Marthen M. Pattipeilohy, S.Sos Peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Maluku

“Ale rasa Beta rasa, potong di kuku rasa di daging, sagu salempeng dipata dua” Ini adalah sebuah ungkapan filosolfis yang sangat humanis, telah terbentang dan melintas isyaraf kehidupan orang basudara, dari periode ke period sejarah kehidupan orang Maluku. Sungguh menakjubkan dalam membuka tabir perdamaian. Bukan saja perdamaian di Maluku tetapi menjadi pola anutan bagi bangsa-bangsa di dunia untuk memahami hakekat kehidupan persaudaraan.

Memang filasafat Pela sungguh terasa dan terus hidup dalam kehidupan orang Maluku. Secara etimologi filsafat berasal dari kata philos dan shopia.  Philos artinya berpikir dan shopia artinya kebijaksanaan. Berpikir artinya mengolah data inderawi menjadi pengertian atau proses mencari makna dan kebijaksanaan. Pengertian ini selalu meletakan pengambilan keputusan yang memihak pihak kaum lemah/kaum minoritas. Pihak yang lemah/minoritas ialah
kelompok sosial yang dikuasi oleh pihak yang kuat/mayoritas. Dalam hal ini bisa saja disebut suatu bangsa di kuasai oleh bangsa penjajah atau yang kuat menjajah yang lemah. Karena penjajahan menurut kriteria modern dengan parameter HAM adalah keputusan yang diambil secara tidak bijaksana oleh bangsa/kelompok/orang yang mempunyai sifat atau jiwa penjajah.

Pela adalah shopia, bisa diartikan pengetahuan, kearifan, dan kebijaksanaan. Pengetahuan ialah hasil tahu manusia mengenai sesuatu obyek, atau hasil tahu karena diberitahu orang lain. Tahu adalah hasil kerja otak setelah mengolah pengalaman inderawi, atau setelah diberitahu orang lain. Hasil kerja otak setelah mengolah pengalaman inderawi disebut pengetahuan langsung, sedangkan hasil kerja otak setelah diberitahu orang lain disebut pengetahuan tidak langsung. Pengetahuan langsung diperoleh melalui praktek, sedangkan pengetahuan tidak langsung diperoleh melalui sekolah dan diskusi. Pada umumnya manusia menggunakan pengetahuannya sebagai dasar bertindak untuk mencapai tujuan.

Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia tercipta karena adanya kesepakatan dari berbagai komunitas suku bangsa (disesuaikan) dalam wilayah kekuasaannya. Dalam butir-butir pancasila terdapat pengetahuan kearifan yang berasal dari image budaya/pengetahuan kearifan lokal masyarakatnya. Nilai budaya dalam pela sebagai pranata budaya adalah salah satu bagian dari image masyarakat Maluku Tengah untuk mengangkat dan mengikat keutuhan nilai-nilai dalam filsafat Pancasila.

Pengetahuan kearifan lokal ialah perilaku manusia manusia lokal (kelompok sukubangsa) berdasar pengetahuan langsung (pengalamannya sendiri) dan pengetahuan tidak langsung (pengalaman masyarakat). Manusia yang arif adalah manusia yang bertingkahlaku didasarkan pada pengetahuan kearifan lokal sebagai simpul-simpul kebangsaan (keIndonesiaan) atau simpul pembelaan kepentingan bersama. Pela merupakan pengetahuan kearifan lokal, memiliki nilai kehidupan yang global dapat diterapkan atau digunakan oleh siapa saja.

Pancasila adalah shopia bangsa Indonesia melalui para founding fathersnya juga merupakan dasar kearifan bangsa Indonesia. Kebijaksanaan ialah perilaku manusia berdasar ilmu untuk membela pihak yang lemah/sesuatu yang benar. Orang bijaksana ialah orang yang dapat membuat keseimbangan dalam segala pikiran dan perilakunya, dan mempunyai pendirian teguh dalam mengambil keputusan yang memihak kepada pihak yang lemah atau yang benar. Oleh sebab itu Pancasila adalah merupakan dasar kebijaksanaan bangsa Indonesia (Ajar Triharso, Hal 14, 2012).

Konteks perkembangan kepribadian dan berkehidupan yang arif dan bijaksana ialah orang (masyarakat/bangsa) yang pikiran dan perilakunya didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman yang disesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Mereka adalah orang dan bangsa yang adaptif, mengerti dan memahami tentang kondisi alam dan sosial secara obyektif.

Berdasar uraian di atas, hakikat Pela sebagai unsur kearifan lokal menjadi simpul ingatan dalam filsafat dan ideology Pancasila ialah:

1) Metode berpikir bangsa Indonesia dalam: (a) memperoleh hakikat atas gejala/ peristiwa alam dan sosial (di dalamnya termasuk ekonomi, politik, dan budaya), (b) memecahkan masalah alam dan sosial, artinya mengambil keputusan, (c) dan memahami hubungan bentuk dan isi sesuatu yang dapat ditangkap oleh indera pada diri manusia dan bangsa Indonesia.

2) Pedoman berpikir, bersikap dan bertindak dalam menghadapi gejala/peristiwa alam dan sosial manusia dan bangsa Indonesia.

3) Metode berpikirkritis-rasional (selalu mempertanyakan tentang gejala/peristiwa alam dan sosial), holistik (berpikir saling hubungan obyek secara menyeluruh), dan dialektik (berpikir konflik, perubahan, dan perkembangan tentang obyek) manusia dan bangsa Indonesia.

Ideologi Pancasila sebagai senjata moril perjuangan bangsa Indonesia mengubah sistem sosial yaitu dari bangsa terjajah menjadi merdeka mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai berikut:

1) Legitimasi: ideology Pancasila menjadi dasar/fondasi agar bangsa Indonesia patuh dan member dukungan, karena Pancasila telah menjadi ideology negara. Pemerintah menggunakan ideologi yang dibangun berdasarkan akal sehat menjadi alat pembenaran kebijakan dan tindakannya. Tradisi, norma dan nilai penguasa lama yang ditumbangkan (dalam hal ini pemerintah colonial dan imperialis Belanda) dihapus melalui pernyataan sejarah, yaitu proklamasi kemerdekaan (17-08-1945) dan konstitusi (UUD 1945) menjadi sesuatu yang universal yaitu diakui oleh masyarakat internasional.

2) Persatuan: idelogi Pancasila menjadi dasar/fondasi untuk membangun pendapat masyarakat untuk persatuan bangsa. (Tulisan ini telah dimuat di Surat Kabar KABAR TIMUR, Senin, 11 September 2017)