( Dirk Veplun, Herman Kareth, La Mochtar Unu, Yesaya Bahabol, Ribka)
Buku ini menguraikan tentang sejarah lahirnya “Sasi dengan istilah- istilah yang berbeda tetapi mempunyai makna yang sama yaitu suatu bentuk sumpah atau larangan terhadap berbagai bentuk kegiatan masyarakat baik di darat, laut dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup masyarakat.
Kata Sasi memiliki makna yang sama di tanah Papua seperti Taitiki di (kampung Tablanusu Distrik Depapre), Vetraw bagi masyarakat Sarmi (kampung Sawar), Delik Adat di Demta, Sasien bagi oaring Biak dan Sahaja di Kepulauan Raja Ampat dan nggama di Kaimana. Kata Sasi oleh masyarakat Sarmi yaitu Suku Sobey mengandung makna sebagai cara untuk menciptakan hubungan harmoni antara komunitas setempat dengan lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
Vitraw sebagai tindakan menjaga dan melindungi serta melestarikan Sumber Daya Alam (SDA) sekitar Vitar di kabupaten Sarmi terutama suku Sobey meliputi Vitraw laut, sungai dan darat. Vitraw laut sebagai larangan menangkap ikan dan bia lola pada lokasi yang ditentukan. Vitraw darat, dilarang menebang pohon dammar atau agatis serta menangkap beberapa jenis binatang melata seperti kadal dan Soa-soa. Vitraw sungai, dilarang berburu dan menangkap buaya, karena jenis hewan amphibi ini dalam mitologi masyarakat setempat sebagai jelmaan dari anak kembar yang menjelma menjadi anak buaya.