oleh:
M. Ali Surakhman
(Penggiat Budaya Jambi)
Kebudayaan adalah hasil karya cipta manusia. Kegiatan dalam masyarakat yang berkembang menjadi pola kehidupan dan menjadi ciri khas dari masyarakat disebut juga kebudayaan. Dari pola kehidupan tersebut dihasilkan suatu karya yang sangat indah disebut seni. Seni dan budaya berkembang seiring dengan waktu. Pada zaman dulu, setiap suku bangsa mempunyai adat istiadat yang mereka junjung tinggi. Adat istiadat merupakan warisan dari nenek moyang yang masih dipelihara sampai sekarang dan dikenal sebagai budaya yang mencirikan masyarakat tersebut pada suatu bangsa.
Kebudayaan merupakan keseluruhan cara hidup manusia. Ia berperan penting dalam proses pembangunan suatu negara dimana kepribadian harus dipupuk dalam usaha-usaha yang dijalankan kearah meningkatkan pembangunan sosio ekonomi dan politik. Ini sudah tentunya memerlukan penggemblengan dan pengelibatan semua lapisan masyarakat dalam satu proses yang berkesinambungan. Bagi sebuah Negara yang mempunyai masyarakat yang beraneka ragam, proses pembentukan budaya nasional memerlukan perancangan yang teliti dan rapi supaya dapat melahirkan cara hidup yang bersifat keIndonesiaan. Perancangan kebudayaan ini harus menentukan sifat-sifat yang baik, mulia dan utama bagi pembinaan bangsa dan ketahanan Negara.
Oleh karena itu, Penggubalan Dasar Kebudayaan Kebangsaan adalah penting bagi sebuah Negara yang mempunyai penduduk yang pusparagam seperti Indonesia. Dasar ini nanti akan dapat menjadi garis panduan dalam membentuk, mewujudkan dan mengekalkan identity Negara di kalangan dunia antar bangsa. Penggubalan dasar ini perlu dibuat dengan mempertimbangkan fakta-fakta perkembangan sejarah perjalanan bangsa Indonesia itu sendiri.
Berkembangnya arus informasi memberikan dampak terhadap seni dan budaya. Dengan adanya fasilitas telekomunikasi yang canggih seperti internet, masyarakat dapat dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi apapun, termasuk seni dan budaya. Fasilitas ini dapat memberikan kemudahan untuk mengetahui lebih jauh mengenai perkembangan seni dan budaya baik yang bersifat tradisional maupun modern.
Globalisasi serasa menjadi mantra pusat pertemuan, interaksi, pengenalan, penyerapan dan penerimaan pelbagai unsur-unsur kebudayaan dari berbagai Negara di dunia. Dengan yang demikian Globalisasi secara tidak langsung memberikan oportunitas bagi suatu bangsa untuk mengakomodir serta mengadopsi budaya lain yang masuk melalui pertukaran budaya tersebut. Akulturasi inilah yang seringkali menjadikan masyarakat untuk lebih terpengaruh meniru budaya global yang kadang-kadang kontradiktif terhadap budaya lokal yang dimiliki oleh suatu bangsa sebagai ciri khas yang sebenarnya harus dipertahankan dan dilestarikan keberadaannya.
Proses kontak antar kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain inilah yang yang seringkali memberi impact pada budaya imitative suatu masyarakat bangsa yang terjebak dengan set trend global yang memang sengaja diciptakan demi kepentingan-kepentingan golongan tertentu. Akan tetapi masyarakat suatu bangsa tidak menyadari akan hal tersebut sehingga terseret pada pengakuan budaya pendatang yang dicitrakan oleh media sebagai budaya yang dianggap suitable (pas/cocok), popular dan modern untuk selalu diikuti. Ketertarikan dengan budaya instant (instant culture) dan meninggalkan kebudayaan asli yang penuh sejarah telah terjadi dimana-mana bahkan salah satunya di Indonesia. Sungguh hal yang sangat ironis dan memprihatinkan. Proses kontak antar kebudayaan dari hasil proses difusi budaya ini secara kontinyu pada akhirnya akan mendistorsi esensi kebudayaan asli suatu bangsa yang mencirikannnya nilai berbeda dengan kebudayaan antar bangsa di dunia.
Akhirnya bisa kita pahami, hasil dari proses akulturasi dan difusi budaya inilah yang nantinya ketika tidak dilakukan filterisasi dan proteksi secara seksama akan berdampak pada terciptanya kebudayaan tanpa kelamin pada suatu bangsa.
Untuk menjawab semua itu pemerintah telah membuat UU Pemajuan Kebudayaan, dan implementasinya daerah harus menyusun Pokok Pokok Kebudayaan Daerah, ini semua mesti diperkuat dengan Peraturan Gubernur tentang Kebudayaan sebagai dasar hukum dalam realisasi di lapangan, enam kali pertemuan, yang di hadiri Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Provinsi Jambi, diantaranya Sri Purnama Syam, Asep, Eri Ergawan, Yusuf Martun, dan unsur seniman dan budayawan Jambi, diantaranya, Jafar Rassu, M. Ali Surakhman, Nukman, Suwandi, dan Jumardi, mengkaji dan menggodok Peraturan Gubernur Jambi Tentang Kebudayaan Melayu Jambi, pertemuan yang berlansung alot, selama 1 bulan lebih, karena point point pergub ini mesti bisa mengakomodir semua pihak dan keberagaman yang ada di provinsi Jambi.
Kebudayaan seringkali dianggap “tak seksi” dalam pembangguan, namun di kaji kebelakang Kebudayaan adalah ibu yang melahirkan bangsa ini, tak sekedar itu, peradaban tercipta karena adanya Kebudayaan, dari buah pikir, saripati kebudayaan, ia menyatukan keberagaman, warna warni suku bangsa yang ada di negara ini. Namun kalau itu tak diikat dan di jaga lain sisi keberagaman bisa menjadi bom yang bila meledak akan menguburkan nilai nilai baik, merusak harmoni dan keselarasan yang telah berjalan selama ini.
Dalam kehidupan peradaban pembangunan yang terus melaju dan berubah, begitu pula dengan budaya, kita tak bisa secara totalitas menghambat arus modernisasi, namun biarkan ia menggalir seperti air, tapi dasar, nilai nilai kearifan lokal leluhur yang mesti kita jaga, dan hidupkan, jangan kita menjadi durhaka, seperti anak yang lupa akan ibu yang melahirkannya.
Pola pikir awam yang selama ini berkembang, bahwa kebudayaan itu hanya festival, ceremony, mesti di pertajam, bahwa kebudayaan itu adalah nilai nilai luhur, mendidik, dan harus mewaris, dan nilai nilai ini mesti diajarkan, di tanam pada generasi generasi muda, melalui muatan lokal disekolah, “Semoga Alam Raya dan Semesta Jagat Selalu Melindungi Bangsa ini”. **