Toponimi artinya pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat. (Ayatrohaedi, 1993).Toponim yang dalam bahasa Inggris disebut toponym berasal dari topos dan nym. Topos berarti tempat atau permukaan seperti topografi adalah gambaran tentang permukaan atau tempat-tempat di bumi. Nym berasal dari onyma yang berarti nama.
Secara harfiah, toponim diartikan nama tempat di muka bumi. Dalam bahasa Inggris toponym terkadang disebut geographical names (nama geografis) atau place names (nama tempat). Sementara dalam Bahasa Indonesia digunakan istilah nama rupabumi.
Penamaan tempat dalam perkembangannya dewasa ini jika dikaitkan dengan tujuan pembakuan nama rupabumi cukup memprihatinkan. Ini karena banyak digunakannya bahasa asing untuk nama tempat yang menyebabkan lunturnya budaya bangsa dan tersingkirnya bahasa daerah dan bahasa Indonesia. UU RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, lambang negara, serta lagu kebangsaan pada Pasal 36 mengamanatkan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia dan penamaan yang dimaksud dapat menggunakan bahasa daerah.
Menulis toponimi itu mengasyikkan. Terkesan ada yang menganggapnya sepele, mudah dan gampang mengerjakannya. Menulis toponimi besar sekali tantangannya. Banyak informasi dan pengetahuan yang diperoleh saat menggali asal usul nama tempat itu.
Ini yang terasa saat kami menggarap toponimi Lingga. Ini program Dinas Kebudayaan Lingga tahun 2017. Total ada 82 desa dan kelurahan yang dikaji. Belum lagi asal usul nama kampung yang statusnya bukan desa dan kelurahan. Termasuk asal usul nama pulau-pulau yang masuk kategori besar yang ada di Lingga. Diperkirakan lebih 100-an nama tempat
yang dicari asal usul namanya.
Di Lingga memang tak ada desa, kelurahan atau kampung yang memakai bahasa asing. Tantangan menulis toponimi Lingga antara lain karena karakteristik daerahnya yang banyak pulau. Total di Lingga ada 531 buah pulau besar dan kecil, serta 447 buah pulau diantaranya belum berpenghuni. Membutuhkan waktu, tenaga dan anggaran untuk menjangkau pulau satu ke pulau lainnya. Di Kecamatan Senayang misalnya, ada 18 desa dan satu kelurahan. Itu baru satu kecamatan, belum lagi sembilan kecamatan lain.
Selain kondisi geografis daerah, tantangan lain dalam kajian toponimi Lingga ini adalah sulitnya mendapatkan informan kunci yang mengetahui asal usul kampung. Saat ke lapangan banyak ditemui kepala desa, para guru dan tokoh masyarakat yang ada tidak tahu
tentang asal usul kampungnya. Usia tua pun tak menjamin seseorang yang lebih tua lebih paham asal usul kampungnya ketimbang anak muda. Tak heran banyak muda yang fasih cerita asal usul kampungnya karena dulunya sering diceritakan orang tuanya.
Dari puluhan tempat ini, asal usul penamaannya karena faktor keadaan alam (geografis), sejarah dan ada pula karena ketokohan. Desa yang asal usulnya dari kondisi geografis. Ada Desa Batu Berdaun di Singkep. Ada batu di tepi pantai yang ditumbuhi pohon.
Desa Bukit Belah di Kecamatan Singkep Barat asal nama kampung juga karena keadaan geografis. Perkampungan awal dulunya berada diantara dua bukit. Daerah rendah yang terlihat seperti diantara dua bukit yang terbelah. Desa Busung Panjang juga diberi
nama karena faktor alam. Pada saat surut, di daerah itu terlihat kondisi timbunan pasir (busung) panjang dengan jelas. Desa Tajur Biru penamaannya karena daerahnya berbentuk Tanjung dan ada sumur yang airnya bewarna biru dan tak pernah kering. Faktor alam juga berlaku untuk penamaan Desa Tanjung Lipat, Kuala Raya, Sungai Raya, Batu Belubang dan sejumlah desa lain.
Ada juga penamaan asal usul nama tempat karena ketokohan. Sebut saja nama Dabo Singkep yang konon diambil nama pemuda Buton bernama La Abo dan pemuda Tianghoa bernama Singkek. Mereka berlayar untuk merantau dan terdampau disebuah pulau kosong. Daerah itu berkembang dan daerah itu diberi nama Dabo Singkep. Makam La Abo pun saat ini ada di Dabo. Nama tempat lain yang diambil berdasarkan ketokohan adalah Cik Latif
yang berada di Desa Sungai Harapan. Hal yang sama berlaku untuk nama Desa Cempa yang konon di daerah itu dulunya ada makam putri yang dimakamkan di daerah itu. Desa Berhala penamaannya karena di pulau ini ada makam Datuk Paduko Berhalo yang dikenal juga dengan nama Akhmad Barus II. Ia keturunan Turki.
Ada juga asal usul nama kampungnya karena faktor sejarah. Desa Jagoh penamaannya karena dulunya daerah ini dikenal sebagai kampung jawara atau orang jago.
Orang jago atau berilmu dari berbagai daerah, seperti Buton, Makassar, Jambi dan daerah lain sering bertemu di daerah ini. Mereka beradu kesaktian. Salah satu orang
sakti itu perempuan dan makamnya ada di Jagoh. Di Singkep juga ada nama Kampung Boyan dan Kampung Muntok. Di Kecamatan Lingga ada Merawang, Budos.
Penamaannya erat kaitan dengan faktor adanya orang Boyan dan orang Bangka yang dulunya mendiami daerah-daerah ini. Nama Kote di Singkep Pesisir dan
Raya (Singkep barat) tak terlepas dari faktor kesejarahan. Kote dulunya adalah salah daerah pelabuhan atau pusat perekonomian yang ramai. Kapal-kapal
bisa bersandar di sana. Kote nama lain dari kota. Sedangkan penamaan Raya karena dulunya daerah ini pusat perekonomian utama di Pulau Singkep selain Dabo dan Kuala Raya
zaman timah masih berjaya di Singkep. Raya yang artinya besar di daerah ini dulunya ada rumah sakit, pusat perbengkelan, barak-barak tempat karyawan timah dan
juga banyak tempat ibadah.
Manfaat
Kajian toponimi dengan melakukan penelusuran nama-nama unsur geografis yang diberikan oleh manusia yang bermukim di suatu wilayah dapat dipakai untuk menelusuri suatu bangsa/kelompok etnik yang mendiami suatu wilayah di masa lalu. Dari kajian toponimi Lingga dapat diketahui karakteristik desa-desa dan kampung. Ada yang warganya banyak keturunan Bugis, Tianghoa, Bangka dan ada juga orang keturunan dari Malaysia.
Dari kajian toponimi juga diketahui potensi desa itu, baik itu potensi kesejarahan, budaya, kelautan, pertanian dan potensi lain. Kajian toponimi juga berguna untuk pengembangan sektor kepariwisataan daerah yang akan dikembangkan untuk pariwisata. Kajian toponimi
mendukung menjadikan Desa Mepar, Batu Berdaun, dan Benan sebagai desa wisata.
Terobosan Dinas Kebudayaan Lingga dalam membuat kajian toponimi Lingga bermanfaat untuk pemahaman kesejarahan masyarakat terhadap daerahnya, khususnya
generasi muda. Apalagi produk kajian toponimi jika dicetak buku nantinya bisa jadi bahan ajar untuk muatan lokal. Toponimi Lingga diajarkan di sekolah-sekolah. Siswa tak hanya belajar budaya Melayu, tapi juga diajarkan sejarah kampungnya. Pemahaman kesejarahan ini menjadikan siswa lebih mencintai daerahnya. Buku toponimi Lingga juga jadi bahan rujukan bagi orang tua dan tokoh-tokoh dalam memberikan pengajaran sejarah lokal daerahnya. Apalagi jumlah penutur sejarah atau orang-orang tua yang paham sejarah semakin lama berkurang karena meninggal dunia. Kajian toponimi Lingga bisa jadi salah satu solusi. Cintai daerah, kenali sejarahnya. ** (Diterbitkan harian tanjungpinangpos, Mei 2017).