Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia bekerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepri menggelar sosialisasi budaya sensor mandiri Kamis (20/6) di Kantor BPNB Kepri. Kegiatan sosialisasi diikuti 100 peserta dari sejumlah unsur, seperti perguruan tinggi, Dinas Kebudayaan Kepri, Disbudpar Kota Tanjungpinang, lembaga adat dan utusan sekolah.
Ketua Komisi II Lembaga Sensor Film (LSF), C Musiana Yusawasthi mengatakan, Lembaga Sensor Film punya tugas untuk melakukan penelitian kemudian menyensor semua program yang akan dipertunjukkan di Indonesia. Dan tantangan terbesarnya adalah perkembangan teknologi informasi yang luar biasa sangat deras.
“Makanya kita tidak mungkin Lembaga Sensor Film dapat menjangkau semua materi itu. Jadi lewat program budaya sensor mandiri yang kita galakkan ini, kita dapat mengajak partisipasi masyarakat untuk membantu bersama-sama melaksanakan penyensoran,” katanya.
Tetapi yang dimaksud dengan penyensoran ini bukan berarti masyarakat melakukan sensor seperti yang dilakukan oleh Lembaga Sensor Film. Namun lebih kepada mengubah mindset dan membuat benteng kepada diri sendiri dan orang disekitarnya bahkan orang lebih luas.
“Jadi kita harap masyarakat mampu melakukan kegiatan memilah dan memilih tontonan yang mau ditonton atau memilih tontonan yang mau dia buat. Jadi dari sisi penonton dan orang yang mau bikin film, jadi menonton dan membuat film sesuai dengan kategori usia,” terangnya.
Namun yang mau dilindungi dengan pelaksanaan program budaya sensor mandiri ini tentu semua masyarakat terutama adalah anak-anak yang belum bisa melakukan pemilihan tontonan. Agar film yang ditonton dapat sesuai dengan kategori- kategori usia.
Kepala BPNB Kepri, Toto Sucipto mengatakan, kegiatan ini bertujuan mengedukasi masyarakat sehingga dapat mengetahui, mengerti, dan mempraktekkan sensor mandiri dalam dirinya ketika menonton film. “Kami merasa bangga dipilih LSF dalam menyelanggarakan kegiatan sosialisasi ini,”kata Toto.**