Pegawai BPCB Jambi ‘Kembali’ ke Alam Raya

0
116
Kegiatan peningkatan kapasitas aparatur SDM BPCB Jambi. (foto: M Ali Surakhman).

Oleh: M Ali Surakhman (Penggiat Budaya Jambi)

Pengembangan kapasitas sebagai proses dimana individu, kelompok, organisasi, institusi, dan masyarakat meningkatkan kemampuan mereka untuk menghasilkan kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (core functions), memecahkan permasalahan, merumuskan dan mewujudkan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, dan memahami dan memenuhi kebutuhan pembangunan dalam konteks yang lebih luas dalam cara yang berkelanjutan.

Begitu juga dengan kebudayaan,proses pelestarian dan pembangunan kebudayaan tak bisa di lepaskan dari, profesionalisme kerja tenaga budaya itu sendiri, dan kekuatan kerjasama diantara mereka, ini tak akan terwujud tanpa menyamakan dan menyatukan visi, pikir, dan konsep yang nanti akan menghasilkan output tepat sasaran, padat dan  berkelanjutan. Salah satu caranya meningkatkan kapasitas, dan kembali keruang belajar, dengan mengembalikan pikiran dasar akan pelestarian kebudayaan serta merefresh simpul hati di alam terbuka, yang di kelilingi menhir menhir kuno tanah Pagar Alam dan Lahat, tinggalan masa prasejarah, dengan itu di harapkan mengembalikan memori dan energi masa lalu akan peradaban leluhur.

Menurut Kartika Siskasari, unit Pokja Kepegawaian BPCB Jambi, kegiatan ini mengikuti protokoler kesehatan dan standar izin Covid-19, sebelum kegiatan ini di mulai, semua peserta, sudah di swap, dan divaksinas ada 80 peserta, terdiri dari honorer, juru pelihara, Satpam, staff BPCB Jambi dan pegawai yang sudah memasuki masa pensiun, serta pemerintah setempat Kabupaten Lahat dan Pagar Alam, Sumsel. “Kita menghimpun  semua unsur, mulai yang terendah sampai yang tinggi, kita himpun di alam raya, dalam satu lingkar wadah, di mana tak ada sekat, perbedaan, antara atasan dan bawahan, dan yang sudah pensiun, kita kuatkan ikatan, bahwa kita satu keluarga dalam kerja Kebudayaan, untuk memperkuat kerja pelestarian”, ujarnya.

Ditambahkan, bagi yang sudah memasuki masa pensiun ikut dilibatkan, karena jam terbang dan pengalaman mereka masih berguna di tengah masyarakat untuk membantu kerja Kebudayaan, kita tak akan “habis manis sepah di buang”, “Kekuatan ada pada yang muda, namun Tuah diambil pada yang tua”, dan kegiatan ini di harapkan bisa dilaksanakan secara berkala, ujarnya lagi.

Capacity building ini bertujuan :

  1. Meningkatkan motivasi kerja pegawai.
  2. Menciptakan pribadi terpecaya sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja yang tinggi.
  3. Membangun kemampuan berfikir, kepercayaan diri dan berfikir kreatif.
  4. Memahami makna yang lebih mendalam, mengenai tanggung jawab yang diamanahkan.
  5. Meningkatkan Kerjasama, sikap profesional dan proaktif dalam memberikan pelayanan baik eksternal maupun internal.

Pembangunan Kebudayaan dan pelestarian tak lepas dari manusianya, dan pengetahuan serta kepribadian yang bertanggung jawab, untuk membangkitkan itu, sekali kali sangat penting di buat kegiatan Capacity Building yang tak hanya di ruangan saja tapi di alam terbuka, biar kita paham bahwa budaya dan alam tak bisa di pisahkan, dan nilai nilai luhur yang di wariskan nenek moyang  tercipta dari Alam Raya, “Alam Takambang Jadi Guru”, dan keseimbangan itu harus dijaga terus menerus, agar nilai “kehalusan budi” tak hilang dan lapuk oleh waktu. Karena buah budaya itu, moral, etika, budi, dan bijaksana, kalaulah ini sudah selaras, seimbang, maka tercipta karakter anak bangsa yang kuat, bisa hidup di tengah tengah perbedaan, dapat “Menimbang Sama Berat, Mengukur Sama Panjang”.

Menurut Agus Widiatmoko, Kepala BPCB Jambi, ia akan memperkuat dan memperbaiki manajemen yang ada di BPCB Jambi, agar betul betul tercipta profesionalisme kerja. Dalam mendukung arah pembangunan kebudayaan di daerah. Kita berharap Kebudayaan punya ruh, karena kebudayaan menciptakan peradaban dengan semua unsurnya, jangan kita berpikir awam, bahwa kebudayaan itu hanya simbol simbol, upacara upacara, festival festival saja, namun lebih dari itu, Kebudayaan adalah nilai nilai, buah pikir, dan budi, yang membentuk etika moral dalam bermasyarakat, ia ibarat pohon yang daunnya meneduhkan sekitarnya, cabangnya tempat bertengger, batangnya tempat bersandar, akarnya sumber kekuatan dan kehidupan, jangan sampai ia menjadi “Bisa Kawi, Keatas  Tak Berpucuk, Kebawah tak berurat, di tengah digiruk kumbang, hidup tidak, mati tak mau. **