Berakit, Potret Sejarah dan Budaya Desa Perbatasan

0
4264
Pintu gerbang masuk ke Desa Berakit, Kabupaten Bintan, Kepri

Desa Berakit, Kecamatan Teluk Sebong berada diwilayah administrasi Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri. Luas wilayah 53,25 KM2 yang terdiri atas 2 dusun, 4 RW dan 8 RT. Desa Berakit memiliki jumlah penduduk sekitar 1.568 jiwa. Dilihat dari batas wilayah administrasi, Desa Berakit berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Laut Cina Selatan
Sebelah Barat : Desa Malang Rapat
Sebelah Selatan : Desa Pengudang
Sebelah Timur : Laut Cina Selatan

Secara geografis, Desa Berakit adalah merupakan wilayah daratan rendah dengan ketinggian 13 meter dari permukaan laut yang terdiri dari pesisir pantai. Wilayahnya berada di ujung Pulau Bintan yang bisa diakses lewat jalan darat. Untuk menuju ke Desa Berakit bisa melalui dua jalur darat dari Tanjungpinang. Pertama, melewati jalan via Kawal. Jalan raya berada di sepanjang tepi laut hingga Desa Berakit. Jalur kedua melalui lintas barat via kawasan perkantoran Bupati Bintan di Bintan Buyu.

Asal Usul dan Persebaran Penduduk
Ada berbagai versi asal usul nama Desa Berakit. Pertama, nama Berakit berasal dari kata rakit. Saat orang datang ke Berakit melihat sebuah rakit di Tanjung Rakit. Dari penemuan rakit itulah, masyarakat menyepakati nama daerahnya Berakit. Versi kedua, nama Berakit diberikan karena daerah Berakit nampak jauh dari lautan seperti rakit. Daerahnya yang menyerupai tanjung yang pasirnya patih. Dari kejauhan terlihat seperti rakit yang beriringan. Dari sinilah nama Berakit.

Informasi yang diperoleh dari tetua warga Desa Berakit, pada awal abad 20 tepatnya sebelum 1908, sudah ada Orang Tianghoa yang mendiami Berakit. Mereka tinggal di daerah yang sekarang bernama Kangka. Di sana mereka menanam gambir, lada dan juga tanaman keras lainnya. Sekitar tahun 1908, dating sekelompok masyarakat dari Pulau Lingga dan Singkep di Kabupaten Lingga menggunakan perahu sampai di Berakit. Hingga sekarang, warga Melayu asal Lingga dan Singkep banyak tinggal di Berakit dan dikenali sebagai warga asli Melayu Berakit. Azis (62) misalnya, kakeknya berasal dari Pulau Singkep, sedangkan neneknya dari Kampung Pahang, Lingga. Ia sendiri kelahiran Desa Berakit. Azis sendiri mengaku masih sering bepergian ke kampong halaman neneknya di Daik Lingga.
Di Berakit, nama kampungnya banyak diberikan sesuai dengan nama kayu dan kondisi alam. Sebut saja nama Bukit Balau, Kampung Sialang, Kampung Merbau, Semelur, dan Kangka. Orang Bugis banyak mendiami kampong Bukit Balau, Orang Tianghoa dan Flores di Kangka, sementara warga Melayu mendiami Semelur, Berakit dan juga Kampung Merbau. Di Kampung Merbau yang lokasinya dekat Pos TNI AL hingga Pelabuhan Internasional Berakit penduduknya beragam, baik itu Melayu, Bugis, dan juga ada sedikit Buton. Etnis Buton terpusat di Sumpat, tapi secara administrasi tak masuk wilayah Desa Berakit, tetapi masuk Desa Pengudang.

Dalam perjalanan sejarahnya, Desa Berakit sebagai daerah yang berbatasan dengan Malaysia bernilai penting saat peristiwa Ganyang Malaysia tahun 1962. Relawan-relawan dan TNI banyak ditempatkan di daerah Berakit ini untuk berjaga-jaga dan persiapan menyerang ke negeri jiran itu. Jarak dari Berakit ke Malaysia sangat dekat dan bisa ditempuh dalam waktu 45 menit pakai speedboat. Dalam menjaga keamanan di Berakit dibangun pos TNI Angkatan Laut dibawah Lantamal IV Tanjungpinang.

Dekatnya dengan perairan Malaysia menjadikan daerah Berakit juga identik dengan daerah penyelundupan. Sejak dahulu daerah ini identik dengan lokasi penyeberangan TKI illegal dari dan menuju Malaysia. Beberapa kali terjadi kasus penangkapan TKI yang menyeberang ke Malaysia dan TKI yang pulang melalui jalur illegal. Pernah juga terjadi kapal yang membawa TKI tenggelam di Perairan Berakit. Nyaris sepanjang tahun ada kasus penangkapan penyelundupan TKI illegal dari atau menuju Malaysia. Kejadia terbaru 102 penumpang yang statusnya TKI illegal kapalnya tenggelam. Kapal yang membawa TKI itu bertolak dari Pelabuhan Bandar Penawar, Jodoh, Malaysia, sekitar pukul 02.00 WIB menuju Berakit, Pulau Bintan, Kepri tanggal 19 April 2018 lalu. Dalam perjalanan kapal bocor dan penumpangnya bisa diselamatkan Kapal Baladewa milik Ditpolair Mabes Polri dibantu Polda Kepri.

Selain dekat dengan Perairan Malaysia, Berakit juga berbatasan dengan Laut Cina Selatan. Tahun 1975, Perairan Bintan, termasuk Desa Berakit ramai dengan kedatangan pengungsi dari Vietnam. Perang saudara yang meletus di Vietnam tahun 1975 menyebabkan, warga Vietnam banyak mengungsi. Warga Vietnam banyak memilih mengungsi ke negara lain dengan menggunakan perahu kayu, dan disebut manusia perahu.Di Indonesia manusia perahu asal Vietnam terdampar di beberapa pulau seperti di Kepulauan Anambas,Jemaja, Natuna, dan Perairan Bintan Timur. Pengungsi itu akhirnya ditampung di Pulau Galang sebagai lokasi penampungan hingga tahun 1996.

Dari zaman Belanda hingga sekarang tercatat sudah ada delapan kepala kampung dan kepala desa yang memimpin Berakit.
1.Batin Pepayang
2.Batin Aman
3.Batin Ali bin Abdul Jalil
4, H Awang Hakim
5..Batin Zainuddin
6.H Abdul Salam bin Bujang
7.Abdul Latif
8.Nazar Thalib
9. Muhammad Adnan

Abdul Karim menyebutkan ayahnya H Abdul Salam memimpin Desa Berakit puluhan tahun. Di Berakit, keluarga Abdul Salam keluarga terpandang. Di Berakit diabadikan nama jalan. Abdul Salam memiliki peninggalan berupa rumah panggung tua yang hingga sekarang masih berdiri kokoh di Berakit. Rumah itu peninggalan mertua Abdul Salam bernama Akop bin Jalil. Akop memiliki tanah yang luas di Berakit yang nantinya diserahkan ke anak perempuannya yang menikah dengan Abdul Salam. Akop berserta istri dan anaknya meninggal dunia tahun 1942 terluka karena serangan perampok.
Soal usia rumah tua ini, Abdul Karim meyakini dibangun sebelum Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942. Ia dilahirkan di rumah ini tahun 1956. Saat ia kecil, kondisi rumah paling megah dibandingkan rumah lain yang ada di Desa Berakit. Rumah yang dibangun Akop bin Jalil itu diserahkan kepada ayahnya Abdul Salam. Ayahnya kelahiran 1942, sementara Akop bin Jalil meninggal tahun 1942.

Rumah terdiri dari tiga ruangan. Bagian ibu, ruangan tengah dan dapur. Rumah terdiri dari 63 tiang. Satu baris terdiri dari tujuh tiang da nada Sembilan baris. Tiang terbuat dari kayu merbau, sedangkan dinding terbuat dari kayu kapur. Pada bagian depan ditambah satu ruangan oleh H Abdul Salam yang dulunya digunakan untuk kantor kepala desa sementara. Untuk keperluan penambahan ruangan, dibuat tujuh tiang lagi.
H Abdul Salam memiliki tujuh anak kandung dan satu anak angkat. Dari tujuh anak, enam diantaranya bergelar haji dan hajjah. Dengan tanah yang luas yang ditanami kelapa, keluarga besar ini bisa naik haji. Tidak hanya naik haji, mereka juga bisa melanjutkan pendidikan sampai sarjana. Rumah panggung tua itu pengelolaannya diserahkan ke anak perempuan bungsu bernama H Asnawati Has.

Tidak jauh dari rumah panggung tua, ada Masjid Nurul Islam. Masjid dibangun tanggal 19 Maret 1956. Masjid itu saat ini sedang direhab. Bagian atap dan menara masjid lama masih utuh. Dibagian depan masjid dibuat waktu pendirian masjid dan nama masjid pakai huruf Arab. Renovasi masjid harusnya tidak menghilangkan bentuk asli masjid. Alasannya masih ini tergolong masjid tua dan usianya sudah diatas 50 tahun. Masjid ini bisa dimasukkan dalam cagar budaya Kabupaten Bintan.

Selain rumah panggung dan Masjid Nurul Islam, tapak bekas kantor kepala kampong (kepala desa) Berakit masa lampau bekasnya masih ada. Lokasinya persis diantara rumah panggung dan Masjid Nurul Islam. Lokasinya ditanah keluarga besar H Abdul Salam. Hanya tapak bekas bangunan. Tidak lagi bangunan tersisa.

Orang Suku Laut Berakit
Awal mula kampung ini disebut panglong dikarenakan banyaknya bangunan tungku (dapur) arang yang terdapat di daerah tersebut. Kata panglong diambil dari adanya rumah Tungku Arang yang berbentuk bangunan setengah bola. Tungku Arang yang terdapat di kampung panglong berjumlah tiga dengan diameter lebih kurang 4 meter dan bangunan yang kecil untuk tempat letak mesin Diesel.

Orang Suku Laut di Kabupaten Bintan paling ramai di Desa Berakit. Lokasinya di Kampung Panglong yang bisa diakses lewat jalur darat. Letaknya diujung Pulau Bintan. Di kampung ini sekitar 75 kepala keluarga (KK) penduduknya orang Suku Laut. Mayoritas beragama Katolik, meski ada juga yang beragama Islam. Banyak juga orang Suku Laut yang kawin mawin dengan orang Flores. Asal usul Orang Laut Berakit ini dari Pulau Kubung, Batam.

Pada awalnya hanya satu kepala keluarga (KK) Suku Laut yang tinggal di Kampung Panglong ini tahun 1962. Namanya Bone Pasius atau lebih dikenal dengan nama Pak Boncit.Disusul generasi kedua Suku Laut pada tahun 1965 bertambah menjadi tiga kepala keluarga yang berasal dari Perairan Kelong dan Perairan Numbing. Yakni, keluarga Mat, keluarga Dolah dan Keluarga Jantan. Dasar pertimbangan suku laut untuk menetap diri untuk berdomisili di Kampung Panglong karena Desa Berakit memiliki kekayaan terumbu karang sebagai tempat berkembang biaknya aneka ragam hayati ikan bila dibandingkan dengan wilayah perairan yang lain.

Usai Boncet meninggal, ketua Suku Laut Kampung Panglong Berakit dipegang anaknya bernama Tintin. Ia belum menikah, pendidikannya pun maju karena sempat kuliah di Singapura. Sehari-hari Tintin yang masih lajang ini mengajar Bahasa Inggris bagi anak-anak Suku Laut Panglong. Ada juga warga Tianghoa yang ikut belajar pada dirinya.
Ia lahir sudah di darat, namun juga belajar budaya Orang Laut. Kakak Tintin yang bernama Meri lebih paham soal kebudayaan Orang Laut Berakit. Menurut Meri yang bersuamikan Lago, pria Suku Laut asal Pulau Air Mas, Batam, tak ada lagi Orang Suku Laut Kampung Panglong yang mengembara. Semuanya kini sudah tinggal di darat dan memiliki rumah.

Lago, suami Meri memiliki orang tua dan saudara-saudara yang tinggal di Pulau Air Mas, Ngenang. Tak hanya dirinya, rata-rata orang Air Mas juga memiliki saudara di Desa Berakit, Bintan. Menurut Lago, Orang Panglong Berakit rata-rata asalnya dari Pulau Kubung yang dekat dengan Air Mas. Selebihnya dari wilayah Bintan lain.
Kehidupan warga Suku Laut Panglong sangat tergantung hasil tangkapan hasil laut. Tahun 2000 mulai terjadinya penurunan hasil tangkapan ikan yang cukup drastis.Hasil tangkapan suku laut di Kampung Panglong Desa Berakit yang masih mengandalkan teknologi sangat sederhana. Dulunya mampu menghasilkan tangkapan ikan pada kisaran 60-70 kg namun pasca terjadi kerusakan terumbu, karang hasil tangkapan ikan orang suku laut kurang lebih hanya pada angka 10-20 kg.

Kondisi surutnya perekonomian suku laut ini terus berjalan sampai tahun 2005, karena pada tahun yang sama terjadi perubahan kebijakan dari Pemerintah yang berkenaan larangan keras penangkapan ikan dengan menggunakan dinamit, bom atau alat tangkap lain yang tidak ramah lingkungan. Proses pemulihan kembali ekosistem terumbu karang membutuhkan waktu yang panjang terbukti sampai saat ini rata-rata penghasilan masyarakat suku laut tidak beranjak berkisar antara Rp 60.000 sampai Rp 90.000 per hari.

Pemkab Bintan melalui dana APBD Kabupaten Bintan pada tahun 2010 telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp.1.300.000.000 (satu milyar tiga ratus ribu rupiah) guna merealisasikan program rumah tak layak huni (RTLH). Dana ini diperuntukkan secara khusus bagi masyarakat Suku Laut di Kampung Panglong, Desa Berakit. Rehab rumah ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman masyarakat yang layak bagi masyarakat yang berpengasilan rendah (MBR).

Secara sosial dan berdasarkan kondisi eksisting permukiman masyarakat suku laut Kampung Panglong Desa Berakit dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) tipologi yaitu tipologi 1 (satu) rumah perahu suku laut mengelompok diperairan. Pengelompokan ini terjadi secara alami mengingat rumah perahu lainnya merupakan kaum kerabat atau memiliki hubungan keluarga misalnya rumah hu ayah, rumah perahu anak dan rumah perahu keluarga masing-masing merapat dalam satu kelompok rumah perahu perairan.
Tipologi 2 (dua) adalah massa bangunan rumah tinggal yang “menempel” pada pulau-pulau kecil yang tidak ada fasilitas di dalamnya. Mayoritas orientasi rumah tinggal tersebut mengarah ke laut dan membelakangi pulau tersebut.Bagian tengah pulau tersebut belum dimanfaatkan untuk bangunan atau fasilitas umum lainnya. Tata massa bangunan yang “menempel” pada pulau-pulau yang masih utuh dan hanya ditumbuhi pepohonan. Orientasi rumah tinggal kearah luar, dan mengikuti sepanjang garis pantai pulau tersebut.Sebagian sudah ada koneksi antar rumah berupa pelantar penghubung sebagai akses ke luar dan ke dalam lingkungan permukiman dimaksud.

Desa Wisata

Kabupaten Bintan memiliki beberapa Destinasi Pariwisata Unggulan yang memiliki karakteristik masing-masing dan layak untuk dikembangkan. Urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah Kabupaten Bintan khususnya dalam Pengembangan destinasi pariwisata unggulan daerah.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten Bintan Kepada Pemerintahan Desa dijelaskan bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Desa berkewajiban mengelola potensi wisata di wilayahnya sesuai dengan memperhatikan Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor : 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2011-2031 bahwa kawasan yang menjadi desa wisata adalah kawasan desa wisata di Kawal,Teluk Bakau, Sebong Pereh, Sei Kecil, Sebong Lagoi, Berakit, Bintan Bekapur dan Malang Rapat.

Kampung wisata yang ada di Desa Berakit disebut Kampung Panglong. Masyarakat panglong pada dasarnya adalah Suku Laut, kehidupan sehari-hari mereka di lakukan diatas sampan dan mereka tidak mengenal daratan sehingga kehidupan mereka tergantung pada ombak laut yang akan membawa mereka. Keyakinan masyarakat suku laut sebelum menetap di daratan adalah Atheis namun seiring berjalannya waktu masyarakat Suku Laut sekarang menganut Katolik dan Islam.
Di Kampung Panglong juga ada dapur arang. Dapur Arang, merupakan alat pemrosesan arang Bakau, Namun dikarenakan, menipisnya cadangan hutan Bakau di kawasan Kepulauan Riau maka, aktifitas pembakaran kayu Bakau menjadi Arang, terhenti. Konon Arang yang diproses di dapur ini, di ekspor ke mancanegara, melalui Singapura. Tapi kini, dapur arang tersebut dijadikan objek wisata oleh Pemkab Bintan.

Informasi dari Ketua Suku Laut Desa Berakit Xaverius Tintin, dapur arang memproduksi puluhan ton arang setiap harinya saat aktif produksi. Aktivitas dapur arang sangat membantu perekonomian penduduk Suku Laut Berakit. Orang lagi tak tergantung 100 persen pada hasil mencari ikan di laut. Namun, setelah pelarangan aktivitas dapur arang tahun 2013, warga Suku Laut kesulitan dalam mencari nafkah tambahan. Orang Laut menerima alasan pemerintah menutup aktivitas dapur arang karena dapat merusak habitat bakau di Bintan.

Masyarakat Desa Berakit yang mayoritas warganya dari Etnis Melayu juga masih menjunjung tradisi dalam budaya Melayu. Ada sejumlah perayaan yang dirayakan. Saat bulan Ramadhan, mulai digalakkan lagi tradisi lampu cangkok. Di daerah lain, seperti Kabupaten Lingga, nama tradisi ini tujuh likuran. Pelita atau lampu cangkok dipasang di depan rumah dan juga gerbang masjid atau gerbang jalan dalam menyemarakkan bulan suci Ramadhan. Puncaknya tanggal 27 Ramadhan. Tidak hanya membuat pelita atau lampu cangkok, masyarakatnya juga menggelar acara Ramadhan begitu semarak. Masyarakat menyediakan berbagai jenis makan saat puncak 27 Ramadhan.

Tradisi lain yang dirayakan adalah maulid nabi. Ada pembuatan bubur asyura. Selain itu, budaya gotong royong masih kental ditengah masyarakat Desa Berakit. Selain perayaan, permainan rakyat di Desa Berakit juga masih berkembang. Ada permainan gasing tradisional yang masih dimainkan.

Sumber:
Dedi Arman, Suku Laut Kabupaten Bintan. Dinas Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Bintan, 2017.
Evawarni, Sindu Galba, Eva Warni, Sindu Galba, Kearifan Lokal Masyarakat Adat Orang Laut di Kepulauan Riau. Tanjungpinang: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang 2005,
Rusli, Model Penataan Lingkungan Permukiman Suku Laut Pasca Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni Berbasis Kearifan Lokal. Prosiding Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan dan Mitigasi Bencana, Pekanbaru, 28 Mei 2016
Thedi Jayusman dkk. 2016. Pengembangan Kampung Wisata Nelayan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bintan (Studi Desa Berakit Kabupaten Bintan). Program studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji.