Berita menarik ditampilkan di halaman utama koran Berita Harian, 1 Mei 1969 berjudul Putera Sultan Riau Tuntut Chukai dari Belanda. Tokoh yang ada dalam berita ini adalah Tengku Haji Mohammad Zain (63), anak keenam Sultan Riau Lingga terakhir, Sultan Abdurahman Muazzam Syah II.
Mohammad Zain lahir di Penyengat sekitar tahun 1905 dan memiliki enam saudara. Yakni Tengku Salamah, Tengku Osman, Tengku Aishah, Tengku Ismail dan Tengku Abas. Zain yang tinggal di Kampung Melayu saat tahun 1969 itu, tidak lagi bekerja. Keenam saudaranya juga sudah meninggal dunia. Meski demikian, anak dan cucu dari keluarga besarnya masih cukup ramai yang ada di Kepulauan Riau, Singapura, dan Malaysia. Mohammad Zain meninggal dunia tahun 1985. Hal menarik dari berita ini adalah upaya Mohammad Zain menuntut cukai dari Belanda. Ia menyewa pengacara yang namanya masih dirahasiakan. Pihaknya juga berupaya mengumpulkan data-data tentang rencana besar menuntut hak dari pemerintah Belanda itu. Dasar menuntut cukai kepada Belanda adalah Sultan Abdulrahman Muadzam Syah ketika berkuasa di Riau Lingga memberikan pajak-pajak tanah di Kepulauan Riau kepada Belanda. Ada sejumlah sarikat atau perusahaan asing yang menjalankan usaha di Kepulauan Riau yang membayar pajak atas tanah-tanah yang dipakai.
Haji Zain menyebutkan ada perjanjian antara Belanda dan almarhum ayahnya. Tiap tahun sultan menerima hasil atas pemasukan yang diterima. Belanda setiap tahun membayar hak-hak sultan hingga tahun 1912. Namun, sejak tahun 1913 hingga kematian sultan tahun 1931, Belanda tak lagi membayarkan ‘gaji’ kepada sultan. Dalam perjanjian dengan Belanda, sultan dan anak cucunya tidak akan dikenakan cukai, malah sultan menerima gaji. Namun, sultan tak lagi mempunyai kuasa atas Kesultanan Riau Lingga.
Dalam pemberitaan di koran ini, Haji Zain juga menceritakan kisah ayahnya yang harus hijah ke Singapura tahun 1911. Sebuah kapal perang Belanda masuk di Selat Riau yang didalamnya ada 700 personil. Mereka hendak menemui Sultan Abdulrahman.Rombongan dipimpin Berkhanob dan pegawai kontroler bernama Penstra. Mereka tak bisa berjumpa sultan karena sultan sedang berada di Lingga ada mandi safar. Sultan akhirnya lari ke Singapura bersama anak cucunya menggunakan kapal bernama Seri Daik. Tiga pejabat Kesultanan Riau Lingga, yakni Tengku Haji Ali Kelana, Raja Abdul Rahman dan Raja Khalid Hitam memilih keluar dari Kesultanan Riau Lingga, ketimbang menyerah dan bekerjasama dengan Belanda.
Haji Zaini juga menceritakan usai Perang Dunia II dan proklamasi kemerdekaan Indonesia, pihaknya juga mengajukan tuntutan kepada Belanda. Namun, saat itu proses administrasi terlalu sulit sehingga tuntutan tidak jadi diajukan. Namun, pihak keluarga terus berupaya melengkapi berkas-berkas untuk menggugat pemerintah Belanda. **