Tari zapin api ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia 2017 dari Provinsi Riau. Tarian ini penuh magis dan mistik. Sajian tarian ini hanya ada di Pulau Rupat Utara, Bengkalis, Riau. Apa sisi menariknya?
Tari zapin merupakan salah satu budaya Riau berupa tarian yang diiringin musik melayu. Jika hal ini cukup mainstream, maka berbeda dengan budaya Riau yang satu ini. Zapin api, mengharuskan para penarinya untuk bergoyang ditengah bara api. Menariknya, para penari sama sekali tidak merasa panas. Mereka justru terlihat begitu menikmati tarian dan seolah sedang bermain ditengah api yang semakin membara. Memang, kondisi ini tidak dapat dicerna logika, terlebih api yang panas itu tidak mampu melukai kulit penarinya.
Tarian Zapin Api sarat akan nuansa mistik. Pasalnya sebelum atraksi dimulai, para penari yang terdiri dari lima orang bertelanjang dada ini mengintari dupa kemenyan yang dibakar. Di tengah lapangan sudah disiapkan sabut kelapa yang dibakar untuk pertunjukan.
Pertunjukan ini dipimpin oleh seorang khalifah. Sang khalifah kemudian membacakan doa-doa. Semua pengunjung diinstruksikan agar tidak menyalakan api dalam bentuk apapun. Diiringi oleh musik yang berasal dari petikan dawai gambus, gendang, dan marwas seolah menjadi mantra pemanggil arwah. Suasana semakin mencengkam ketika sang khalifah mengeraskan hafalan doa-doa.
Sementara itu lima orang yang sudah bersiap dihadapan dupa kemudian mengitari piring kemenyan, dan mengambil posisi bersila. Kelimanya melakukan gerak layaknya orang tengah membasuh tubuh. Kedua tangannya meraih asap kemenyan dan menyapunya ke seluruh tubuh. Seolah ingin menelan asap kemenyan, kelima orang ini mendekatkan wajah mereka mendekati piring berisi dupa tersebut.
Di tengah lapangan, api sudah mulai menyeruak dari sabut kelapa kering yang dibakar. Tanpa komando, salah satu dari lima orang tersebut kemudian berdiri dan bergerak perlahan mengikuti alunan gendang. Pada tahap ini mereka sudah terlihat kerasukan. Apa yang terjadi selanjutnya? Ternyata Ia mendekati kobaran api yang sudah disiapkan.
Seperti dugaan, Ia mengambil sabut kelapa yang terbakar dengan kedua tangannya dan melemparkannya ke udara. Sontak saja, bunga api bertebaran kemana-mana dan akan sangat menyakitkan jika terkena kulit. Namun tidak demikian dengan penari ini, Ia layaknya tengah mengambil air di sungai disiramkan ke tubuhnya untuk mandi. Tanpa kepanasan, atau luka sedikitpun.
Tidak lama berselang penari yang sudah bercengkrama dengan api ini kemudian memanggil empat temannya yang lain. Salah satu dari mereka kemudian melebur ke dalam api layaknya melebur ke dalam sungai. Masih tanpa sakit atau terluka kepanasan sedikitpun.
Meksi terkesan simpel, namun ada banyak aturan dalam pergelaran ini. Alunan musik harus terus bersuara untuk mempertahankan penari agar tetap dalam kondisi tidak sadar. Jika musik berhenti, maka para pemain akan kembali sadar. Terlebih jika ada yang menyalakan api, maka pertunjukan bisa tidak dilanjutkan lagi.
Setelah sadar, pemain terlihat terkulai lemas tanpa tenaga. Salah satu penari mengatakan jika Ia tidak mengingat aktivitas sebelum menari. Yang Ia ingat hanya bertemu dengan seorang putri cantik dan menari mengelilingi taman bunga.
Dia mengikuti putri itu sambil menari juga. Ketika Iwan mengambil bunga dan melemparkan ke atas, yang dilihatnya bunga beterbangan, sementara di mata penonton adalah percikan bunga api. Mungkin, inilah proses dimana penari melemparkan api saat pertunjukan. Budaya Zapin Api memang sulit di jumpai. Jumlah khalifah atau pemimpin pertunjukan juga hanya berjumlah dua orang. Itupun usianya sudah lanjut dan membutuhkan penerus agar budaya ini tetap eksis.
Sejarah
Sejarah adanya Tari Zapin Api, dimulai sebelum Zapin Api ini bernama Zapin Api di Rupat pernah ada sebuah tari, yaitu Tari Api. Tari Api bermula dari keberadaan Suku Akit yang datang dari Malaka untuk melakukan Bele Kampong (jaga kampung). Untuk memperpadukan empat unsur kehidupan dialam yaitu api, air, tanah dan angin. Namun setelah pengaruh Islam masuk ke pulau Rupat yang dibawa oleh bangsa Aceh keturunan Arab, tari api dirubah menjadi sebuah tari.
Tari Zapin Api merupakan paduan antara Tari Api dan Zapin pada masa pra-Islam. Ada juga yang mengatakan berkaitan erat dengan budaya dari daerah Kubu, Rokan Hilir. Yakni adanya temuan di daerah Rokan Hilir bahwasanya ada tradisi pengobatan yang menggunakan media percikan api yakni Tari Burung Kuayang dari suku Bonai. Dengan bentuk kegiatan paham sufi di daerah Rokan Hilir dengan membacakan syair para guru atau khalifah dan catatan mantra yang sama dengan dinyanyikan oleh khalifah tari Zapin Api di Rupat Utara.
Tari Zapin Api ini memang belum dikenal luas di Riau. Hanya orang-orang yang ada di Pulau Rupat dan orang-orang yang sudah pernah ke Pulau Rupat yang tahu tentang Zapin Api. Orang luar Pulau Rupat biasanya hanya mendapat cerita bagaimana tarian tari Zapin Api itu dimainkan
Ada beberapa hal yang membuat Zapin Api di Rupat menarik, tentunya berdasarkan atraksi yang tergambar yaitu eksistensi tari Zapin Api. Tari zapin tentunya bukanlah hal yang asing bagi kita.Tari Zapin lekat dengan Melayu di mana saja di Nusantara. Bahkan tari ini banyak disukai etnis lain. Namun Zapin Api adalah sesuatu yang berbeda meskipun sama-sama mengandalkan gerakan kaki dan pengaruh dari Arab. Zapin Api dimainkan dengan mantra-mantra yang dibacakan oleh dukun atau lebih dikenal dengan sebutan pawang. Ada sebuah ritual mistis sebelum melakukan adegan tari di atas api itu.
Perkembangan
Zapin Api ini ada dua priode atau dua zaman yaitu pada masa masyarakat mempercayai animisme dan dinamisme dan Islam. Tidak dipungkiri bahwa kepercayaan animisme dan dinamisme masih banyak, sekarang Islam tetap Islam tetapi keyakinan masyarakat tetap tidak bisa kita rubah. Unsur Islamnya yaitu Zapinnya sedangkan ditambah api karna masih menggunakan kebudayaan turun temurun, sama juga dengan Tari Piring yang ada di Sumatera Barat, pelakunya yang tidak luka memijak-mijak beling atau kaca karena ada pawang atau pemimpin yang membacakan mantra-mantra dan tidak lepas dari unsur magis bahwa kita percaya adanya dukun, pawang, bomo, atau zaman sekarang disebut dengan kolaborasi.
Zapin Api ini merupakan hasil kolaborasi antara dua zaman yaitu antara Animisme dan Dinamisme dengan Islam yang ada di Pulau Rupat. Ketika Islam datang dan masuk mengenalkan kebudayaanya dan kemudiaan kebudayaan setempat menerima dengan terbuka tetapi tidak menghilangkan tradisi kebudayaan yang sudah ada jadi mereka kawinkan agar penampilan tontonan menjadi lebih seru dan menarik penonton. Zapin Api Tidak lepas dari unsur magic bahwa masyarakat tetap menganut Islam tetapi kepercayaan Animisme masih banyak dan kepercayaan adanya Pawang, Bomo, Dukun masih dipercayai sampai saat ini.
Perkembangan yang terjadi didalam tradisi Tari Zapin Api sudah dimulai sejak masuknya Isam ke Pulau Rupat. Pada awalnya tarian ini digunakan hanya untuk tolak bala atau jaga kampung, setelah Islam masuk dan menambahkan musik nama Tari Api berubah menjadi Tari Zapin Api periode pekembangan tari Zapin Api terbagi atas lima bagian yaitu :
Periode Awal Kemunculan
Periode Masuknya Islam
Periode Masa Keemasan
Periode Masa Kemunduran
Periode Masa Kemunculan Kembali
Pengembangan tradisi kesenian Zapin Api ini sangat perlu dilakukan karena sangat berpotensi dan mempunyai ciri khas tersendiri yang unik dibandingkan dengan tradisi-tradisi lainya yang berada di Pulau Rupat. Tradisi Tari Zapin Api yang sudah menjadi khasanah budaya yang ada di Pulau Rupat yang perlu dilestarikan karna mengandung nilai-nilai yang baik terhadap kehidupan masyarakat, sekarang tari Zapin Api ini menjadi salah satu objek wisata budaya bahari yang ada di Pulau Rupat dan mulai di kembangkan upaya-upaya penglestarianya.
Pemerintah memang seharusnya mendukung tentang pendirian sanggar Zapin Api bantuan dari segi dana, alat musik dan perlengkapan lainnya. Pemerintah menganjurkan menampilkan Zapin Api Mulai dari acara-acara besar yang ada di Rupat. Di benahi pakaiannya mungkin dari makeupnya juga harus disesuaikan dengan kondisi para pemain. Dengan ada dibukanya sanggar Zapin Api ini, masyarakat yang berada di Rupat Utara terutama di desa Tanjung Medang menjadikan tradisi ini hidup kembali seperti pada masa keemasanya dulu.
Sumber: Suryanto, et al. Sejarah Tradisi Zapin Api di Desa Tanjung Medang, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis. Jurnal Online Mahasiswa Unri Vol.5 No 1 Tahun 2018.
www.infoyunik.com