Propinsi Jambi secara geografis terletak antara 0,45° smapai 2° 45 Lintang Selatan dan antara 101° 10 sampai 104° 55 Bujur Timur serta dengan luas 53.435 Km². dalam konteks sejarah kebudayaan, wilayah ini sejak masa lalu telah menjadi kawasan yang cukup penting, baik di tingkat regional maupun internasional. Gambaran ini setidaknya terlihat dari banyaknya tinggalan kepurbakalaan, terutama di sepanjang daerah aliran sungai Batanghari dan di kawasan Bukit Barisan. Jejak peradaban Jambi, kini dapat ditelusuri dari keanekaragaman tinggalan situs dan benda cagar budaya yang terbentang dari wilayah pegunungan Bukit Barisan hingga pesisir wilayah pantai timur Sumatera.
Melihat potensi tinggalan kepurbakalaan yang bermakna sebagai bukti sejarah kebudayaan serta bagian pembentuk karakter budaya Jambi, maka sangat penting kiranya bagi generasi muda sekarang untuk mengetahui tinggalan sejarah di Provinsi Jambi pada umumnya dan Kota Jambi pada khususnya. Mengingat generasi muda sekarang sudah mulai acuh dengan sejarah dan kebudayaan yang dimilikinya. Diharapkan dengan adanya tulisan ini, setidaknya bisa membantu mereka untuk menemukenali warisan sejarah dan budaya yang mereka miliki.
Ada beberapa peninggalan cagar budaya yang terdapat di Kota Jambi, antara lain:
1. Situs Candi Soloksipin
Situs Soloksipin terletak di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Legok, Kota Jambi. Situs ini berasal dari periode klasik Hindu-Budha. Di dalam situs saat ini hanya tinggal puing-puing berupa pondasi bata bangunan candi. Di Candi Soloksipin ini juga ditemukan arca Budha terbuat dari batu pasiran (sand stone) setinggi 1,72 meter yang digambarkan dalam posisi berdiri memakai jubah. Kemudian 2 buah makara, lapik dan stupa. Baik arca dan makara sekarang tersimpan di Museum Negeri Jambi. Candi Soloksipin ditemukan kembali oleh orang Belanda yang pernah datang ke Jambi. Berdasarkan tulisan yang terdapat pada arca Budha tersebut dapat diperkirakan arca berasal dari abad 8 M. sedangkan pada salah satu makara terdapat tulisan angka tahun 1064 M. sayangnya, kondisi situs saat ini udah semakin terhimpit oleh pemukiman penduduk dan hanya beberapa bagian yang bias diselamatkan.
2. Makam Taman Rajo-Rajo
Taman Rajo-Rajo terletak di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Legok, Kota Jambi. Taman Rajo-Rajo merupakan tempat pemakaman SultanMahmud Mahidin dan istrinya R. Isah. Sultan Mahmud yang memerintah Kesultanan Jambi sekitar tahun 1821-1826. Nisan makam-makam terbuat dari kayu sungkai, bebentuk gada dan diukir pada permukaannya. Komplek makam dikelilingi pagar berupa dinding bata berukuran besar (seperti bata candi) dan saat ini hanya tersisa sebagian.
3. Kawasan Cagar Budaya Jambi Seberang
Kawasan cagar budaya Jambi Seberang terletak di tepian Sungai Batanghari, tepatnya di seberang kawasan perniagaan modern Kota Jambi. Sungai Batanghari yang membelah Kota Jambi secara alamiah, seolah menjadi pembatas kedua kawasan ini. Pada kawasan modern dominasi perkotaan tampak dari pertokoan, pasar, dan pusat bisnis modern, sedangkan pada tepi Batanghari sisi seberang merupakan kawasan pemukiman tradisional Jambi dengan dominasi rumah-rumah tradisional Jambi, berupa rumah panggung kayu yang didukung komunitas homogin keturunan Arab-Melayu Jambi, berlatar belakang budaya Islam. Kentalnya budaya Islam tercermin dari beberapa bangunan, seperti tempat tinggal, kompleks makam Islam, bangunan ibadah, serta sekolah Islam (madrasah/pondok pesantren). Bangunan benda cagar budaya tersebut, diantaranya:
– Madrasah Nurul Iman, terletak di Jl. KH. Qodir Ibrahim, Kel. Ulu Gedong, Kecamatan Danau Teluk, Kota Jambi. Madrasah ini didirikan pada tahun 1915 diatas tanah seluas 2.935 m² dengan luas bangunan 1400 m². Arsitektural bangunan merupakan perpaduan gaya indis dengan rumah panggung tradisional. Unsur indis terlihat pada atap berbentuk pelana dengan tingkat kemiringan yang tinggi, jendela dan pintu berukuran besar, serta ventilasi berjajar yang berfungsi untuk sirkulasi udara. Sementara elemen lokal terlihat pada bentuk bangunan panggung dengan dinding dihiasi ukiran terawangan sulur-suluran dan sinaran.
– Madrasah Nurul Islam, terletak di Jl. KH. Qodir Ibrahim Kelurahan Tanjungpasir Kecamatan Danau Teluk, Kota Jambi. Madrasah ini didirikan pada tahun 1915 oleh Kemas Haji Muhammad Saleh dengan luas bangunan 458,78 m² di atas tanah seluas 12.160 m². Arsitektur merupakan perpaduan gaya tradisional dan Kolonial.
– Makam Bangsawan Melayu, terletak di Kelurahan Tahtulyaman, Kecamatan Pelayangan, Kota Jambi. Terletak di kawasan pemukiman tradisional seberang dan pada masa lalu merupakan makam para bangsawan melayu. Makam tertua terlihat dari bentuk nisannya yang bertipe Aceh, diperkirakan berasal dari abad ke XIV Masehi. Makam tua lainnya yaitu tiga buah makam dengan nisan terbuat dari kayu, dua diantaranya berukiran huruf Arab berbahasa Melayu bernama Sayyid Husain bin Ahmad dengan angka tahun 1178 H/1652 M dan Sayyid Qasim bin husein berangka tahun 1186 H/1765 M.
– Rumah Batu Olak Kemang, terletak di Kelurahan Olak Kemang, Kecamatan Danau Teluk, Kota Jambi. Bangunan ini merupakan rumah kediaman Sayyid Idrus bin Hasan Al-Djufri yang bergelar Pangeran Wiro Kusumo. Seorang keturunan Arab/Yaman yang mendapat kedudukan penting di Kesultanan Jambi. Disamping itu Beliau merupakan besan dari Sultan Thaha Syaifudin. Sayyid Idrus wafat tahun 1902 dan rumah tersebut dihuni keturunannya. Keunikan Rumah Olak Kemang terdiri dari dua lantai, mempunyai arsitektur perpaduan Melayu, Eropa, dan Cina. Unsur lokal berupa rumah panggung, pengaruh Cina pada bentuk atap, gapura dan ornament-ornamen berbentuk naga, awan, bunga, dan arca singa. Unsur Eropa terlihat dari tiang-tiang panggung dari bahan batu bata dan semen berbentuk pilar menyangga bangunan atasnya. Lantai bawah dilapisi ubin terakota dan pada lantai kedua papan kayu. Kedua lantai dihubungkan dengan tangga semen layaknya rumah bertingkat yang banyak dipakai bangunan indis.
– Makam Sayyid Idris (Pangeran Wiro Kusumo), terletak tidak jauh dari tempat tinggalnya di Rumah Batu Olak Kemang, berada di lingkungan kompleks Masjid Ak-Ikhsaniyah. Pada masa lalu kedua bangunan tempat tinggal dan masjid merupakan satu kompleks, namun pada saat ini sudah dipenuhi tempat tinggal penduduk dan terdapat sekolah pesantren Ass’ad. Keunikan dari makam Sayyid Idrus, yaitu jirat dan nisannya terbuat dari batu pasiran yang didominasi ukiran hiasan bunga teratai.
4. Makam Raden Muhammad Thahir (Raden Matthaher), merupakan salah satu pejuang Jambi saat melawan mauknya kolonialisme Belanda di Jambi. Semasa hidupnya beliau melanjutkan perjuangan Sultan Thaha Syaifuddin untuk terus bertempur menentang Belanda atas pendudukan di wilayah Kesultanan Jambi. Setelah beliau wafat, dimakamkan dilokasi yang kini berada di Jl. Kampung Baru, Kelurahan Solok Sipin, Kecamatan Telainapura, Kota Jambi atau masih satu kompleks dengan Taman Makam Rajo-Rajo.
5. Klenteng Hok Tek, terletak di Jl. Husni Thamrin, Kelurahan Beringin, Kecamatan Pasar, Kota Jambi menurut pengurus klenteng Hok Tek, klenteng ini merupakan klenteng tertua di Jambi. Usia bangunan terlihat pada sebuah papan nama yang bertuliskan 154 tahun yang lalu. Pada sisi lain dari papan tersebut, tertera penjelasan mengenai seorang yang telah memberikan sumbangan ketika berkunjung ke klenteng pada tahun 2489 Imlek (1838 M). bangunan Klenteng Hok Tek menghadap timur laut, sebagaimana tercermin dari altar yang ada di dalam bangunan. Seperti klenteng pada umumnya, bentuk atap ruang depan bangunan berjurai dan pelana (hsuan shan), sedangkan ruang utama dan samping atapnya berbentuk pelana dengan dinding tembok (ngang shan). Kedua bubungannya membentuk symbol naga bermahkota bertanduk dan bertaring. Pada dinding kiri-kanan atas pintu masuk terdapat mural yang menggambarkan kisah Sam Kok dan seorang seorang ibu yang menyelamatkan bayinya dari serangan perusuh jalanan. Klenteng Hok Tek telah mengalami renovasi, tercatat pada tahun 1931 dan 1970. Sejak tanggal 4 Februari 1984 klenteng ini sudah tidak difungsikan lagi sebagai tempat ritual, namun keberadaannya tetap dilestarikan dan tahun 1997 dilakukan renovasi dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya.
6. Kawasan Kota Lama Kolonial Belanda, terletak di Kelurahan Pasar, Kecamatan Pasar, Kota Jambi. Termasuk dalam kawasan ini adalah rumah kediaman Gubernur Provinsi Jambi. Disekitar rumah gubernur inilah saat ini masih ditemui bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda, baik bangunan tempat tinggal maupun perkantoran, rumah saskit, dan sekolah. Salah satu yang monumental adalah Kantor Residen Jambi yang saat ini masih dipakai sebagai kantor Satuan Brimob Polda Jambi. Bangunan lainnya adalah SMP Negeri 1, Rumah Sakit DKT, bangunan ibadah, dan kampus lama Universitas Jambi, dan beberapa tempat tinggal dari bahan kayu yang sebagian masih tersisa.
7. Menara Air, menara yang kini menjadi reservoir PDAM Jambi ini merupakan salah satu peninggalan Belanda. Terletak di Kelurahan Murni, Kecamatan Telanaipura, Kota Jambi atau berada di depan Museum Perjuangan Rakyat Jambi dan berada di belakang Masjid Agung. Menara air, Museum Perjuangan Rakyat Jambi, dan Masjid Agung pada masa Kesultanan Jambi merupakan bekas lokasi Istana Tanah Pilih yang kemudian dihancurkan Belanda dab didirikan benteng pertahanan. Sebagai bangunan reservoir, menara tersebut berfungsi untuk menampung air minum dengan luas bangunan berdiameter 9.360 m dan tinggi 24.150 m. sejarah mencatat di atas menara air ini pengibaran bendera nerah putih pertama kalinya oleh pejuang Jambi pada tanggal 19 Agustus 1945 atau dua hari setelah diumumkan Proklamasi Kemerdekaan RI.
8. Makam Belanda/Kerkhof (1900 – 1950), terletak di Kelurahan Beringin, Kecamatan Beringin, Kota Jambi. Kerkhof ini merupakan bagian dari saksi sejarah ketika Belanda berkuasa di Jambi sejak tahun 1833-1945. Di samping makam orang Belanda dan keturunannya juga terdapat makam tentara Jepang yang pada masa penjajahan juga pernah menduduki Jambi.
9. Bunker Jepang, terletak di Kelurahan Pall Merah, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi. Lokasi bunker saat ini berada di dalam kompleks Bandar Udara Sultan Thaha Syaifudin. Bandar udara tersebut dibangun pada masa penjajahan Belanda dan ketika tentara Jepang menduduki Jambi pada masa Perang AsiaPasifik, salah satu bagian dari sisi landasan pacu didirikan bunker. Bunker terbuat dari cor beton berdinding tebal, berdenah persegi, daun pintu masuk terbuat dari besi, pada bagian atas dilengkapi empat cerobong. Sedangkan pada dinding yang menghadap ke landasan pacu terdapat tiga jendela untuk penempatan senjata mesin.