Di Kabupaten Kuantan Sengingi, musik tradisional disebut rarak. Rarak bukan saja berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga berfungsi sebagai sarana untuk meluapkan emosi. Kata rarak paling tidak merujuk kepada tiga hal. Pertama di tunjukkan kepada alat musik tradisional, yaitu oguang (gong), gondang (gendang), barabano (rebana) dan celempong. Kedua, kata rarak menunjukkan jenis dan perangkat atau kesatuan dari gabungan bunyi alat-alat tersebut.
Semua seniman rarak disebut tukang rarak. Adapun rarak itu jika dibunyikan lazim disebut dengan kata digugua. Pada umumnya semua jenis rarak ini dipukul dengan mempergunakan kayu, gong biasanya dipukul dengan menggunakan pelepah kelapa. Celempong dipukul dengan kayu, sedangkan gendang dipukul dengan jari tangan. Sedangkan rebana dipukul dengan rotan.
Semua alat musik tradisional ini didatangkan dari Malaysia. Hal ini dikarenakan banyak orang Kuantan yang merantau di negeri tersebut. Bahkan sampai sekarang sebagian memutuskan menetap disana. Kebanyakan para Perantau Kuantan di Malaysia bekerja di sektor perkebunan, seperti di kebun karet dan gambir disekitar Kota Kuala Lumpur dan Kelang. Rupanya dengan membeli alat musik tersebut dari Malaysia adalah suatu kebanggaan pada waktu itu, rarak menjadi sebuah tanda mata dan kenang-kenangan bagi setiap perantau yang pulang dari Malaysia.
Pembelian alat-alat musik tersebut dari Malaysia oleh para perantau dari Kuantan berakhir dengan kedatangan bangsa Jepang. Semenjak itu tidak ada lagi alat musik itu yang dibawa oleh para perantau. Dengan kondisi tersebut, para seniman di Kuantan pun memutuskan untuk membuat sendiri alat-alat tersebut, sebab bahan-bahannya dapat dengan mudah diperoleh di Kuantan. Adapun beberapa alat yang masih dibeli dari luar adalah gong dan celempong. Rebana dan gendang sudah dapat diproduksi sendiri.
Jenis rarak di Kuantan yang paling sederhana adalah rarak celempong manyiang. Rarak ini hanya terbuat dari kayu kering yang disebut manyiang. Jenis rarak ini sering dibuat dan dibunyikan oleh para petani sambil menunggu ladang dan kebunnya. Tetapi setelah ada datang jenis raral yang berupa gong dan celempong (dari besi dan tembaga) yang dilengkapi dengan gendang dan rebana, maka jenis rarak sederhana ini semakin sulit dijumpai.
Adapun jenis rarak di Kuantan Sengingi yang paling terkenal ada 5 macam. Kelimanya itu dibedakan oleh alat musiknya, yang juga berbeda dalam lagu dan peranannya. Nama-nama jenis rarak yang 5 macam tersebut adalah:
1. Rarak oguang godang (rarak gong besar)
2. Rarak oguang kenek (rarak gong kecil)
3. Rarak gondang godang/rarak jaluar.rarak silek (rarak gendang besar)
4. Rarak celempong onam
5. Rarak celempong tingka
Rarak oguang godang terdiri dari 2 buah gong besar dan sebuah rebana. Rarak ini dimainkan oleh tiga orang tukang rarak, masing-masing memukul satu alat rarak. Jenis rarak ini sering hanya dimainkan oleh perempuan saja. Musik tradisonal ini digunakan untuk mengarak anak pancar ketika khatam Qur’an, turun mandi dan nikah-kawin. Beberapa lagunya diberi nama: logu kasonjoon (lagu kesenjaan), logu urang bonai (lagu orang benai), logu urang pangian (lagu orang pangian), saramo dan tigo-tigo.
Rarak oguang kenek juga terdiri dari dua buah gong kecil dan sebuah rebana. Bedanya Cuma di ukuran saja, yaitu lebih kecil gongnya dari gong besar. Karena jenis gong kociak (kecil) ini sudah hampir punah, maka jenis rarak ini hampir tidak dikenal lagi.
Rarak gondang godang atau disebut juga rarak silek (rarak silat), karena ketika orang bersilat, rarak inilah yang dimainkan. Kemudian disebut juga rarak jaluar (rarak jalur) karena jenis rarak ini dipakai pula ketika menunggu jalur dan pacu jalur. Jenis rarak ini terdiri dari 5 buah celempong, 2 buah gendang panjang, dan 1 buah gong besar. Celempong dipukul oleh seorang tukang rarak, gong satu orang dan gendang dua orang. Rarak ini biasanya hanya dimainkan oleh kalangan laki-laki saja. Gunanya untuk mengiringi orang bersilat dan menjaga jalur. Jenis lagunya ada 7 macam, antara lain ciek-ciek, tigo-tigo, taktenda, kandidi, gelang-gelang, kitang-kitik dan kacimpuang di ulak botiang.
Jenis rarak calempong onam, disebut demikian karena sesuai dengan jumlah calempong yang dipakai. Rarak ini memakai enam buah calempong dan 1 buah rebana. Tiap 2 calempong dimainkan oleh satu orang tukang rarak, sedang rebana dimainkan oleh seorang tukang rarak. Jadi ada 4 orang pemain. Rarak ini paling sering dimainkan/digunakan, antara lain untuk hiburan bagi anak tobo (kaum muda-mudi). Rarak ini bisa dimainkan baik oeh laki-laki maupun perempuan, bahkan bisa dicampur baik laki-laki maupun perempuan. Dengan sifatnya yang demikian, maka rarak ini sangat cocok untuk anak muda. Rarak ini kental dengan nuansa bernada erotis karena sarat dengan kasih sayang. Jenis lagunya sangat banyak, diantaranya tanjuang benai, cankur ayam, tak tinjak, agia rokok dan corai kasia.
Rarak yang diberi nama calempong tingka, merupakan jenis rarak yang cukup sederhana. Jenis rarak ini boleh dikatakan sebagai pemula atau tempat berlatih memainkan rarak. Alat musiknya 5 buah calempong dan dimainkan oleh 2 orang. Keduanya memukul secara bergantian, sehingga terbentuk suatu bunyi rarak. Karena sifatnya cukup sederhana, maka lagu-lagunya juga bersifat bersahaja. Kegunaannya lebih banyak untuk latihan memainkan rarak atau sekedar pengisi waktu senggang bersama teman. Dari lima jenis rarak tersebut, yang menjadi puncaknya adalah rarak gendang besar karena rarak inilah yang paling memberikan lambang dan kiasan hidup.
Rarak dibunyikan pertama-tama bukanlah untuk memberikan hiburan, meskipun dengan keindahan rarak itu sendirinya akan terhibur. Rarak pada hakikatnya dibunyikan untuk memberi peluang kepada pendengarnya untuk dapat mengkaji dam memikirkan dirinya. Rarak itu artinya “menghitung-hitung diri”. Dengan mendengarkan rarak diharapkan orang akan merenungkan dirinya dalam realita hidup. Renungan itu harusnya berawal dari pangkal kehidupan sampai ajal tiba. Karena rarak berarti “menghitung-hitung diri”, maka semua alat rarak tentu mempunyai makna dan kiasan sendiri. Makna dan kiasan itu tetaplah menyangkut manusia dan dunianya, manusia dalam pergaulan nasib dan peruntungannya.
Oguang (gong) dipandang sebagai kiasan kepada orang yang besar bicara, pongah, dan memandang diri serba lebih. Tekanan atau peringatan adat dilambangkan dengan gong yang dipegang erat-erat ketika membunyikannya. Gondang atau gendang yang dua buah adalah lambang orang yang pembangkang. Keduanya sama-sama kosong tidak ada isinya apa-apa didalamnya. Hanya dengan ikatan adat, orang seperti ini dapat diarahkan untuk kebaikan. Hal ini dilambangkan dengan gendang tersebut tidak diikat erat, gendang itu tidak ada gunanya. Demikian juga orang tersebut, jika tidak dikendalikan dengan adat/peraturan mereka akan menjadi sampah masyarakat atau orang yang tidak berguna. Calempong yang lima buah adalah lambang agama Islam (Rukun Islam)
Rarak tidak akan bisa berlangsung jika tidak ada calempong lima. Rarak tidak enak di dengar jika tidak ada bunyi calempong. Sebab, calempong merupakan mahkota keindahan rarak. Celemponglah yang mampu menembus suasana batin manusia, dengan bunyinya yang indah. Celemponglah yang mampu menjalin bunyi rarak menjadi harmonis dalam alunan bunyi yang menawan. Hal itu memberi petunjuk, kehidupan tidak akan indah dan sempurna jika tidak dilengkapi dengan nilai-nilai agama.
Karena rarak mempunyai makna yang hakiki, maka lagu rarak gondang godang mempunyai makna. Tiap lagu telah digubah berlandaskan adat yang bertumbu pada nilai-nilai agama. Oleh karen itu, semua lagu rarak mempunyai nilai-nilai agama yang kuat. Rarak gondang godang memulai lagu ciek-ciek, ciek untuak dunio ciek untuak akhirat (satu untuk dunia satu untuk akhirat). Kemudian dilanjutkan dengan lagu kitang-kitang, lagu ini adalah suatu sindiran kepada orang yang tidak mau diajak kepada jalan yang benar. Selepas itu dimainkan juga lagu tiga-tiga yang mempunyai makna ada tiga perkara di dunia ini yang amat penting, pertama hidup dan mati, kedua sebagai pedoman pergaulan dalam masyarakat. Ketiga, sorak (hukum agama) yang memberikan jalan lurus menuju akhirat. Jika orang itu hidup, maka hiduplah dengan adat yang mulia. Jika dia mati, matilah hendaknya di jalan Allah.
Rarak kemudian memainkan lagu kandidi. Kandidi adalah sejenis burung yang suka bermain sambil mencari makan ditepi sungai. Lagu ini menyindir perempuan tua yang tidak menyadari ketuannya. Karena kebiasaan orang Melayu Kuantan jika mandi di batang Kuantan suka mempermainkan kakinya didalam air, sehingga menimbulkan bunyi. Hal ini dilagukan dalam lagu bakacimpuang.
Rarak gondang godang biasanya berakhir dengan lagu gelang-gelang. Gelang-gelang adalah suatu keadaan yang dapat terjadi pada suatu benda yang terapung diatas air. Jika benda terapung itu bergerak-gerak oleh alunan ombak atau tiupan angin, maka benda tersebut dikatakan dalam keadaan tergelang-gelang. Hal ini menggambarkan tentang sesuatu yang tak tentu arahnya. Ada gerakan atau upaya tapi tak jelas sasarannya. Atau usaha yang tidak sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan.
Uraian diatas memberikan gambaran tentang bagaimana rarak berbicara tentang dunia dan kehidupan. Rarak membuat semacam lukisan terhadap dunia. Rarak membayangkan tingkah laku dunia yang pada dasarnya perbuatan manusia, dapat dilihat dalam kenyataan serta dirasakan oleh hati. Rarak tidak menilai dunia dengan suatu pernyataan. Rarak Kuantan Sengingi sengaja menghindari pemakaian kata-kata dalam penyampaian makna dunia dan kehidupan.