Masjid Tua Wapauwe, sebuah masjid yang terletak di Negeri Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku tengah yang sangat tersohor karena keunikan bangunannya yang masih menunjukan ciri arsitektur lama. Masjid tersebut menjadi salah satu destinasi wisata religi, sejarah dan pengetahuan, saat wisatawan berkunjung ke Pulau Ambon. Sayangnya banyak yang tidak menyadari bahwa tidak hanya bangunannya saja yang memiliki nilai penting tapi ada juga benda-benda bersejarah lain yang secara tidak langsung dapat mengisahkan peradaban masa lampau. Peninggalan-peninggalan yang dapat di kategorikan objek cagar budaya tersebut antara lain, Mushaf Al-Quran, kitab-kitab, timbangan, alat pembakaran kemenyan dan lainnya.
Mushaf Al-Quran yang ada di Masjid Tua Wapauwe konon termasuk dalam Mushaf tertua di Indonesia. Mushaf yang tertua adalah Mushaf Imam Muhammad Arikulapessy yang selesai ditulis tangan pada tahun 1550 dan tanpa iluminasi (hiasan pinggir). Imam Muhammad Arikulapessy adalah imam pertama Masjid Tua Wapauwe
Mushaf lain yang ada di masjid ini adalah Mushaf Nur Cahya yang selesai ditulis pada tahun 1590. Mushaf ini juga tanpa iluminasi serta ditulis tangan pada kerja produk Eropa. Nur Cahya adalah cucu Imam Muhammad Arikulapessy
Selain Al-Quran, karya Nur Cahya lainnya adalah : Kitab Barzanzi atau syair puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, sekumpulan naskah Khutbah Jumat pertama Ramadhan 1661 M, Kalender Islam Tahun 1407 M, serta manuskrip Islam lain yang sudah berumur ratusan tahun. Adapun peninggalan tersebut saat ini tersimpan baik di rumah pusaka Hatuwe yang dirawat oleh Abdul Rachim Hatuwe, keturunan XII Imam Muhammad Arikulapessy yang rumahnya terletak sekitar 50 m dari Masjid Tua Wapauwe.
Selain itu di dalam Masjid Tua Wapauwe terdapat barang-barang kuno yang menurut masyarakat sekitar barang-barang tersebut sudah ada sejak masjid berdiri, antara lain : Timbangan zakat fitrah yang terbuat dari kayu dan anak timbangannya, lampu Portugis dan wadah pelita dari tembaga, alat pembakaran kemenyan (ohi), tempat tongkat khutbah yang berbahan kayu, serta tongkat khotbah yang dibawa oleh seorang mubaligh dari Arab ‘’Tuni Ulama’’ dari abad XIII saat menyebarkan agama Islam serta terdapat beberapa buah keramik yang disimpan di dalam lemari penyimpanan di dalam Masjid.
Selain benda-benda tersebut terdapat panji di tempat khutbah Masjid Tua Wapauwe, namun pada saat peresmian prasasti di halaman Masjid Tua Wapauwe pada tahun 1982, kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meminta dan menyimpan panji tersebut dan menggantikan panji baru dengan bentuk, warna, dan ukuran yang sama. Menurut cerita dari masyarakat sekitar panji yang asli tersebut telah ada sejak berdirinya Masjid Tua Wapauwe dan diyakini lebih dulu ada sebelum adanya bendera Merah Putih yang saat ini menjadi bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia