Mengenal Pekajang, Desa ‘Terluar’ Lingga

0
2510
Dermaga Pekajang. foto: m. hasbi

Desa Pekajang merupakan desa ‘terluar’ Kabupaten Lingga. Berbatasan sebelah selatan dengan Belinyu, Bangka. Suasana Bangka terasa sekali di sana. Kebutuhan sehari-hari hingga kenderaan bermotor pun berplat Babel. Namun, secara historis dan admistrasi sejak zaman Kerajaan Riau Lingga, negeri ini tetap dibawah Lingga.
==============================
Asal nama Pulau Pekajang berawal dari kata ‘kajang’ (sejenis tikar dari daun nipah yang
dianyam sedemikian rupa untuk sebagai atap bagi perahu atau sampan). Ketika itu ketika orang hendak pulang pergi dari Pekajang atau Daik hanya dengan menggunakan perahu atau sampan hanya dengan menggunakan perahu atau sampan, karena perjalanannya menghabiskan waktu berhari-hari baru sampai maka mereka memasang kajang sebagai atapnya. Lama kelamaan timbullah istilah apabila hendak ke pulau tersebut haruslah berkajang. Lama-kelamaan istilah tersebut dari berkajang menjadi pekajang.

Batas wilayah Desa Pekajang meliputi sebelah Utara Tanjung Nyang, Desa Teluk (Indragiri Hilir), sebelah timur Selat Karimata, sebelah selatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan sebelah barat Provinsi Jambi. Batas wilayah semuanya berbatasan dengan provinsi tetangga. Namun, ‘perebutan’ tentang wilayah Pekajang hanya terjadi antara Provinsi Kepri
dan Bangka Belitung.

Tahun 2013, saya ikut rombongan Pemkab Lingga berkunjung ke pulau ini. Menggunakan kapal Batavia VOC, hampir empat jam dari Pelabuhan Dabo baru sampai. Cuaca buruk, kapal tak bisa merapat ke dermaga. Terpaksa rombongan turun ke pompong untuk naik ke pulau. Banyak rombongan wanita tak bisa turun. Akses komunikasi ke Pulau Pekajang sulit. Belum ada jaringan seluler. Kondisi ini menyebabkan kadang masyarakat tak siap
begitu ada kunjungan atau kedatangan orang dalam jumlah ramai ke sana. Pernah juga ada kejadian, ada kunjungan yang sudah dijadwalkan.  Namun, rombongan batal berangkat. Masyarakat pun kecewa. Mereka sudah mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk konsumsi. Susahnya komunikasi menyebabkan sesuatu yang amburadul dan mubazir.

Hal yang menarik, warga Pekajang juga memiliki handphone. Namun, Hp itu hanya disimpan saja dan baru digunakan kalau keluar Pekajang. Kalau keluar Pekajang, warga baru membawa Hp sekaligus membeli pulsa. Untuk bisa berkomunikasi ke Lingga, terpaksa warga harus naik pompong sekitar tiga jam ke Belinyu yang masuk wilayah Kabupaten Bangka.

Nama lain Pulau Pekajang adalah Pulau Cebia atau Pulau Tujuh. Nama Cebia berasal dari
terdamparnya sebuah Kapal Belanda bernama Cebia di atas karang depan Pulau Pekajang dan oleh Belanda untuk mengingat pulau tersebut diberi nama Pulau Cebia. Ketika
Belanda membuat Peta mereka menyebut nama pulau tersebut dengan pulau-pulau Tujuh karena pulau tersebut merupakan pulau-pulau yang berkelompok tujuh buah pulau.

Desa Pekajang terdiri dari tujuh buah pulau, yaitu Pulau Pekajang Kecil/Cebia, Pulau Pekajang Besar, Pulau Penyaman, Pulau Pasir Keliling, Pulau Tokong Kembung, Pulau Tokong Kembung dan Pulau Lalang. Dari tujuh pulau tersebut hanya satu  buah pulau yang dihuni yaitu Pulau Pekajang Kecil (Cebia) dengan luas keseluruhan kurang lebih 1756 km².

Secara geografis Desa Pekajang sangat strategis dan potensial menjadi tempat wisata bahari karena memiliki pulau-pulau yang sangat indah dan laut yang dalam sehingga sangat kaya dengan sumber daya alamnya seperti bahan tambang antara lain batu granit, pasir kuarsa, bijih timah dan perikanan laut. Di Pekajang banyak ditemui penambangan timah laut secara ilegal. Mata pencarian penduduk Desa Pekajang adalah nelayan yang hasil tangkapannya dijual ke wilayah ibukota Kabupaten Lingga dan daerah lain.

Secara tradisional Perairan Gugusan Kepulauan Tujuh secara tradisional merupakan
wilayah penangkapan ikan nelayan warga Provinsi Babel. Secara ekonomi penduduk Desa Pekajang lebih banyak berhubungan dengan warga Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka. Jaraknya lebih 30 mil laut, bila  dibandingkan dari Kecamatan Lingga Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau yang berjarak kurang lebih 60 mil laut ke Desa Pekajang. Dari faktor jarak, maka Gugusan Pulau Tujuh

Gugusan Pulau Pekajang yang lebih dikenal dengan Pulau Tujuh berdasarkan Surat perjanjian
antara Kesultanan Riau dengan Pemerintahan VOC/Hindia Belanda sejak tahun 1748-1909
bernama Pulau Kudjangan. (Djoko Sulistyono,2014). Bila dilihat dari atlas “Beschrigving van de straat Banca en Driven” tahun 1753 halaman 59. Pulau-pulau sebelah barat selat Sebojo yang belum di ketahui namanya dan tempatnya satu persatu adalah Pulau Saja (tiga Pulau), sekarang dikenal dengan nama pulau Sayak dan pulau Kudjangan (Tujuh Pulau) oleh pemerintah Belanda dimasukkan dalam wilayah kekuasaan  Kerajaan Lingga Riau. Ini dipertegas lagi dalam Peta Riouw-(Rijau) en Lingga Archipel dan peta Residentie Riouw En Onderhoorighedden Blad: 1 tahun 1922; Afdelling Toedjoh.

Pulau Pekajang/Kujangan/ dizaman sultan dipimpin oleh kepala Suku yang bernama Encek Diah yang mendapat anugerah Sultan berupa sebilah pedang berkepala naga dan sepasang tombak berambu yang saat ini masih dipegang oleh keturunan encek daerah tersebut. Pada awal Kemerdekaan Republik Indonesia, Desa Pekajang merupakan desa definitif yang berada dalam Kecamatan Lingga dikenal dengan kebatinan.

Batin yang pernah memimpin Pekajang, yakni Batin Encik Idris’ (1945 sampai dengan 1 Desember 1953), Dul Ali (1 Desember 1953 sampai dengan 1 November 1964), Dul Said (1 November sampai dengan 16 Juni1975). Kepala Desa bernama Bujang Ayub (16 Juni 1975 – 25 Februari 1999), Pjs Amin Komeng (25 Februari 1999 – 11 juliv2003, Kamis (11 juli 2003 s/d 1 Desember 2003, Pjs Siman (1 Desember 2003), Abdul Sadar.**