Legenda Tupai Jenjang Sebagai Media Pendidikan Karakter Generasi Muda Kerinci

0
3828

Oleh : Febby Febriyandi. YS

Pendahuluan

Saat ini semua pihak sepakat bahwa bangsa Indonesia tengah membutuhkan formulasi pendidikan yang paling tepat bagi generasi penerus bangsa. Kebutuhan ini terasa kian mendesak dengan maraknya kasus-kasus kenakalan remaja. Sebagian pihak menilai kenyataan ini merupakan salah satu bukti bahwa proses pendidikan di negara ini belum mampu menghasilkan insan yang cerdas dan berkarakter.
Menyadari akan hal ini, pemerintah terus berusaha maksimal merumuskan dan menyempurnakan kurikulum pendidikan yang tidak hanya menekankan penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk peserta didik agar memiliki karakter ideal bagi kemajuan dan kemakmuran bangsa. Tetapi dengan berbagai fakta yang ada, banyak kalangan menilai proses pendidikan masih berat sebelah antara ilmu pengetahuan akademis dan moral anak didik.
Jika kita cermati, konsep pendidikan karakter di Indonesia sudah bagus. Hanya saja, pendidikan karakter yang dilakukan selama ini belum maksimal dalam memanfaatkan potensi yang ada. Potensi yang dimaksud adalah cerita rakyat yang dimiliki oleh berbagai etnis di Indonesia, entah itu sebuah dongeng, mite, atau legenda. Sangat disayangkan, sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini tidak peduli terhadap cerita rakyat yang mereka miliki. Padahal dalam cerita-cerita itu terdapat nilai-nilai ideal bagi pembentukan karakter generasi penerus.
Pendidikan karakter harus diajarkan sejak dini dalam lingkungan keluarga dan terus dilakukan dalam lingkungan pendidikan formal. Agar materi pendidikan karakter tersebut mudah dipahami dan menyenangkan, maka disampaikan melalui sebuah cerita. Cerita rakyat memiliki keunggulan dalam hal ini, karena cerita rakyat tidak hanya mengandung nilai ideal tetapi sekaligus berisi pengetahuan sejarah lokal yang penting bagi identitas suku bangsa. Tulisan ini mencoba mengulas nilai ideal dalam legenda tupai jenjang yang hidup dalam masyarakat Kerinci Provinsi Jambi. Nilai ideal dalam legenda tersebut hendaknya menjadi acuan dalam pembentukan karakter generasi muda Kerinci.

Legenda Tupai Jenjang
Cerita Tupai Jenjang merupakan legenda tentang sejarah masyarakat Kerinci Provinsi Jambi. Dahulu cerita ini sering disampaikan dalam kesenian kba atau kunun yang menjadi hiburan bagi masyarakat Kerinci, namun saat ini cerita tupai jenjang mulai dilupakan. Sebagian besar masyarakat tidak ingat lagi detil cerita, sehingga nilai ideal yang terkandung didalamnya juga turut terlupakan. Berikut ini adalah cerita Tupai Jenjang.
Pada zaman dahulu di daerah Kerinci sekarang terdapat dua buah negeri yaitu Talang Acang dan Talang Kuning. Masin-masing negeri dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana sehingga masyarakatnya hidup dengan tentram. Raja Talang Batang bergelar Tuanku Bertuah Raja Tua. Beliau adalah raja yang terpandang dan sangat dihormati. Beliau diumpamakan sebagai ayam jantan dalam negeri. Suaranya lantang, matanya berbinar, paruhnya tajam, lapang dada, sayap lebar, runcing taji, kuat kaki, luas kening, dan bintik bulu. Artinya segala kebaikan ada pada Raja Tua yang sangat diagungkan itu. Raja Tua tinggal bersama para pembantunya saja, karena permaisurinya telah lama meninggal dunia dan perkawinan mereka tidak dikarunia putra.
Adapun negeri Talang Kuning didiami oleh para penduduknya yang berkulit kuning. Raja Talang Kuning telah lama meninggal dunia. Ia digantikan oleh putrinya yang cantik jelita bernama Lindung Bulan. Kecantikan dan sikap santun sang ratu membawa berkah bagi negeri. Banyak saudagar dari berbagai negeri datang ke Talang Kuning untuk berdagang dan bertemu langsung dengan ratu Lindung Bulan yang rupawan. Meskipun berparas sangat cantik, Ratu Lindung Bulan belum memiliki pasangan hidup. Bukan karena tidak ada yang mau mempersuntingnya, tetapi karena belum seorang lelakipun yang dapat menaklukkan hatinya.
Cerita kecantikan Lindung Bulan terdengar pula oleh Raja Tua, sehingga ia juga berniat mempersunting ratu negeri Talang Kuning tersebut. Untuk membuktikan kebenaran cerita kecantikan Lindung Bulan, Raja Tua mengutus salah seorang dayang istana menemui sang ratu. Setelah berjumpa dengan Ratu Lindung Bulan, dayang tersebut sangat kagum dengan kecantikan, tutur kata serta tingkah laku ratu yang sangat sopan. Utusan tersebut kemudian menyampaikan pesan dari Raja Tua bahwa beliau hendak berkunjung ke Negeri Talang Kuning apabila ratu mengizinkan. Ratu Lindung Bulan sangat senang mendengar pesan yang disampaikan dayang tersebut. Kemudian sang ratu berunding dengan pembesar negerinya dan diperoleh kesepakatan bahwa Raja Tua dipersilahkan berkunjung pada hari bulan purnama yang akan datang. Untuk menyambut kedatangan Raja Tua, Ratu Lindung Bulan memerintahkan pegawai kerajaan dan seluruh rakyatnya membersihkan dan menata negeri dengan baik, juga mempersiapkan hidangan yang lezat. Sang ratu mempersiapkan diri dengan membuat pakaian yang baru.
Tibalah hari yang ditentukan, Raja Tua datang bersama pembesar kerajaan dan beberapa hulubalang kerajaan. Ratu Lindung Bulan menunggu Raja Tua di halaman istana dengan wajah yang berbinar . Tuanku Raja Tua disambut dengan begitu meriah. Menerima sambutan yang demikian itu Raja Tua tersenyum dan merasa seolah-olah dia pemimpin negeri itu. Saat pertama kali melihat Lindung Bulan, Raja Tua enggan berkedip karena terkesima dengan keelokan paras sang ratu. Setelah upacara penyambutan, Raja Tua dan rombongan memasuki istana untuk menyantap hidangan yang telah disediakan. Sambil menyantap hidangan, Raja Tua sesekali melirik kearah Ratu Lindung Bulan. “Sungguh cantik Lindung Bulan ini” ucapnya dalam hati. Mengetahui dirinya diperhatikan oleh Raja Tua, sang ratu menjadi salah tingkah dan bertanya-tanya di dalam hati, “ada apa gerangan maksud kedatangan Raja Tua ke negeri ku ini”.
Selesai menikmati jamuan, Bendahara Kerajaan Talang Kuning membuka pembicaraan dan menanyakan maksud kedatangan rombongan kerajaan Talang Acang. Hulubalang Talang Acang menjelaskan bahwa kedatangan mereka adalah untuk menjalin silaturahmi dan kerjasama dalam bidang perdagangan. Ratu Lindung Bulan dan seluruh pembesar kerajaanya sangat senang mendengar niat baik tamunya itu. Maka dibuatlah perjanjian dagang yang menguntungkan kedua belah pihak. Kerjasama dagang telah disepakati, ternyata dibalik itu Raja Tua juga memiliki maksud yang lain. Raja Tua berbisik kepada Hulubalangnya agar menyampaikan keinginannya untuk mempersunting Ratu Lindung Bulan.
Hulubalang Talang Acang kemudian menyerahkan sebuah bungkusan kepada Bendahara Talang Kuning, “silahkan dibuka tuan” ucapnya. Alangkah terkejutnya Bendahara ketika melihat bungkusan itu berisi cerano lengkap dengan sirih dan pinangnya. Ratu Lindung Bulan pun terkejut dan mukanya menjadi merah. Barulah ia mengerti maksud utama kedatangan Raja Tua bukanlah menjalin hubungan dagang, melainkan ingin melamar dirinya menjadi permaisuri. Melihat reaksi Bendahara dan sang ratu, Hulubalang berkata “Yang mulia Ratu dan pembesar dalam kerajaan Talang Kuning sekalian, seperti seloko adat berbunyi sekali merangkuh dayung dua tiga pulau terlampaui, begitu pula maksud kedatangan kami ke sini. Kami mendengar kabar bahwa Putri masih seorang diri, sedangkan raja kami tidak memiliki permaisuri. Oleh karena itu kami bawa cerano ini, sirih minta digagangi, pinang minta bertampuk, selanjutnya kembali kepada yang mulia Ratu Lindung Bulan.
Bendahara berunding sebentar dengan ratu dan pembesar lainnya, kemudian berkata “kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Raja Tua kepada junjungan kami. Tetapi menampuk pinang tentu tidak dapat kami laksanakan dalam waktu sekejap. Tinggalkanlah cerano ini disini, nanti pada bulan purnama yang akan datang Tuanku dapat datang lagi kesini untuk mendengar keputusan junjungan kami”. Mendengar jawaban seperti itu, rombongan Raja Tua undur diri dan berjanji akan datang kembali bulan yang akan datang.
Beberapa hari setelah perundingan itu, Ratu Lindung Bulan beserta pembesar kerajaan serta kerabatnya berunding untuk mencari jawaban atas pinangan Raja Tua tersebut. Dengan mempertimbangkan berbagai hal, pembesar kerajaan dan karib kerabat ratu meminta agar ratu menerima pinangan Raja Tua, dan sang ratu menurut saja.
Telah sampai pula waktunya, bulan telah purnama kembali. Datanglah rombongan Talang Acang ke negeri Talang Kuning. Kedua belah pihak duduk bersama dan disampaikanlah bahwa Ratu Lindung Bulan menerima pinangan Raja Tua. Bukan main senang hati Raja Tua mendengar keputusan itu. Dibuatlah kesepakatan bahwa bulan depan dilangsungkan upacara pernikahan Raja dan Ratu tersebut. pernikahan mereka dilaksanakan dengan sangat meriah. Seluruh rakyat dijamu dengan berbagai makanan lezat dan hiburan yang menyenangkan.
Singkat cerita, bulan berlalu tahun berganti. Hingga tujuh tahun pernikahan Raja Tua dengan Lindung Bulan belum juga mendapatkan keturunan. Kedua suami isteri itu merasa sangat gelisah karena tidak ada yang akan mewarisi kerajaan mereka. Berbagai usaha telah dilakukan, namun belum juga membuahkan hasil. Suatu hari, Lindung Bulan sedang duduk di beranda istana. Tiba-tiba datang seekor tupai melompat dari pepohonan dan bermain-main di tangga depan istana. Ratu Lindung Bulan senang melihat tingkah tupai yang lucu itu, dan tanpa sadar ia berucap “seperti tupai itu anakku jadilah, dari pada tidak dapat anak”. Tupai tersebut melihat ke arah ratu, dan sesaat kemudian melompat kepepohonan dan menghilang dari pandangan sang ratu.
Usaha dan doa Raja Tua ternyata tidak sia-sia, Ratu Lindung Bulan mengandung anak pertamanya. Mendapat kabar itu bukan main senang hati Raja Tua. Semua permintaan ratu dikabulkannya. Setiap hari Lindung Bulan mengidam kelapa cungkil, yaitu buah kelapa yang telah dilobangi oleh tupai. Raja Tua memerintahkan hulubalangnya untuk menyediakan kelapa cungkil setiap hari. Saat usia kandungannya memasuki delapan bulan, Lindung Bulan mengidam kelapa cungkil dan tiram. Kelapa yang diinginkan bukan kelapa sembarangan, melainkan kelapa cungkil dari seberang laut. Karena pekerjaan ini sangat berbahaya, maka Raja Tua memutuskan ia sendiri yang akan mencari kelapa dan tiram yang diidamkan oleh isterinya. Bersama beberapa pengawal dan pelaut handal, berangkatlah Raja Tua mencari apa yang diminta oleh Lindung Bulan.
Telah dua minggu Raja Tua pergi mengarungi lautan, semua pantai dan pulau telah dijelajahi namun kelapa yang dicari tidak juga didapatkan. Raja Tua memutuskan untuk mencari tiram saja. Raja Tua menyelam di beberapa tempat, namun tidak mendapatkan tiram yang dicari. Setelah hampir sebulan mencari akhirnya Raja Tua menemukan tiram yang sangat banyak. Setiap tiram memiliki mutiara yang cantik. Raja Tua asyik mengumpulkan mutiara sehingga lupa mengambil tiram. Pengawal kerajaan berkata “Tuanku, janganlah Tuanku lupa. Permaisuri Tuanku mengidam tiram bukan mutiara ini. Kelapa cungkil tidak kita peroleh dan tiram tidak kita ambil, tentunya permaisuri akan merasa kecewa Tuanku”. “Baiklah” kata Raja Tua. Ia kembali menyelam dan mengambil beberapa tiram untuk isterinya.
Adapun Permaisuri Lindung Bulan merasa cemas ditinggal suaminya tanpa kabar berita. Untuk menghibur hati ia bersantai di taman istana bersama dayang-dayang. Saat berada di taman istana sang permaisuri kembali melihat seekor tupai yang bertingkah lucu. Karena senangnya, Lindung Bulan berucap “seperti tupai itu anakku jadilah, dari pada tidak dapat anak”.
Usia kehamilan Lindung Bulan telah genap sembilan bulan, namun Raja Tua belum juga kembali. Lindung Bulan melahirkan anak pertamanya tanpa kehadiran Raja Tua. Saat anaknya lahir, permaisuri sangat terkejut karena yang ia lahirkan bukanlah seorang manusia melainkan seekor tupai. Tapi apalah hendak dikata, sudah menjadi ketentuan yang maha kuasa. Lindung Bulan tetap menerima kehadiran anaknya dan merawatnya dengan baik. Lindung Bulan menamai anaknya Tupai Jenjang.
Tupai Jenjang memanglah anak yang aneh. Ia tumbuh besar setinggi lutut orang dewasa dan dapat berjalan hanya dalam hitungan hari. Kerjanya melompat kesana kemari, makanannya buah-buahan, makan dan berak disembarang tempat. Kelakuan si Tupai Jenjang sangat menyusahkan Lindung Bulan, tetapi sebagai seorang ibu ia tetap memberikan kasih sayang kepada anaknya.
Terdengarlah kabar dari pantai bahwa Tuanku Raja Tua telah kembali dari perjalanannya. Lindung Bulan memerintahkan para inang memasak makanan yang lezat untukmenyambut Raja Tua. Siang harinya Raja Tua serta rombongan tiba di istana. Lindung Bulan menyambut suaminya di halaman. Melihat perut istriya suda mengecil Raja Tua bertanya “isteri ku, apakah Kau sudah melahirkan? mana anak kita, aku ingin menggendongnya”. Lindung Bulan menjawab “itu dia Tuanku, sedang bermain di teras istana”. Raja Tua melihat ke arah teras, namun tidak melihat seorang anak kecil, yang dilihatnya hanyalah seekor tupai. “itu hanya seekor tupai” kata Raja Tua. “itulah anak kita Tuanku, dia kuberi nama Tupai Jenjang. Naiklah Tuanku dulu, nanti aku ceritakan” jawab Lindung Bulan.
Sebelum Raja Tua dan Hulubalangnya makan bersama, Lindung Bulan bertanya. “apakah Tuanku membawa permintaan ku?”. “kelapa cungkil tidak ada, hanya tiram saja” jawab Raja Tua. “disitulah letak kesalahan Tuanku” kata Lindung Bulan. “Kelapa itu sangat dibutuhkan oleh anak kita Tupai Jenjang”. Para Hulubalang saling berbisik, Tuanku Raja beranak tupai. Tupai Jenjang kemudian melompat ke bahu ayahnya, dipukul oleh Raja Tua tapi tidak kena. ia melompat ke kepala Raja Tua dan dikencinginya. Raja Tua menjadi marah dan berkata “Isteriku, kau usir binatang itu atau kau kuceraikan”. Semuanya terkejut dengan perkataan Raja. Melihat ayahandanya marah Tupai Jenjang melompat-lompat tidak tentu arah, sehingga semua hidangan menjadi berantakan. Raja Tua semakin marah dan berkata “bunuh tupai itu”. Para Hulubalang menebaskan pedang mereka ke arah Tupai Jenjang, namun dengan sigap ia mengelak, dan bertingkah mengejek Hulubalang. Tupai Jenjang melompat lari keluar istana dan dikejar oleh Hulubalang. Di halaman istana terjadi perkelahian antara Tupai Jenjang dengan para prajurit, namun hingga petang hari tidak seorangpun dapat menangkap Tupai Jenjang. Raja Tua menjadi semakin marah. Menyaksikan hal itu Lindung Bulan berkata kepada suaminya “Tuanku, hentikanlah perkelahian ini, Tupai Jenjang tidak akan tunduk dengan kekerasan, biar aku yang membujuknya”. Raja Tua tidak punya pilihan lain, ia memerintahkan semua prajurit untuk berhenti berkelahi. Tupai Jenjang melompat ke dalam kamarnya dan tertidur pulas seperti tidak terjadi apa-apa.
Ratu mengajak Raja Tua dan seluruh prajuritnya memasuki istana. Di dalam istana para inang telah menyiapkan hidangan yang baru. Setelah semua selesai makan ratu pun mulai bercerita. “ Tuanku, suatu malam saat kandunganku berusia tujuh bulan, aku bermimpi. Dalam mimpi itu seseorang berkata kepadaku bahwa ucapanku dikabulkan Tuhan. Sebelum hamil aku tanpa sengaja berucap seperti tupai anakku jadilah dari pada tidak dapat anak, maka anak kita lahir berbentuk seekor tupai. Ia dapat menjadi seorang manusia apabila memakan kelapa cukil dari seberang lautan, tetapi hingga anak kita lahir Tuanku tidak mendapatkannya. Kemudian orang itu juga berkata bahwa di dasar laut itu terdapat banyak mutiara yang dapat meningkatkan kesejahteraan negeri kita, namun semuanya mutiara itu tidak akan berguna lagi, cobalah Tuanku buka”. Raja Tua membuka bungkusan mutiara yang dibawanya dan mendapati semua mutiara telah berubah menjadi kerikil hitam. “bagaimana ini bisa terjadi” ucap Raja Tua heran. “itu karena Tuanku tidak ihklas menerima Tupai Jenjang sebagai anak”. Lindung Bulan mengambil sebuah tiram yang masih utuh kemudian dilemparnya jauh-jauh. “mengapa kau buang tiram itu, susah payah aku mengambilnya di dasar lautan” kata Raja Tua. “Suatu saat nanti akan berguna bagi anak cucu dan rakyat kita” jawab Lindung Bulan. Konon tiram tersebut tumbuh besar hingga menjadi sebuah bukit yang dinamai Bukit Kaca oleh masyarakat Kerinci.
Lindung Bulan kemudian membangunkan anaknya. “bangunlah anak ku, carilah oleh mu kelapa itu sendiri, karena hanya engkau yang mampu mendapatkannya”. Tupai Jenjangpun bangun dan langsung menghadap kepada ayahandanya. Raja Tua tidak mengacuhkan anaknya tetapi Tupai Jenjang terus menundukkan kelapa. Akhirnya Raja Tua luluh juga melihat sikap santun anaknya, ia pun mengangguk tanda memberikan restu. Di dalam hatinya Raja Tua berharap semoga mimpi isterinya benar-benar dapat terwujud, dan anaknya menjadi manusia.
Tupai Jenjang melompat ke luar istana. Saat ia melompat ke atas pohon, telah banyak tupai liar yang menunggunya, seperti membentuk pasukan tupai untuk membantu Tupai Jenjang. Dengan perintah Tupai Jenjang prajurit tupai itu berpencar kesegala penjuru, sedangkan Tupai Jenjang dan beberapa tupai yang lain menunggu di hutan dekat istana. Satu minggu kemudian prajurit tupai itu kembali berkumpul dihadapan Tupai Jenjang, entah apa yang disampaikan oleh tupai-tupai itu. Tupai Jenjang membuka bajunya dan memberikan kepada tupai lain, kemudian disuruhnya meletakkan baju itu di depan pintu istana. Setelah itu Tupai Jenjang dan prajuritnya melakukan pencarian kelapa cungkil yang diinginkan.
Telah tiga hari Tupai Jenjang dan teman-temannya melakukan pencarian. Mereka melompat dari satu pohon ke pohon yang lain, memeriksa setiap daerah apakah ada pohon kelapa yang berbuah kelapa cungkil. Sampailah mereka disuatu tempat yang hanya terdapat sebatang pohon kelapa. Pohon itu hanya memiliki satu buah kelapa, itulah buah kelapa cungkil yang dibutuhkan oleh Tupai Jenjang. Akan tetapi mengambil buah kelapa tersebut penuh dengn bahaya, karena dibawah pohon kelapa itu terdapat seekor ular besar yang sedang kelaparan menunggu mangsa. Beberapa tupai menyarankan untuk langsung menyerang ular tersebut bersama-sama, tetapi Tupai Jenjang tidak setuju. Ia berfikir keras bagaimana caranya mengambil buah kelapa itu tanpa melukai anak buahnya dan ular besar itu.
Belum sempat Tupai Jenjang menjalankan rencananya, tiba-tiba ular tersebut berkata “wahai Tupai Jenjang, aku telah lama menunggumu”. Tupai Jenjang heran, mengapa ada binatang yang dapat berbicara seperti dirinya. “aku ini sama dengan mu, aku anak Raja negeri Jerangkang ini, aku berwujud ular karena ucapan ibuku pada saat mengandung. Aku juga membutuhkan buah kelapa itu agar dapat menjadi manusia” kata ular itu lagi. “bagaimana ini, aku juga membutuhkan buah kelapa itu” kata Tupai Jenjang. Ular itu kemudian melepas lilitannya dari pohon kelapa seolah memberikan jalan kepada Tupai Jenjang untuk mengambil buah kelapa. Tupai Jenjang segera mengambil kelapa itu. Setelah diperolehnya ia langsung melompat turun. Belum sampai Tupai Jenjang di bawah, ular tersebut menggigit kelapa cungkil dalam dekapan Tupai Jenjang, sehingga mereka saling berebut buah kelapa itu. Kelapa itu kemudian terbelah dua dan terjadi ledakan keras. Si ular dan Tupai Jenjang terpental ke arah yang berlawanan.
Kabut dan asap bekas ledakan mulai hilang ditiup angin, bersamaan dengan itu terlihat sepasang anak manusia tersungkur di tanah. Ternyata Tupai Jenjang telah berubah menjadi seorang pemuda yang tampan, sedangkan ular tersebut menjadi seorang pemudi yang cantik jelita. Keduanya saling bertatapan dan tersenyum bahagia. Tupai Jenjang mendekati Putri Ular dan berkenalan. Putri Ular berkata “Ibuku telah lama bercerita bahwa engkau akan datang untuk mengambil buah kelapa ini. Oleh karena itu, aku setiap hari menunggumu di bawah pohon kelapa ini, agar kita sama-sama dapat menjadi manusia”. “Terima kasih atas kebaikan hatimu wahai Putri” kata Tupai Jenjang. “ayo kita ke Istana, ibuku telah lama menunggu kedatanganmu” ajak Putri Ular. Mereka pun berjalan menuju istana Jerangkang.
Ibunda Putri Ular sangat senang melihat kepulangan anaknya sebagai seorang gadis yang jelita. Penantiannya selama ini berbuah manis. Ibu sang Putri meminta Tupai Jenjang untuk tinggal bersama mereka. Tupai Jenjang mengerti akan maksud permintaan itu, namun ia ingin kembali ke Talang Acang Kuning untuk menemui kedua orang tuanya. Ibunda Putri Ular menyetujui keinginan Tupai Jenjang dan berkeinginan mengantarkan Tupai Jenjang pulang ke negerinya.
Di Talang Acang Kuning, Ibunda Tupai Jenjang merana memikirkan nasib anaknya. Ia hanyut dalam kebimbangan apakah Tupai Jenjang masih hidup atau sudah mati. Lamunan ibunda Tupai Jenjang buyar seketika mendengan seorang hulubalang berlari menghadap suaminya Raja Tua. “lapor Tuanku”, “ada apa ?” jawab Raja Tua. “ada iring-iringan kapal di tengah laut Tuanku, hamba melihat haluan mereka menuju kemari”. Kata Hulubalang itu lagi. “kau tau siapa mereka?”. “ampun Tuanku, hamba tidak mengetahuinya”. “kalau begitu, bawa pasukan dan tunggu mereka di pantai, mungkin mereka tamu yang ingin berkunjung ke negeri kita”. “baik Tuanku”. Hulubalangpun pergi menuju pantai.
Perahu kerajaan Jerangkang menepi. Di tepi pantai terlihat pasukan kerajaan Talang Acang Kuning menyambut mereka. Kepala Hulubalang meberi hormat kepada Raja Jerangkang dan seluruh rombongannya. “Salam Tuan, kami adalah pasukan Kerajaan Talang Acang Kuning, Raja kami memerintahkan untuk menjemput tuan-tuan sekalian. Tetapi mohon maaf, siapakah Tuan-Tuan ini? dari mana dan hendak menuju kemana?” tanya Hulubalang. “Salam hormat, aku adalah Raja Kerajaan Jerangkang dari seberang laut, ingin berkenalan dengan Raja disini dan mengikat persaudaraan. Dengan kereta kuda mereka berangkat menuju istana Talang Acang Kuning.
Sore harinya, rombongan itu telah sampai di gerbang istana. Raja Tua dan Ratu menyambut kedatangan Raja Jerangkang, namun mereka berdua tidak mengenali anak mereka. Tupai Jenjang sangat ingin memeluk ibunya, namun ia urungkan niat itu agar menjadi kejutan bagi seluruh penduduk negeri. Setelah menikmati hidangan yang disajikan, Raja Tua pun memulai pembicaraan dengan tamunya itu. “Tuan Raja Jerangkang, apakah maksud kedatangan Tuan kemari” tanya Raja Tua. “Kami kesini hendak bersilaturahmi dan mengikat hubungan kekeluargaan” jawab Raja Jerangkang. “apa maksud Tuan” tanya Raja Tua lagi. “Kami memiliki sekumtum kembang, dan kami tahu Tuan Raja Tua memiliki kumbang yang gagah bernama……” sebelum Raja Jerangkang menyelesaikan ucapannya, Tupai Jenjang langsung memeluk Ibundanya tercinta. “ini aku Ibu, anak mu Tupai Jenjang”. Ratu Lindung Bulan dan Raja Tua tersentak, antara tidak percaya dan bahagia melihat seorang pemuda tampan mengaku sebagai anaknya. “mungkin Ibu dan ayahanda tidak percaya, baiklah aku ceritakan semuanya”. Kemudian Tupai Jenjang menceritakan perjalanan hidupnya dari ia lahir hingga bertemu dengan Raja Jerangkang. Lindung Bulan sangat bahagia mendapati anak mereka Tupai Jenjang. Adapun RajaTua merasa bahagia karena memiliki pewaris, tetapi ia juga merasa mau akibat keangkuhannya sendiri. Maka kedua raja itu pun sepakat untuk menikahkan anak mereka. Tupai Jenjang kemudian dinobatkan sebagai raja negeri Talang Kuning, Talang Acan dan Jerangkang. Nama Tupai Jenjang dirubah menjadi Rajo Mudo Tigo Nagari dan permaisurinya Putri Ular bernama Ratu Bungo Tigo Setangkai. Tupai Jenjang menjadi raja yang adil, bijak dan memakmurkan rakyatnya.

Pendidikan Karakter Melalui Legenda Tupai Jenjang
Bagi masyarakat Kerinci, cerita tupai jenjang bukan sekedar cerita untuk menghibur anak-anak. Lebih dari itu, tupai jenjang merupakan legenda nenek moyang mereka yang diyakini keberadaanya. Dalam cerita tupai jenjang terdapat nilai ideal yang semestinya menjadi karakter orang Kerinci dalam menjalani kehidupannya. Nilai-nilai ideal dalam cerita tersebut adalah sebagai berikut :
– Laki-laki dan perempuan ideal.
Cerita tupai jenjang menampilkan tokoh Tupai Jenjang, Putri Lindung Bulan dan Putri Ular sebagai wujud laki-laki dan perempuan ideal. Berdasarkan cerita, lelaki dan perempuan ideal tidak dinilai berdasarkan kesempurnaan fisik, melainkan kesantunan perangai atau perilaku. Orang yang sempurna secara fisik tetapi memiliki cacat prilaku, tidak dapat dinilai sebagai lelaki atau perempuan ideal. Kesantunan perilaku terutama diukur dari cara berbicara dan bersikap dalam menghargai orang lain.

– Pemimpin yang sederhana.
Dalam cerita, Raja Tua dicitrakan sebagai raja yang hidup sederhana, mengutamakan keselamatan bawahan dan kesejahteraan rakyat di atas kepentingannya sendiri. Demikian pula halnya dengan Tupai Jenjang saat ia memimpin pasukan tupai untuk mencari kelapa cungkil.
– Setiap manusia harus menghadapi rintangan dalam kehidupannya.
Dalam cerita tupai jenjang, setiap tokoh dihadapkan pada berbagai bentuk rintangan yang menjadi syarat tercapainya suatu keberhasilan. Berbagai rintangan atau cobaan itu sengaja dibuat untuk mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada suatu keberhasilan tanpa melewati rintangan. Dengan kata lain rintangan menjadi alat peningkatan kualitas individu manusia untuk menjadi hebat dan mendapat kehormatan. Lebih baik berusaha melewati rintangan meskipun tidak berhasil dari pada menjauh atau lari dari rintangan hidup.
– Menjaga setiap ucapan.
Ucapan Putri Lindung Bulan dan Permaisuri Raja Jerangkang merupakan bukti bahwa setiap ucapan adalah doa. Oleh karena itu, setiap manusia tidak boleh mengucapkan perkataan yang buruk, baik ditujukan kepada orang lain apalagi kepada diri atau keluarga sendiri. Setiap ucapan yang buruk harus dipertanggungjawabkan.
– Tidak boleh putus asa
Ucapan Putri Lindung Bulan di dalam cerita “seperti tupai itu anakku jadilah, dari pada tidak dapat anak” merupakan suatu bentuk keputusasaan sang putri karena belum mendapatkan keturunan. Tuhan yang maha kuasa menegur sang putri dengan mengabulkan ucapannya, agar sang putri sadar bahwa keputusasaan hanya akan merugikan dirinya sendiri.
– Setiap manusia (laki-laki) harus memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi.
Cerita tupai jenjang mengajarkan setiap manusia untuk memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi. Sikap ini dicontohkan oleh Raja Tua saat hendak mencari tiram yang diminta oleh permaisuri. Sebagai seorang suami ia merasa paling bertanggungjawab untuk mengambil sendiri tiram yang dimaksud.
– Sikap amanah.
Di dalam cerita dikisahkan Tupai Jenjang membuka pakaiannya dan memerintahkan seekor liar tupai meletakkan pakain tersebut di depan teras istana. Tupai yang diperintahkan pun langsung melaksanakan perintah rajanya dengan sebaik-baiknya. Cerita ini mungkin sulit diterima akal sehat, tetapi yang menjadi point penting adalah sikap amanah yang dimiliki oleh si tupai liar. Jika seeorang manusia yang memiliki akal tidak mampu bersikap amanah maka ia lebih rendah dari seekor tupai.
– Jangan terpesona dengan harta dan keindahan dunia.
Raja Tua dikisahkan sebagai raja yang sederhana dan tidak mementingkan harta, namun saat mencari tiram ia menemukan mutiara yang sangat indah sehingga ia sibuk mengumpulkan mutiara itu dan lupa terhadap pesan isterinya. Setibanya di istana, mutiara yang dibawanya berubah menjadi batu. Kisah ini mengajarkan bahwa harta dan keindahan dunia hanya bersifat sementara, oleh karena itu manusia tidak boleh mencintai harta secara berlebihan. Selain itu cerita ini juga mengajarkan bahwa kebahagiaan keluarga lebih berharga dari pada harta kekayaan.
– Sabar, ihklas dan kasih sayang.
Sikap sabar, ihklas dan kasih sayang tampak sangat menonjol dalam cerita tupai jenjang. Putri Lindung Bulan meskipun beranak tupai namun ia tetap sabar dan ihklas menghadapi kenyataan dan tetap menyayangi tupai jenjang anaknya. Begitu pula dengan putri ular yang tetap sabar menunggu kedatangan tupai jenjang agar mereka sama-sama dapat menjadi manusia. Jika ia menginginkan tentu ia dapat mengambil kelapa itu, namun ia menunggu tupai jenjang karena kasih sayangnya terhadap tupai jenjang meskipun mereka tidak saling kenal.
– Kekerasan dan amarah tidak akan menyelesaikan masalah.
Dalam cerita dikisahkan bahwa Tupai Jenjang tidak dapat ditaklukkan oleh Raja Tua dan ratusan prajuritnya, justru sebaliknya kenakalan Tupai Jenjang semakin menjadi-jadi. Beruntung sang Ratu Lindung Bulan sangat memahami tabiat anaknya, kenakalan Tupai Jenjang hanya dapat diatasi dengan kelembutan dan kasih sayang. Cerita ini dengan jelas mengajarkan bahwa kekerasan dan amarah tidak dapat menyelesaikan masalah.
– Keangkuhan akan mempermalukan diri sendiri.
Karena keangkuhannya Raja Tua Tidak menerima Tupai Jenjang sebagai anaknya, bahkan ia memerintahkan para prajurit untuk membunuh Tupai Jenjang. Namun nasib berkata lain, Tupai Jenjang berubah menjadi pemuda yang gagah. Raja Tua merasa bersalah dan merasa malu kepada isteri serta anaknya. Kisah ini mengajarkan untuk tidak bersikap angkuh dan memandang hina orang lain. Orang yang sekarang dianggap hina belum tentu selamanya demikian, karena setiap manusia dapat berubah selama ia berusaha dengan sungguh-sungguh.

Legenda Tupai Jenjang ini (bersama cerita rakyat Kerinci lainnya) seharusnya menjadi media utama dalam proses pendidikan karakter generasi muda Kerinci, karena keberhasilan pendidikan karakter ditentukan oleh sedikitnya dua hal. Pertama, nilai ideal yang diharapkan menjadi karakter individu harus disampaikan sejak usia dini. Kedua, nilai ideal mudah diterima jika disampaikan dengan cara membuat gambaran tentang perilaku ideal ataupun tidak ideal yang dilakoni oleh beberapa tokoh dalam suatu lingkungan sosial. Kedua syarat ini hanya dapat dipenuhi oleh cerita rakyat.
Usaha untuk menularkan nilai ideal dalam legenda tersebut harus terus dilakukan, karena pendidikan karakter harus terus berlangsung seumur hidup. Penyampaian nilai ideal yang dimaksud tidak hanya dapat dilakukan dengan menceritakan kembali legenda tupai jenjang, tetapi juga dapat didukung dengan membuat slogan, monumen atau bentuk lain yang mengingatkan orang kepada nilai ideal dalam legenda tupai jenjang. Apabila nilai ideal tersebut selalu diingat maka selanjutnya akan melekat menjadi karakter dalam diri individu.