MENEMUKAN ORANG BASUDARA DI TANIMBAR KEI

0
863

Penulis : Mezak wakim, S.Pd – Peneliti Antropologi Budaya

Tanimbarkei, demikian nama yang diberikan pada gugusan kepulauan di Maluku Tenggara. Secara konseptual nama Tanimbarkei dimulai dengan penamaan lokal Tanebar Evav yang adalah sebuah Ohoi/Kampung, Desa adat yang masuk dalam komposisi gugusan Kepulauan Kei, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. Masyarakat adat ini memiliki sistem kepercayaan tradisional yang di kenal dengan mitu yang ajarannya memberi penguatan pada kepercayaan animisme, Struktur sosial masyarakat Tanimbarkei kini terbentuk dari dua Ohoi dengan tingkat pluralitas yang menyebar pada wilayah yang berlainan. Unsur pendekatan dengan melihat sistem kekerabatan menjadi patokan utama dalam mengelola perbedaan yang ada. Instrumen mendasar yang dipakai dalam sistem pengelolaan keadatan yang berkaitan dengan berbabagai keberagaman adalah dikembalikan pada sistem adat yang berlaku. Adat berlaku sebagai gagasan filosofis yang menegaskan secara tradisi dalam mengelola keberagaman yang di kepulauan Tanimbarkei. Pembagian wilayah teritorial yang disiapkan sebagai tempat dimana dilangsungkan sebuah keteraturan sosial yang membingkai tradisi masyarakat yang dimunculkan dalam marga atau mata rumah kemudian membentuk sebuah teritorial genelogis yang cukup besar yang dikenal dengan Tanimbarkei, yakni ; Ohoi Tanebar Evav mendiami marga Tabalubun, Elir, Rahayan, Soearubun, Mentanubun, Sarmav, Salibun, Kidatubun, Fokaubun, Tanifanubun, Singerubun, Sarmabubun, Yaudam, Yamko, Tabatubun. Sementara Ohoi Munyang mendiami adalah Marga Ohorenan, Masaide, Ondeoso, Manteanubun, Yamko, Kudamase, Yahwadan. Pola perkampungan masyarakat Tanimbarkei ditata bedasarkan ketentuan tradisi masyarakat setempat yang menginstrusikan pola penataan perkampungan disesuaikan dengan ketentuan tradisi menurut petunjuk mitu (leluhur). Pendasaran ini kemudian menjadi pertimbangan pembagian komposisi Ohoi (kampung) mengikuti pola pengelompokan masyarakat menurut urut-urutan mata rumah. Dan tentunya pada wilayah-wilayah tertentu yang disakralkan menjadi tempat ritual khusus menjadi pertimbangan pembagian pola penataan perkampungan di Tanimbarkei. Tradisi tentu menjadi ukuran tersendiri dalam penataan perkampungan yang dapat disesuaikan dengan ketentuan dan tradis adat yang berlaku dalam masyarakat. Kajian struktur bagunan rumah pada perkampungan di Tanimbarkei memiliki filosofis berbeda dengan ketentuan-ketentuan tradisi bahwa pada wilayah-wilayah tertentu dengan pertimbangan agraris yang orientasi pada wilayah pegunungan berbeda dengan dominasi penataan perkampungan
dipesisir pantai. Atribut ini melekat dalam kebudayaan masyarakat Tanimbarkei yang selalu mengedepankan tradisi dan mengamankan kepercayaan yang berujung pada harmonisasi keberagaman yang ada. Indikasi ini kuat dengan melekatkan berbagai representasi kebudayaan masyarakat Tanimbarkei yang berhubungan dengan sistem adat yang mengatur pola perkampungan di Tanimabarkei