Daik Lingga pernah menjadi pusat Kerajaan Johor-Riau pada tahun 1787 hingga 1824 M dan juga merupakan pusat kerajaan Riau Lingga pada tahun 1824 hingga 1903 sedangkan pulau Penyengat sebagai pusat pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau dari tahun 1787 dan pada tahun 1903 hingga 1911 sebagai pusat Kerajaan Riau Lingga
Asal Mula Nama Daik
Di suatu masa datanglah para perantau dari Mandir, Pangkalan Lama dan Jambi ke Daik. Sebelum sampai di Daik, Mereka singgah disalah satu pulau yang bernama Mepar (dahulu pulau Mepar bernama pulau Lepa dan lama kelamaan menjadi Mepar). Kemudian menyusuri sungai disekitar pulau Mepar, dalam penyusuran tersebut mereka menancapkan pancang sebagai tanda bahwa mereka telah menyusuri sungai yang bersangkutan. Tanda-tanda itulah yang akhirnya membuat sungai bersangkutan disebut sebagai sungai Tanda. Dari sungai ini mereka melanjutkan perjalanan dan sampailah disebuah tempat yang tanahnya datar, airnya jernih mengalir dari air gunung, ditempat ini mereka sangat terkesan, menurut mereka tempat ini sangat baik. Kesan inilah yang kemudian menjadi nama sungai dan daerah sekitarnya, dengan perkataan lain sungai dan daerah sekitarnya diberi nama Baik. Akan tetapi nama itu lama-kelamaan berubah menjadi Daik, tidak diketahui kapan kata Baik berubah menjadi Daik, mungkin karena sejak seseorang salah dengar sehingga kata Baik menjadi Daik.
Asal Mula Nama Pulau Lingga
W.P. Groeneveledt dalam bukunya yang berjudul History Notes on Indonesian and Malay, menyebutkan bahwa nama Lingga berasal dari kata Ling yang berarti Naga dan Ge yang berarti Gigi, tidak jauh berbeda dengan nama yang diberikan oleh para perantau Cina. Menurut para perantau Cina, sebelum mereka sampai di Daik, mereka melihat sebuah gunung (gunung Daik) yang bentuk puncaknya seperti Gigi Naga atau Tanduk Naga yang bercabang dua (konon, dahulu bercabang tiga) yang mereka sebut Lengge. Istilah Lingga juga terkait dalam pengertian keagamaan agama Hindu, dikarenakan gunung Daik bercabang tiga, dan salah satu puncak gunung menyerupai perlambang phallus, puncak tertinggi dinamakan gunung Daik, terendah disebut gunung Cindai dan puncak yang tengah disebut gunung pejantan.
Jauh sebelum Daik Lingga dijadikan pusat Kerajaan Johor-Riau oleh Sultan Mahmud Syah lll / Yang dipertuan Besar Johor-
Pahang-Riau-Lingga ke XVl dan pusat Kerajaan Riau Lingga oleh Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah /Yang Dipertuan Besar Johor-Pahang-Riau-Lingga ke XVll yang juga merupakan Yang Dipertuan Besar Riau Lingga ke l setelah Kerajaan Johor-Riau dipecah menjadi dua yaitu Kerajaan johor dan Kerajaan Riau Lingga pada tahun 1824, pada mulanya daerah Lingga dan sekitarnya didiami oleh Orang Suku Laut, dengan dipimpin oleh kepala sukunya yang disebut Batin. Kemudian pada akhir abad ke-18 datang Datuk Mata Kuning yang merupakan putra dari Datuk Mata Merah yang berasal dari Pangkalan Lama Jambi datang ke Lingga.Selama beberapa tahun Datuk Mata Kuning Memegang kekuasaan di wilayah Lingga dengan gelar Datuk Megat Kuning.
Pada tahun 1787, Sultan Mahmud Syah lll /Yang Dipertuan Besar Johor-Pahang-Riau-Lingga ke XVl memindahkan pusat Kerajaan Johor-Riau dari Hulu Riau Bintan dengan membawa sebanyak 200 kapal perahu layar pindah ke Daik Lingga dan tempat kedudukan Yamtuan Muda juga dipindahkan dari Hulu Riau Bintan ke pulau Penyengat pada tahun yang sama. Sejak saat itu Datuk Megat Kuning menyatakan sebagai hamba Sultan mahmud Syah lll, kemudian Datuk Megat Kuning diangkat menjadi Orang Kaya Temenggung yang bertugas menjaga keamanan perairan Lingga dan bertempat tinggal di pulau Mepar, di pulau Mepar dibangun benteng lengkap dengan meriam-meriam sebagai salah satu benteng pertahanan Kerajaan. Sebelum itu Datuk Kaya Temenggung tinggal di Semarong Daik (Mentok) dan kemudian pindah ke Kopet Daik (Melukap) baru setelah itu pindah ke pulau Mepar dan menetap disana.