Provinsi Kepri salahsatu daerah yang harmonisasi antar etniknya sangat bagus. Nyaris tidak pernah terjadi konflik antar etnik. Budaya Melayu sebagai tuan rumah jadi pemersatu antar etnik.
“Mungkin daerah yang paling terbuka terhadap etnik manapun yang datang ke daerahnya, ya orang Melayu Kepri. Sejak zaman dahulu Orang Melayu terbiasa hidup berdampingan secara damai dengan etnik lain, apakah Tionghoa atau suku lainnya,”kata Sejarawan Aswandi Syahri dalam Diskusi Terpumpun Budaya Melayu di Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri, Kamis (19/9) kemarin.
Diskusi digelar Dosen UIN Sultan Taha Saifuddin yang sedang penelitian di Kepri. Penelitian Muhammad Husnul Abid Cs berjudul beyond syariati session thesis atau melampaui tesis syariat.”Ada kecendrungan paska reformasi, daerah suka membuat perda berbau syariah. Inilah yang ingin kami kaji. Apakah asumsi itu benar ataukah yang terjadi hanya penguatan Kemelayuan paska reformasi,”kata Abid.
Dalam diskusi, Aswandi Syahri juga menguraikan keberadaan Lembaga Adat Melayu Kepri yang didalamnnya tidak hanya mengayomi etnik Melayu saja, tapi juga etnik lain. LAM Kepri, katanya menjadi payung bagi semua etnik. “Lihat saja lambang LAM Kepri. Ada payungnya,”ujarnya.
Diskusi juga dihadiri peserta dari STAIN Abdulrahman, Peneliti BPNB Kepri dan sejumlah wartawan dari berbagai media yang ada di Tanjungpinang. Banyak hal lain yang diperbincangkan, khususnya isu isu Kemelayuan terbaru di Kepri. Baik itu masalah politik lokal sampai sisi kepemimpinan yang ada di Kepri. **