Hanandjoeddin dan Sungai Kolak

0
221

Nama Kijang di Kabupaten Bintan sangat familiar. Beda dengan nama Sungai Kolak. Nama Sungai Kolak mendunia sejak penemuan bijih bauksit oleh perusahaan Belanda NV GMB.

Tahun 1925 nama Sungai Kolak mendunia. Bulletin “Verslagen en Madeligen Betrefende Indische Delfstaffen Haretoepasigen” dalam edisi Nomor 18 tahun 1925 menerbitkan tulisan yang berisi penemuan bijih bouksit di Sungai Kolak. Dari sanalah kemudian mata dunia tertuju pada perut bumi di bawah bunga-bunga Kolak itu. Tiga tahun setelah publikasi itu, areal bouksit di Sungai Kolak itu sudah di bawah kendali sebuah perusahaan Belanda yang bernama Bauksiet Syndikaat.

Penemuan bi9jih bauksit di sana, awalnya dari usaha menemukan timah. Sebuah perusahaan Belanda yang mengeruk timah di Pulau Belitung, NV. GMB terus melakukan penelitian terhadap kemungkinan adanya kandungan biji timah di pulau-pulau yang berada di sebelah selatan Semenanjung Melaka. Tahun 1924 NV GMB mengirimkan tim ekpedisi. Hasil Sampel kemudian dikirim ke Belitung, yang waktu itu masih dilafalkan Billiton. Hasil penelitian di laboratorium NV GMB Billiton itulah yang akhirnya menyatakan bahwa kandungan perut bumi Bintan bukanlah timah, melainkan bauksit.

Kisah penambangan bauksit di Sungai Kolak (Kijang) juga terungkap dalam buku biografi Letkol H AS Hanandjoeddin, tokoh Belitung yang kini diperjuangkan jadi pahlawan nasional dari Bangka Belitung. Nama tokoh ini diabadikan sebagai nama bandara di Kota Tanjungpandan, Belitung.

Dalam buku ‘Sang Elang, Kisah Perjuangan H AS Hanandjoeddin di Kancah Revolusi Kemerdekaan RI. Yayasan Melati Tanjungpandan, 2015’ tulisan Haril M Andersen disebutkan Hanandjoeddin pernah dikirim ke Sungai Kolak tahun 1938.

Dalam buku ini ditulis Hanan tamat Ambacht School (AC) tahun 1934. Tahun itu Hanan membawa pulang selembar ijazah AC Manggar. Kala itu AC baru menelurkan empat angkatan. Alumninya baru 120 orang.Mereka ahli teknik profesional. Dengan ijazah tamatan teknik mesin, Hanandjoeddin bisa diterima bekerja di NV GMB, perusahaan penambangan timah Belanda tahun 1934.
Perubahan status dialami Hanan.

Ia dipercaya sebagai koordinator para montir di bengkel GMB. Tiap bulan Hanan menerima gaji sebesar 30,50 gulden. Ia lebih leluasa membantu keuangan ibunya di kampung. Tatkala masih berstatus pelajar AC, ia biasa menyisihkan uang sakunya untuk ibu dan dua adiknya di Mempiu. Setelah bekerja di perusahaan tambang timah itu, Hanandjoeddin juga asih bisa sekolah di Madrasah Al Islamiyah di Tanjungpandan untuk memperdalam ilmu agama.

Fase penting dari perjalanan hidup Hanandjoeddin yang akrab degan panggilan Pak Long adalah tatkala manajemen GMB meminta dirinya bekerja di tambang bauksit di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.Rupanya perusahaan Bauxit Syndicate yang dibentuk Belanda pada
Tahun 1925 itu , dianggap tak mampu. Maka konsesi logam itu selanjutnya diberikan kepada GMB. Tahun 1935, GMB membentuk anak perusahaan untuk menambang bauksit. Namanya NV Naamloze Venotschap Indische Bauxit Exploitatie Maatschappij (NIBEM).Pekerja inti NV NIBEM merupakan pegawai terlatih GMB yang didatangkan dari Beliton.

Hanan tahun 1938 pindah ke Pulau Bintan untuk bekerja di penambangan bauksit yang juga dikelola NV GMB. Penambangan bauksit dilakukan di Sungai Kolak (sekarang bernama Kijang). Tahun 1940 saat liburan, ia pulang ke Belitung dan dijodohkan demgan keponakan H Hasyim bernama Hatimah. Usia Hanan 29 tahun sementara Hatimah baru 17 tahun. Perkawinan mereka tak lama. Hanan kemudian merantau ke Pulau Jawa, tepatnya di Bandung. Di Bandung ia diterima bekerja di perusahaan air minum, Wolter & Co. Ia ditempatkan dibagian pengelolaan pompa dan mesin.

Tahun 1938 penggalian terus berkembang. Pulau Koyang, yang ada di depan Kijang kemudian digali. Dibikin fasilitas cable way untuk mengirimkan bouksit dari pulau itu ke Kijang. Tahun 1939, untuk kepentingan refrensi ilmiah, dilakukan penelitian geologi di bawah pimpinan Dr RW Van Bemmelen. Bentuk penelitian adalah penggalian shaft, sebuah lubang yang menghujamke dasar bumi dengan kedalaman 54 meter. Lubang itu kini masih ada, dan tempatnya tepat di dalam Kompleks Kantor PT Antam, Kijang.

Saat Jepang masuk tahun 1942, tak ada perlawanan berarti dari Belanda.Pegawai NV Nibem, perusahaan pengeruk bouksit Kijang waktu itu sudah menyingkir ke Belitung sewaktu mendengar kabar Jepang sudah menaklukan Singapura. Untuk keperluan eksplorasi bouksit bekas NV Nibem, serdadu Jepang pun membentuk perusahaan yang bernama Furukawa Co. Ltd. Dalam Susana perang, manajemen perusahaan pun dikelola untuk keperluan perang. Semua dilakukan serba cepat. Bila Belanda butuh waktu 11 tahun antara pengiriman ekpedisi pertama ke Kijang sampai melakukan ekspor ke Eropa, Jepang bergerak lebih cepat.

TAK banyak perubahan berarti setelah Belanda mengambil alih tambang dari Jepang pada tahun 1945. Usainya Perang Asia Timur Raya yang seumur jagung itu, usai pula masa kekuasaan Jepang atas tambang bouksit Kijang. 1945, melalui pengibaran bendera putih di lokasi tambang yang memanjang di tepian Sungai Kolak, Belanda pun masuk kembali. NV Nibem yang sebelumnya kabur ke Belitung pun kembali mendarat di Bintan.

Suasana agak berbeda pada periode 1959. Setahun sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui kebijakan nasionalisasi, mulai mengambil alih asing di Indonesia, seperti Shell, KPM, Goodyear, Unilever dan lainnya. Proses pengambilalihan dilakukan melalui mekanisme penggabungan NV Nibem dengan NV Nitem, yang mengelola timah di Dabo Singkep. Penggabungan ini di bawah kendali Biro Umum Perusahaan-perusahaan Tambang Negara (Buptan) yang dipimpin oleh Ukar Bratakusumah. Setelah penggabungan itu kemudian terjadi perubahan nama, yakni Perusahaan Pertambangan Bouksit Kijang (PPBK) dan Perusahaan Pertambangan Timah Singkep (PPTS). Sempat terjadi beberapa kali perubahan nama perusahaan tambang bouksit, sebelum akhirnya pada 1968 baru memakai nama PN Aneka Tambang Unit Pertambangan Bouksit. Enam tahun kemudian, baru PN Aneka Tambang dialihkan menjadi PT. **

Rerefensi:
– Haril M Andersen, Sang Elang, Kisah Perjuangan H AS Hanandjoeddin di Kancah Revolusi Kemerdekaan RI. Yayasan Melati Tanjungpandan, 2015.

-trisnoajiputra.blogspot.com