan pergeseran identitas dan mengakibatkan perubahan kebiasaan yang dianggap oleh masyarakat sudah menjadi pandangan hidup.

Perubahan-perubahan ini diakibatkan oleh faktor globalisasi yang merenggut dan meluluhlantahkan tatanan sosial yang pernah ada dalam masyarakat. Melihat kondisi yang demikian, maka peneliti menyarankan kepada pihak-pihak yang terkait supaya segera memperhatikan nasib kebudayaan lokal yang juga merupakan pendukung paling utama kebudayaan nasional. Oleh karena itu, peneliti menyarankan beberapa hal yang kiranya dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam bertindak.

  1. Kepada Masyarakat

Khususnya para orang tua agar tetap memperkenalkan produk budaya-budaya tradisi masa lalu kepada generasi muda, mulai sejak dini dan melalui cerita-cerita kepada anak-anak menjelang tidur. Diharapkan dengan sosialisasi kebudayaan yang dimulai sejak dini dapat terinternalisasi hingga menjadi dewasa.

  1. Kepada Pemerintah

Didasarnkan agar Pemerintah Daerah lebih meningkatkan kepekaanya untuk memperhatikan pengembangan budaya lokal sebagai salah satu faktor pendukung kebudayaan nasional. Kepekaan atau perhatian itu dapat ditunjukkan dalam bentuk kebijakan dengan menetapkan dan mengeluarkan kebijakan yang peka terhadap kearifan lokal.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,Irwan.2002.Simbol,Makna,danPandanganHidupJawa:AnalisisGununganPadaUpacara Garebeg. Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah & NilaiTradisional.

——————.2008.AgamadanKearifanLokaldalamTantanganGlobal.Yogyakatra:SekolahPascasarjana UGM bekerja sama dengan Pustaka Pelajar.

Amin, Rais Mohammad. 2008. Keragaman Masyarakat Ujung Bone: Sebuah Ritual “AddewatangPutangSereng”diSulawesi Selatan. (Irwan Abdullah ed).Agama dan Kearifan Lokal Dalam Tantangan Global. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM Bekerja sama dengan Pustaka Pelajar.

Casstel,Manuel.2001.TheInformationOfAge:Economy,Society,andCulture:VolII,ThePower of Identity. Ozford: Blackwell.

Danandjaja,James.1986.FolklorIndonesia:IlmuGosip,DongengdanLain-lain.Jakarta:PN.Grafiti Pers.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi PenelitianKebudayaan. Yogyakarta : Gadjah MadaUniversity press.

Fox,JamesJ.1986.Bahasa,SastradanSejarah:KumpulanKaranganMengenaiMasyarakatPulau Roti.Jakarta : Djambatan.

Halliday. 1997. Explorations in The Function of Language. London : Edward Arnold.

Kleden, Ignatius. 1996. Pergeseran Nilai Moral, Perkembangan Kesenian dan PerubahanSosial. Kolom 8, 5-6.

Lampe,Munsi.2004.MasyarakatBahariWalleceadalamCatatanAntropologiSosialBudayaUniversitasHasanudin. Makassar.

Muhadjir,Noeng.1995.MetododlogiPenelitianKualitatif :TelaahPosistivistik,Rasionalistik, Phenomonologik, Realism Metaphisik. Yogyakarta : Rake Sarisin.

Pelras, Christian. 2006.Manusia Bugis. Jakarta: Nalar bekerja sama dengan ForumJakarta-Paris, EFEQ.

Pudentia, MPSS. (ed), 2008. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta : ATL

Storey,J.2003.TeoriBudayadanBudayaPop(terjemahandarijudulasliAnIntroductory Guide Theory and Populer Culture) Edisi 1. Yogyakarta: CV. Qalam.

s