Sejarah Baileo Nolloth

Baileo Nolloth in History

0
192

Baileo Nolloth adalah baileo yang terdapat di Negeri Nolloth didirikan pada tahun 1769 oleh Raja Izac Niklas Huliselan dengan nama “Simalua Pelamahu” yang berarti rumah tangga negeri. Yang mengatur pelaksanaan adat di Baileo ini adalah Amano Punyo (Tuan Negeri) bernama Selpinus Huliselan dan keturunannya.

Bagian atap baileo Nolloth ditutup dengan daun rumbia diganti setiap lima tahun yang prosesi pergantian bagian dimaksud selalu mengikuti kaidah adat setempat. Bentuk bangunan baileu Nolloth ini mengikuti pola Pata Siwa dengan dua puluh tiang utama sebagai tiang soa, tiang kapitan maupun raja beserta para mauwengnya maupun penampakan penempatan batu pamali yang mengarah ke darat serta bentuk atap bertingkat pada bentukan manumatanya menjadikan bangunan dimaksud sebagai salah satu asset budaya yang perlu dilerstarikan keberadaannya.

Bangunan ini memiliki tinggi lantai 1,20 M dari atas permukaan tanah serta dilengkapi dengan batu pamali dengan bentuk dolmen yang mengarah kearah gunung mengikuti pola patasiwa yang diyakini sebagai konsepsi adat yang diturunkan oleh para leluhurnya.

Tampak depan Baileo Nolloth (Front view of Baileo Nolloth)

In English:

Baileo Nolloth is a baileo located in Negeri Nolloth established in 1769 by King Izac Niklas Huliselan under the name “Simalua Pelamahu” which means the country’s household. The one who regulates the implementation of adat in this Baileo is Amano Punyo (Tuan Negeri) named Selpinus Huliselan, and his descendants.

The roof of the Nolloth Baileo is covered with thatched leaves, which are replaced every five years, and the procession of changing parts always follows local customary rules. The shape of the Nolloth Baileo follows the Pata Siwa pattern with twenty main poles as soa poles, kapitan and king poles and their mauweng as well as the appearance of the placement of pamali stones that point to the land and the shape of the terraced roof on the formation of the manumata makes the building one of the cultural assets that need to be preserved.

This building has a floor height of 1.20 M above ground level. It is equipped with a pamali stone with a dolmen shape that points towards the mountain following the patasiwa pattern, which is believed to be a customary conception passed down by its ancestors.