Pengrajin Atap Rumbia yang Terus Eksis

0
3293
Rumah di pesisir Lingga banyak yang masih beratap rumbia. foto:antaranews.com

Kerajinan tradisional membuat atap rumbia di Lingga masih terus bertahan. Potensi sagu Lingga yang melimpah menjadikan pengrajin mudah mendapatkan bahan untuk atap rumbia.
——————
Beragam cara dilakukan orang untuk bertahan hidup. Banyak warga Desa Panggak Laut, Lingga yang bekerja sebagai pembuat atap rumbia. Misalnya saja, Komariah. Demi membantu tugas suami mencukupi kebutuhan sehari harinya, Komariah merintis usaha menganyam daun sagu atau rumbia menjadi atap rumah. Pekerjaan ini sudah dijalaninya bertahun-tahun. Tak hanya Komariah, Rosnah (44), ibu rumahtangga lainnya mengaku telah melakukan pekerjaan sebagai pengrajin atap rumbia selama 20 tahun.
“Saya bekerja sebagai penganyam atap dari saya belum menikah sampai sekarang saya sudah punya dua anak. Anak pertama saya sudah berumur 15 tahun sekarang dia sudah duduk dikelas IX SMP anak saya yang kecil berumur 3,5 tahun,”kata Rosnah.

Pekerjaan membuat atap rumbia sudah turun temurun dari leluhurnya. Penghasilan dari menganyam atap ini dapat membantu suaminya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. “Kalau untuk bahan-bahan untuk membuat atap daun ini, itu dari daun sagu atau daun rumbia yang sudah tua, bambu, dan bintet yang terbuat dari kulit pelepah sagu. Bahan-bahan ini saya ambil sendiri kedalam hutan,”ujarny” cetusnya.

Dalam satu bulan, Ibu dua anak ini bisa menganyam atap daun berkisar dari 700 hingga 1000 keping. Harga perkeping ia jual 700 rupiah. “Alhamdullillah dalam satu bulan bisa terjual semuanya,”ujarnya.

Di Kabupaten Lingga ini bukan hanya di Desa Panggak Laut saja yang ada pengrajin atap daun. Sejumlah daerah seperti desa Nerekeh, Budus, Kudung, dan Teluk juga ada sejumlah pengrajin atap daun tradisional.

Tak hanya di Lingga, di Karimun juga berkembang kerajinan tangan membuat atap. Ramai di Kelurahan Alai, Desa Sungai Ungar dan di Kelurahan Sawang.
Dari membuat atap dari daun rumbia ini juga menjadi salah satu sumber bagi pendapatan masyarakat Kundur.
Dalam satu hari, warga yang mencari nafkah dari daun rumbia ini bisa menghasilkan sebanyak 100 hingga 200 bidang atap rumbia.
Kerajinan ini sudah ditekuni masyarakat Kundur seperti Kelurahan Alai sudah sangat lama. Bahkan sebelum kemerdekaan pun, atap rumbia ini menjadi salah satu atap yang banyak digunakan masyarakat untuk membangun rumah.
Selain itu, kerajinan atap pun sudah diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi.

Di Kelurahan Alai, kerajinan membuat atap memang sudah tidak asing lagi. Banyak masyarakatnya meluangkan waktu untuk membuat atap. Tua, muda, laki-laki dan kaum ibu banyak menekuni pekerjaan ini. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, yang nanyak ditemui berbagai jenis atap moder. Akan tetapi atap rumbia ini tidak mati ditelan zaman.Memang, sudah tidak banyak lagi masyarakat menggunakan atap dari daun rumbia. Tetapi, menurut banyak pendapat pembuat atap. Atap rumbia ini masih laris dijual baik dibawa ke Batam hingga ke pulau-pulau yang ada di Karimun. Isam, salah seorang warga Kelurahan Alai, Kecamatan Kundur, yang juga pengrajin Atap Rumbia ini mengatakan, di Alai, memang banyak ditemui pengrajin atap rumbia.
“Kami disini, tidak hanya berasal dari tua dan muda. Kaum lelaki dan ibu-ibu juga banyak menekuni pekerjaan ini,”kata Isam.
Menurut pengrajin Atap ini, para pengrajin atap bisa mengumpulkan 100 hingga 200 atap dalam satu hari. Dan atap ini akan dijual ke berbagai pulau-pulau baik di Karimun dan di Batam.
“Di Alai ini, mencari daun rumbia memang tidak sulit. Hampir setengah Kelurahan Alai ini dipenuhi perkebunan rumbia,”sebutnya.(dbsb).