Siapa yang tak tahu nama Pulau Berhala, Kabupaten Lingga. Kepopulerannya lebih disebabkan karena aroma politik dan konflik sengketa wilayah antara Provinsi Kepri dan Jambi. Orang mungkin lebih mengenal Pulau Berhala dengan alamnya yang elok, pantai yang indah dan bersih, serta penangkaran penyu di sana. Namun, yang perlu dicatat adalah Pulau Berhala memiliki potensi arkeologis yang sangat bernilai. Ada makam keramat yang menjadi cikal bakal sejarah Islam di Jambi dan peninggalan Jepang pada perang dunia II.
—————-
Pulau Berhala sangat berarti bagi orang Jambi. Apalagi bagi keturunan raja-raja Jambi. Ratumas Siti Aminah (56), cucu pejuang Raden Mattaher begitu semangat dan antusias saat bercerita tentang Pulau Berhala. Di pulau itu dimakamkan Datuk Paduko Berhalo yang dianggap leluhurnya. “Bagi orang Kepri mungkin Pulau Berhala hanya sekedar pulau. Tapi bagi kami, pulau itu sangat bersejarah. Leluhur kami, Datuk Paduko Berhalo dimakamnya di sana. Raja-raja Jambi keturunan dari beliau,”kata Ratumas saat wawancara di kediamannya beberapa waktu lalu.
Kakek Ratumas Siti Aminah yang bernama Raden Mattaher adalah cucu pahlawan nasional, Sultan Taha Syafiudin. Sultan Taha keturunan dari Orang Kayo Hitam. Raja atau sultan yang memerintah di Jambi seluruhnya keturunan dari Orang Kayo Hitam ini. Orang Kayo Hitam adalah anak dari Datuk Paduko Berhalo, hasil perkawinannya dengan Putri Selaras Pinang Masak yang berasal dari Pagaruyung.
Banyak versi tentang Datuk Paduko Berhalo ini bahkan ada yang yang meyakini keberadaan Datuk Paduko Berhalo hanya sekedar mitos. Disisi lain, masyarakat Jambi juga banyak meyakini Datuk Paduko Berhalo sebagai leluhur orang Jambi.
Nama Pulau Berhala diambil dari nama seorang bangsawan Turki yang diperkirakan menginjakkan kaki pertama kali di pulau ini. Namanya, Ahkmad Barus II yang kemudian lebih dikenal dengan nama Datuk Paduko Berhalo. Di papan plang sejarah Datuk Paduko Berhalo yang ada di Pulau Berhala dituliskan, Ahkmad Barus putra seorang raja Turki.
Ia diduga hendak menyiarkan Islam sambil berdagang, namun terdampar di Pulau Berhala. Ia pun akhirnya mempersunting Putri Selaras Pinang Masak. Keduanya pun memimpin kerajaan Melayu II hingga turun-temurun. Keturunan dari kedua dikenal oleh masyakat Jambi dengan gelar Orang Kayo Pingal, Orang Kayo Kadataran, Orang Kayo Hitam, dan Orang Kayo Gemuk. Keturunan yang cukup terkenal adalah Orang Kayo Hitam dengan keris Siginjei-nya yang menjadi raja Jambi pada generasi itu. Sejarah ini tercatat dalam buku Sejarah Nasional Indonesia III terbitan Balai Pustaka.
Versi lain menyebutkan, Datuk Paduka Berhalo adalah keturunan dalam keluarga kerajaan Majapahit di Jawa yang bernama Adityawarman.
Akademisi Universitas Jambi, Aulia Tasman menyebutkan, Adityawarman pergi meninggalkan Majapahit karena tidak berhasil menjadi raja. Ia kecewa hingga meningalkan kerajaan padahal ia sudah berpangkat menteri paling tinggi. Ia pun mengembara ke negeri Melayu dan menikahi seorang putri dari kepala suku Melayu. Akhirnya Adityawarman diangkat jadi raja Kerajaan Melayu pada tahun 1347 M dengan gelar Adityawarmadaya Pratara Parakra Marajendra Mauliwarmadewa.
Saat menjadi raja, Adityawarman sadar bahwa ada agama baru yang akan merasuki agama Budha yang selama ini ia peluk.
Para penduduk pun menjadi khawatir sebab jika banyak penduduk yang memeluk Islam, maka kedudukan sang prabu akan menjadi lemah. Maka warga pun berinisiatif untuk menyembah patung-patung dari arca Bhairawa. Mereka menganggap bahwa arca tesebut dipandang sebagai lambang yang harus melindungi Adityawarman dari penyebaran Islam. Mereka pun memindahkan kerajaan ke Pagarruyung dan menjadikannya sebagai kerajaan baru. Gelar Datuk Paduko Berhalo itu diberikan oleh penganut Islam karena dalam Islam patung yang disembah disebut berhala. Patung Adityawarman disebut berhala Adityawarman, Patung Datuk Paduka Berhala Adityawaraman, dan akhirnya menjadi kebiasaan dipanggil dengan disebut Datuk Paduko Berhalo.
Makam Datuk Paduko Berhalo hingga kini kondisinya masih terawat dengan baik di Pulau Berhala. Makam tersebut berada di bukit dengan ketinggian sekitar 10 meter dari komplek perkampungan warga. Masyarakat Jambi yang berkunjung ke Pulau Berhala, lokasi favorit yang dikunjungi adalah makam ini. Tak lengkap ke Berhala kalau belum mengunjungi makam ini. Sementara, bagi masyarakat Lingga keberadaan makam Datuk Paduko Berhalo ini tak begitu diminati. Tak ada kaitan historis keberadaan makam dengan sejarah masyarakat Lingga.
Peninggalan Jepang PD II
Selain Makam Datuk Paduko Berhalo, ada lagi peninggalan arkeologis yang dijumpai di Pulau Berhala. Di Berhala banyak ditemui bekas-bekas sisa Jepang dalam perang dunia II. Ada dapur Jepang dan meriam Jepang. Bersama makam Datuk Paduko Berhalo, ketiganya adalah cagar budaya dalam pengawasan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Batusangkar. Ini pun jadi perdebatan. Sebelumnya, ketiga cagar budaya dalam pengawasan BPCB Jambi. Sejak dahulu BPCB Jambi yang dulunya bernama BP3 Jambi yang aktif untuk melakukan kegiatan arkeologi dan pengawasan cagar budaya di sana.
Peninggalan tentara Jepang ditemukan di tepi pantai di sisi Timur Pulau Berhala dan di atas Bukit Meriam. Tentara Jepang ditempatkan di Pulau Berhala dikarenakan lokasinya yang strategis. Dari Pulau Berhala ini dapat terlihat pergerakan kapal perang dari dan menuju Pulau Jawa atau Sumatera Bagian Selatan. Mereka diperkuat oleh meriam besar yang ditempatkan di puncak bukit. Peninggalan Tentara Jepang terdapat di tepi pantai dan atas bukit Meriam. Temuan yang terdapat di tepi pantai adalah tungku masak dan bunker tanah. Sedangkan temuan yang di atas bukit meriam adalah meriam besar, bunker, tanah datar, dan meriam katak. Keberadaan tinggalan arkeologi ini menjadi bukti pentingnya Pulau Berhala bagi Jepang dalam perang dunia II khususnya di wilayah semenanjung Melayu.
a. Tungku Masak
Temuan terletak di sisi Timur Laut Pulau Berhala. Tempat ini tepat dipinggir jalan setapak yang menghubungkan makam Datuk Paduka Berhala dengan perkampungan nelayan. Jaraknya dari tepi pantai hanya berjarak 16 meter. Tungku masak ini berupa bangunan yang berbentuk huruf T berukuran panjang 2,7 meter, lebar 1,24 meter dan tinggi 77 cm. Tungku mempunyai tiga lubang di bagian samping dan atas. Lubang dibagian samping berfungsi untuk memasukkan kayu yang akan dibakar, sedangkan bagian atas untuk keluarnya api. Ukuran lubang tidak sama atau semakin mengecil. Diameter lubang adalah 75 cm, 36 cm, dan 30 cm.
Di lokasi dijumpai pula tungku yang lebih kecil dengan dua lubang berukuran diameter 35 cm dan 25 cm. Namun kondisinya telah rusak dibagian atas. Temuan lainnya adalah lantai di sekitar tungku dan lantai tempat mencuci yang dilengkapi dengan saluran air (got) yang menuju ke pantai. Lantai untuk mencuci berukuran 180 cm x 180 cm. Di tempat ini juga terdapat sumur tua.
b. Bunker Tanah
Bunker terletak tidak jauh dari tungku. Lokasinya di sebelah kiri dari jalan setapak yang mendaki menuju perkampungan nelayan. Temuan berupa bunker yang berupa lubang tanah yang dikerjakan dengan menggali tanah berbentuk bujur sangkar berukuran 5 x 5 meter dengan kedalaman 1,5 meter. Pada salah satu sisi bunker terdapat parit yang merupakan jalan masuk ke dalam bunker. Parit digunakan untuk melindungi dari tembakan musuh. Temuan lain adalah tanah tinggi yang berfungsi untuk membentengi bunker. Benteng tanah berbentuk huruf L. Selain itu terdapat tembok yang pada bagian atasnya membentuk huruf U mengarah ke tungku atau pantai. Tembok berukuran panjang 140 cm, lebar 110 cm, dan tinggi 140 cm.
c. Meriam Besar
Lokasi meriam terletak di atas Bukit Meriam dengan kondisi tergeletak di atas tanah. Meriam berukuran panjang 5 meter dengan luas penampang pada bagian bawahnya 30 cm sedangkan bagian ujungnya 17 cm. Pada bagian badan meriam terdapat tanda bekas gergajian yang menandakan adanya usaha untuk membelah bagian laras. Meriam ini ditempatkan dilubang yang berbentuk lingkaran dengan diameter 750 cm.
Pada sisi sebelah Utara terdapat parit yang menuju ke lereng bukit sebelah Utara. Di lereng tersebut terdapat tanah datar yang berukuran panjang 22,70 meter dan lebar 10 meter. Di sebelah barat tanah datar terdapat bunker berukuran pankang 3,7 meter, lebar 3,7 meter, dan kedalaman 1 meter. Bunker ini terhubung dengan bunker lain yang berada disebelah Selatan melalui parit. Bunker berukuran panjang 5 meter, lebar 3,5 meter, dan kedalaman 1 meter. Tampaknya meriam besar tersebut dilindungi oleh pasukan yang berdiam di lubang-lubang bunker.
d. Bunker Beton
Bunker yang terbuat dari beton terletak di sebelah barat dari meriam. Lubang bunker berbentuk persegi enam yang sisinya berukuran 100 cm. Pada bagian atas lubang terdapat tiang-tiang yang telah runtuh berjumlah 4 buah. Tiang berukuran panjang 53 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 65 cm. Pada tengah lubang terdapat runtuhan atap beton yang berbentuk persegi enam. Pada sisi Utara bunker itu terdapat parit yang menuju ke tanah datar di sebelah Utara. Parit ini tidak dapat dilewati oleh manusia karena sangat sempit. Diperkirakan berfungsi untuk mengalirkan air yang masuk ke dalam bunker.
e. Meriam Katak
Meriam ini terguling di lereng bukit berjarak 10 meter dari tempat semulanya di tanah datar yang berukuran panjang 3,7 meter dan lebar 3,7 meter. Tanah datar ini merupakan teras kedua atau yang paling bawah. Di lokasi tersebut dijumpai pula tungku untuk memasak berukuran kecil dengan dua lubang pembakaran dan fondasi meriam. Bentuk meriam sangat unik karena larasnya dibagian atas terbuka. Meriam berukuran panjang 204 cm dan lebar 30 cm. Meriam ini oleh penduduk diberi nama meriam katak karena sering lokasinya sulit ditemukan atau seperti katak yang meloncat-loncat kesana kemari.
f. Keramik Cina
Pulau Berhala juga menyimpan peninggalan keramik-keramik yang berupa guci Guci-guci yang dimiliki oleh penduduk masih banyak yang utuh. Jenis guci berasal dari masa Dinasti Ching yang umum digunakan sebagai wadah minuman.
Dengan banyaknya potensi arkeologis di Pulau Berhala, harusnya inim bisa digali dan dikelola oleh Pemkab Lingga untuk menarik kunjungan wisatawan ke Pulau Berhala. Tinggalan arkeologi dan nilai kesejarahan yang harus ditonjolkan agar orang semakin berminat datang ke Berhala. Pulau Berhala hendaknya diingat bukan sekedar alamnyan yang indah, tapi juga kaya sejarah. **