Dua situs sejarah, yakni makam Nong Isa dan Temenggung Abdul Jamal dikembangkan jadi destinasi wisata baru di Batam. Kedua tokoh sangat penting dalam sejarah Riau Lingga dan terbentuknya sebuah kampung yang kini bernama Batam.
Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Batam, Febrialin mengatakan, dua situs sejarah itu dibenahi dengan cara dipercantik. “Wisata sejarah itu selalu memiliki daya tarik tersendiri. Makam Nong Isa di Nongsa dan Temenggung Abdul Jamal di Bulang jadi obyek wisata sejarah yang menarik untuk dikunjungi,”kata Febrialin, kemarin.
Dalam buku Nong Isa, Tonggak Awal Pemerintahan Batam, yang ditulis Ahmad Dahlan, Aswandi Syahri, dan Edi Sutrisno, Nong Isa bernama Raja Isa. Ayahnya adalah Raja Ali, putra Daeng Kemboja Yang Dipertuan Muda Riau III, yang menggantikan Raja Haji Fisabilillah sebagai Yang Dipertuan Muda Riau sebagai Yang Dipertuan Muda Riau V.
Bunda kandungnya bernama Raja Penuh binti Sultan Salehuddin, Sultan Selangor. Sedangkan istrinya bernama Raja Buruk binti Raja Abdulsamad ibni Daeng Kamboja atau Engku Wok atau Engku Wuk.
Menurut catatan Resident Riouw, L. C. von Ranzouw, Raja Isa menjabat sebagai opvolger atau Kelana calon pengganti Raja Jakfar bila Yang Dipertuan Muda Riau itu mangkat.
Jabatan Kelana itu adalah salah satu jabatan yang penting dalam hierarki kerajaan Riau-Lingga-Johor-dan Pahang, sebagaimana pernah disandangkan di pundak Raja Haji Fisabilillah.
Dari kedua istrinya, Raja Isa memperoleh beberapa orang anak laki-laki antara lain adalah Raja Yakup, Raja Idris, Raja Daud, dan Raja Husin.
Pada masa hidupnya, Nong Isa dan keluarga menetap di Pulau Nongsa dan Sungai Nongsa di Pulau Batam. Hanya anaknya yang bernama Raja Husin kemudian berpindah dan menetap di Pulau Penyengat ketika telah berusia 87 tahun.
Selain dikenal sebagai tokoh yang membuka Nongsa, selembar arsip (tepatnya salinan selembar arsip surat) dalam koleksi Arsip Riouw di Arsip Nasional Republik Indonesia, menyebut bahwa Raja Isa diberi ‘kuasa’ memegang perintah atas Nongsa dan rantau sekitarnya di bawah pemerintahan Sultan Abdulrahman Syah yang bersemayam di Lingga dan Yang Dipertuan Muda Riau Raja Jakfar di Pulau Penyengat.
Sementara, Temenggung Abdul Jamal diperkirakan lahir tahun 1720. Temenggung adalah gelar pembesar di bawah sultan dan raja dalam sistem ketatanegaraan Kerajaan Melayu Johor Pahang. Temenggung merupakan salah satu dari empat pemegang cap mohor di bawah sultan dan raja. Cap mohor itu juga diiringi dengan kepemilikan bendera yang disebut bendera Fajar Menyingsing.Tun Abdul Jamal merupakan putra dari Tun Abbas Datuk Bendahara Sri Maharaja Johor Ibnu Sultan Jalil Riayat Syah. Temenggung tersebut berkedudukan di Pulau Bulang hingga tahun 1811 M dipindah ke Singapura oleh Temenggung berikutnya yaitu Tun Abdul Rahman. Penempatan jabatan Temenggung di Pulau Bulang menjadi indikator bahwa pulau tersebut adalah sebuah kawasan penting pada masa eksistensi Kerajaan Melayu, Johor dan Pahang.
Pahang terkait rapat dengan sebuah pulau bernama Bulang yang kini berada dalam wilayah Kota Batam. **