Panggung Bangsawan: Teater Rakyat di Muara Sabak Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi

0
3989

Oleh: Dwi Sobuwati

Jambi memiliki motto “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah” yang diangkat dari khasanah lama dan mempunyai arti kebesaran wilayah Jambi. Luas wilayah Provinsi Jambi tercatat 50.160,05 km2, yang terbagi atas 9 (sembilan) kabupaten dan 2 (dua) kota. Salah satu kabupaten yang terdapat di Jambi adalah Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan ibukotanya Muara Sabak. Jarak dari Kota Jambi yang merupakan ibukota provinsi ke kota Muara Sabak yaitu 129,44 km. Jarak tersebut dapat ditempuh dengan waktu satu setengah jam memakai kendaraan roda empat atau mobil dan kurang lebih dua jam dengan menggunakan roda dua atau motor.
Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki luas wilayah 5.445,00 km2 dengan jumlah penduduk 213.781 jiwa dan kepadatan penduduk mencapai 39,26 orang/km2. Penduduk terbanyak berdomisili di sekitar kota Muara Sabak yang merupakan pusat kota, pusat pemerintahan, pusat perekonomian dan perdagangan, serta pusat pendidikan.
Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang memiliki wilayah cukup luas serta memiliki potensi alam yang besar. hal ini, memberi peluang pada para pendatang untuk bermukim di daerah tersebut. Oleh sebab itu, selain suku-suku bangsa penduduk asli Jambi yaitu sukubangsa Melayu Jambi, ada pula orang-orang dari sukubangsa lain yang menetap, diantaranya adalah sukubangsa Palembang, Jawa, Minang, Bugis, dan Banjar. Disamping itu, terdapat pula golongan penduduk pendatang keturunan asing seperti Cina, Arab, dan India. Percampuran antara penduduk asli Jambi dan kaum pendatang menyebabkan percampuran budaya diantara para penduduknya. Namun demikian, budaya dan tradisi Jambi sampai saat ini masih lestari dan dikembangkan.
Dewasa ini kebudayaan daerah semakin berkembang dengan tidak meninggalkan pakem tradisi lama. kebudayaan daerah yang menjadi dasar dari kebudayaan nasional terus dikembangkan untuk menunjukkan jati diri bangsa dan memupuk rasa persatuan. Untuk itu, pelestarian dan pengembangan tradisi daerah menjadi hal yang penting dalam pembinaan kebudayaan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau yang wilayah kerjanya mencakup empat provinsi yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Riau, Jambi, dan Bangka Belitung memandang perlu untuk menginformasikan budaya yang ada di setiap daerah yang menjadi cakupannya, agar masyarakat pendudukung budaya setempat lebih memahami dan mencintai budaya warisan leluhur.
Seperti diketahui, kebudayaan mencakup semua sisi kehidupan antara lain pemerintahan, ekonomi, perdagangan, pendidikan, religi, dan budaya termasuk kesenian. Demikian pula kesenian yang berkembang di wilayah Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur. Para seniman dan budayawan setempat yang bermitra dengan instansi terkait berusaha melestarikan dan mengembangkan budaya setempat.
Dari sekian banyak budaya Jambi, kesenian tradisional maupun modern paling banyak diminati oleh pendukung kebudayaan. Salah satu kesenian tradisi yang masih bertahan di daerah Muara Sabak adalah Bangsawan yang merupakan teater rakyat. Jenis kesenian ini dapat ditemui di Kecamatan Muara Sabak Timur. Sesuai dengan namanya “Bangsawan” maka pertunjukkan ini berceritera tentang kehidupan istana. Menurut informan yang menggeluti pertunjukkan Bangsawan, teater rakyat ini dikenal dengan nama “Panggung Bangsawan” karena setiap pertunjukkan menggunakan media panggung dan bercerita tentang kehidupan di sekitar istana yang menyajikan kisah seribu satu malam atau “sahibul hikayat” demikian mereka menyebutnya.
Asal-usul panggung bangsawan sendiri tidak diketahui dengan pasti, namun demikian karena memakai cerita seribu satu malam sebagai lakonan dalam setiap pementasannya, maka dapat diketahui bahwa kesenian ini kemungkinan masuk ke Jambi bersamaan dengan penyebaran agama Islam. Biasanya para penyebar agama menyisipkan syiar-syiar Islam dalam cerita atau lakon bangsawan. Sampai saat ini, panggung bangsawan masih memainkan peranan sebagai media informasi dari pemerintah kepada masyarakat misalnya dalam menyampaikan pesan untuk berkeluarga berencana, memelihara kebersihan lingkungan, bahkan pemilihan umum (pemilu), dapat disampaikan secara luwes oleh para pemainnya. Panggung Bangsawan merupakan teater rakyat yang memadukan unsur-unsur cerita, nyanyi, dan tari.

Panggung Bangsawan dimainkan oleh kurang lebih 13 orang sebagai pelakon yang terdiri atas peran seorang raja, seorang permaisuri, seorang putera mahkota, seorang puteri raja, seorang perdana menteri, seorang khadam, dan dua orang pengawal. pemain yang lain bertugas untuk inang dayang dan penari. Selain pelakon juga ada empat orang pemain musik yang memainkan alat berupa biola, accordion, gendang, dan gong atau tawak-tawak. Untuk pemeran khadam, bertugas sebagai juru bicara kerajaan sekaligus penghibur keluarga istana. Keluarnya pemeran ini paling dinanti oleh para penonton, karena kekocakannya dalam menyusun kata-kata sehingga mengusir kebosanan penonton dari keseriusan cerita yang disuguhkan. Peran khadam dalam setiap cerita dapat dikatakan sebagai peran utama dibandingkan dengan peran-peran yang lainnya. Durasi pementasan panggung bangsawan pada zaman dahulu dapat menghabiskan waktu semalaman yaitu dari selepas isya sampai hampir waktu shubuh. Pada masa kini, waktu yang dibutuhkan untuk sekali pementasan tidak kurang hanya satu jam saja. menurut mereka hal ini disesuaikan dengan kebutuhan atau alokasi waktu yang diberikan dalam setiap kali pentas (nampil: mereka menyebutnya demikian).
Pada umumnya untuk memahami cerita-cerita Panggung Bangsawan, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai sumber melalui medium penyampaiannya. Pertama, melalui teks tulisan baik berupa Hikayat, Syair, ataupun naskah Sejarah Melayu. Kedua, melalui teks lisan berupa Cerita Rakyat, Legenda, Mitologi yang disampaikan oleh penutur atau tukang cerita. Ketiga, melalui proses pemanggungan berupa teks pertunjukan di atas panggung. Ketiga medium tersebut masing-masing memiliki perbedaan, tetapi yang lebih penting, semuanya berhubungan dengan audien yaitu publik pembaca atau pendengar atau penonton. Apabila berhubungan dengan publik, mau tidak mau publik tersebut dapat memberikan makna atau reaksi terhadap apa yang dihadapinya, baik secara spontan maupun melalui proses pentahapan.
Reaksi yang cepat atau bisa disebut juga tanggapan, dapat bersifat pasif dan dapat pula bersifat aktif. Dikatakan pasif, apabila seorang pembaca, pendengar atau penonton dapat memahami suatu teks hanya dengan melihat hakekat estetika saja. Sedangkan dikatakan aktif, jikalau seorang pembaca, pendengar atau penonton dapat melihat bagaimana merealisasikannya (Junus, 1985). Hal ini berarti mengkaji teks pertunjukan dapat mencakup relasi antara penonton dengan teks pertunjukan yang disaksikannya.
Pada kenyataannya, sekarang, panggung bangsawan sangat jarang “nampil” karena masyarakat pendukungnya kurang mengapresiasi teater rakyat tersebut.
Pementasan panggung bangsawan menggunakan sebuah panggung untuk para pelakon bermain. ukuran panggung tidak ada ketentuan baku. Di bagian belakang dipasang tirai atau layar yang akan diganti setiap tukar adegan, misalnya ketika para pelakon sedang beradegan di istana, maka layar akan menunjukkan suasana istana atau ketika para pemeran sedang ada di hutan layarnya pun harus disesuaikan dengan
suasana di dalam hutan, dan seterusnya.
Pertunjukan yang disebut Rampai Cerita Wayang Bangsawan dipentaskan oleh beberapa Panggung Bangsawan di tanah Melayu. Di sini akan diperlihatkan bagaimana seorang sutradara dengan latar belakang sosial budayanya mementaskan Hikayat, Cerita Rakyat, Legenda, dan lainnya supaya memenuhi harapan penontonnya yang multietnis dan multikulutur. Di daerah ini, hikayat dan legenda diyakini penduduknya sebagai cerita sejarah dan dianggap sakral oleh para pendukungnya. Selain itu, dalam rampai ini merupakan ringkasan cerita yang akan memperlihatkan bagaimana sang sutradara mewujudkan teks pertunjukan untuk mengubah resepsi hikayat kepada para penontonnya. Hikayat dan legenda adalah suatu cerita yang mencerminkan sikap kesetiaan penduduknya kepada khasanah budaya, sebagaimana hasil karya sastra lama yang masih terpelihara hingga saat ini (Sudjiman, 1995). Hasil karya tersebut tidak menyebutkan nama pengarangnya dan tahun berapa ia dikarang.
Kalau jaman dulu Panggung Bangsawan dapat dimainkan selama 5 jam atau lebih, pada saat ini sering dikemas menjadi 2 jam untuk kepentingan tertentu. Oleh karena itu, hikayat atau legenda tertentu yang dipentaskan telah disempitkan latarnya dan jumlah tokohnya diperkecil disesuaikan dengan jumlah pem”babak”-an dalam penyajiannya.
Menurut Syam Rusli yang masih setia menggeluti panggung bangsawan, hanya sesekali saja mereka dapat menampilkan kesenian ini. Berbeda dengan masa dahulu, panggung bangsawan akan tampil hampir di setiap pesta atau kenduri yang diadakan masyarakat setempat seperti pada acara perkawinan maupun khitanan. Pada masa kini, paling mereka hanya diminta oleh instansi terkait untuk pementasan di festival-festival atau mengisi acara pada perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia, yang nota bene hanya setahun sekali saja. Untuk melestarikan dan mengembangan kesenian ini, maka para generasi muda hendaknya diperkenalkan dan diajak bermain agar mereka dapat memahami keberlangsungan pewarisan tradisi setempat.
Pementasan panggung bangsawan menggunakan sebuah panggung untuk para pelakon bermain. ukuran panggung tidak ada ketentuan baku. Di bagian belakang dipasang tirai atau layar yang akan diganti setiap tukar adegan, misalnya ketika para pelakon sedang beradegan di istana, maka layar akan menunjukkan suasana istana atau ketika para pemeran sedang ada di hutan layarnya pun harus disesuaikan dengan suasana di dalam hutan, dan seterusnya.